PINISI.co.id- Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menegaskan Pemilihan Presiden langsung di Indonesia mengakibatkan rusaknya kohesi bangsa. Dan hal itu merupakan ancaman serius bagi kebhinekaan.
“Dampak dari Pemilihan Presiden Langsung yang kita adopsi copy paste begitu saja dari sistem barat, akhirnya melahirkan politik kosmetik yang mahal dan merusak kohesi bangsa. Juga mengancam kebhinekaan kita,” ujar LaNyalla secara virtual dalam Musyawarah Nasional XIX Ikatan Mahasiswa/Pelajar Indonesia Sulawesi Selatan (IKAMI Sulsel) dengan tema Merawat Kebhinekaan untuk Indonesia, Senin (28/8/2023).
Menurut dia, dalam sistem pemilihan presiden, juga gubernur, bupati atau walikota yang dilakukan secara langsung, batu uji yang digunakan adalah popularitas, elektabilitas dan akseptabilitas.
Padahal ketiga variabel tersebut dapat dibentuk atau difabrikasi melalui media dan teori komunikasi dengan biaya yang mahal.
“Semakin mahal biaya yang dikeluarkan, maka semakin populer nama calon tersebut. Karena setiap hari, wajahnya akan menghiasi media massa besar melalui kegiatan-kegiatan yang dibuat,” paparnya.
Selanjutnya, semakin mahal biaya yang dikeluarkan, semakin tinggi elektabilitas nama calon tersebut karena dirilis oleh lembaga-lembaga survei ternama dengan angka-angka yang tidak tahu bagaimana dihasilkan.
Semakin mahal biaya yang dikeluarkan, kata dia, semakin tinggi juga akseptabilitas nama calon tersebut karena diisi dengan kegiatan-kegiatan deklarasi dukungan oleh elemen masyarakat di seluruh pelosok tanah air.
“Dan semua informasi tersebut diresonansikan oleh buzzer-buzzer di media sosial dengan narasi-narasi yang berisi puja dan puji. Sementara di satu sisi, ada pula narasi-narasi menghujat dan menjelek-jelekkan calon yang lain. Sehingga tercipta julukan olok-olok yang masih berlangsung hingga hari ini. Sehingga semakin tajam dan kuat jurang pemisah antar kelompok masyarakat,” tutur LaNyalla.
Karena itulah LaNyalla mengajak untuk menghentikan kontestasi politik dalam meraih kekuasaan dengan cara Liberal. Sebab terbukti menjadikan kehidupan bangsa kehilangan kehormatan, etika, rasa dan jiwa nasionalisme serta patriotisme.
Sementara sudah berabad-abad bangsa Nusantara ini memiliki tradisi musyawarah dan perwakilan. Bahkan partai politik dan organisasi masyarakat di Indonesia menggunakan sistem perwakilan dalam memilih ketuanya.
“Semoga Musyawarah Nasional IKAMI Sulsel kali ini dapat mewujudkan kesadaran kolektif untuk kita kembali kepada jati diri sebagai bangsa Indonesia. Kembali kepada Pancasila. Kembali kepada Azas dan Sistem Demokrasi Pancasila, yang kita sempurnakan dan perkuat kelemahannya,” ujar Dewan Kehormatan KKSS ini.
Dijelaskan oleh Senator asal Jawa Timur itu, azas dan sistem bernegara itulah yang paling sesuai untuk Indonesia. Azas dan Sistem yang dapat mengikat dan menyatukan negara yang super majemuk ini.
Indonesia, menurutnya, sangat berbeda dengan negara-negara homogen di Eropa Timur atau Barat. Juga berbeda dengan Amerika Serikat yang mengaku sebagai negara multi RAS, tetapi pada dasarnya dibangun oleh pendatang dari Inggris Raya.
“Indonesia adalah negara super majemuk. Selain terpisah-pisah oleh lautan, penduduk Indonesia juga terdiri lebih dari 300 kelompok etnik atau suku bangsa. Negara ini pun lahir dari negara-negara lama dan bangsa-bangsa lama yang telah menghuni kepulauan Nusantara ini. Negara-negara lama itu adalah kerajaan dan kesultanan Nusantara. Sedangkan bangsa-bangsa lama adalah masyarakat adat yang berbasis suku, marga dan nagari yang menghuni kepulauan Nusantara ini,” tukas dia.(Syam)