Catatan Muchlis Patahna
Penentuan pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden 2024, di luar pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, dan Ganjar Pranowo- Mahfud MD, tinggal menyisakan nama cawapres Prabowo Subianto yang belum resmi mengumumkan siapa gerangan pendampingnya.
Belakangan tiba-tiba mencuat nama Gibran Rakabuming Raka yang notabene adalah putra Presiden Jokowi. Nama Gibran kian menjadi buah bibir saat ia diusulkan Partai PSI untuk menjadi Cawapres.
Gayung pun bersambut, sebab Mahkamah Konstitusi dalam putusannya terkait uji materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu memberi ruang bagi Gibran menjadi calon wakil presiden (cawapres) saat ayahnya Joko Widodo, masih menjabat dan berkuasa sebagai presiden pada waktu pemilihan, yaitu 14 Februari 2024.
Dalam putusannya, MK menyatakan seseorang yang di bawah usia 40 tahun bisa menjadi capres maupun cawapres asalkan sedang atau pernah menduduki jabatan negara yang dipilih melalui pemilu, termasuk pemilihan kepala daerah.
Apalagi Gibran pernah mengungkapkan bahwa Prabowo memintanya berkali-kali agar menjadi pendamping Prabowo pada Pilpres 2024 mendatang.
Menyikapi konstelasi politik yang cepat berubah dan atmosfer yang melingkupinya, nama Gibran memanaskan konstetasi.
Pada hemat saya, Gibran hampir pasti dipinang jadi pasangan Prabowo. Sampai hari ini, Kamis (9/10/23) dimulai pendaftaran Capwares/Cawapres dan telah digunakan sebaik-baiknya oleh Pasangan AMIN/Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar/Mahfud MD. Namun, Prabowo belum juga menentukan pasangannya.
Kuat dugaan ini menunggu kedatangan Presiden Jokowi dari kunjungan luar negeri pada Sabtu 21 Oktober lusa. Selanjutnya Prabowo langsung minta restu supaya Gibran dipasangkan dengan dirinya, lalu pada keesokan harinya, 22 Oktober dimumumkan pasangan Prabowo-Gibran.
Seandainya Jokowi tidak setuju dengan berbagai pertimbangan, termasuk isu dinasti, maka Prabowo niscaya berpasangan dengan Khofifah Indar Parawansa atau Erick Thohir, sebagai Anak Emas Jokowi, dengan catatan Erick tidak ditolak oleh kelompok Naga dan sejumlah partai koalisi. Maka harus ada tekanan Jokowi.
Nah, dengan tiga pasang calon presiden dan wakil presiden kita dapat terhindar dari polarisasi seperti yang terjadi pada 2019 lalu. Dengan tiga capres, dukungan tidak akan langsung berhadap-hadapan dan itu bisa mencegah polarisasi.
Tak kalah penting, para pendukung setiap calon tidak terlalu fanatik di pilpres dengan capres yang lebih dari dua pasang. Pendukung yang mendukung pasangan capres dan tidak lolos di putaran pertama pilpres tentu akan mengalihkan dukungan mereka pada capres yang lolos ke putaran kedua.
Maka sedari awal pilpres sampai akhir, penetapan presiden terpilih potensi polarisasi, dan dampak negatif polarisasi bisa diminimalkan. Memang pada putaran kedua, dua pasang capres namun waktunya singkat jadi polarisasi yang terjadi bisa dapat ditekan.
Kita harapkan dengan tiga pasangan calon ini, dan siapapun yang kelak terpilih menjadi presiden dan wakil presiden Indonesia untuk periode lima tahun, dapat membawa negeri kita semakin baik, maju dan sejahtera.