Demokrasi Terancam. Zainal Arifin Mochtar: Mahasiswa UGM Diteror dan Diancam Dibunuh

0
4808
Pegiat antikorupsi Dr. Zainal Arifin Mochtar. ,
- Advertisement -

Indonesia digolongan sebagai negara yang demokrasinya cacat. Ini karena pembatasan dan tindakan represif dalam bentuk pelarangan atas kebebasan berkumpul dan berekspresi.

PINISI.co.id- Dua peristiwa yang mencederai demokrasi Indonesia yang susah payah dibangun BJ Habibie kala jadi presiden pada 1989 lalu,  saat wartawan detikcom mengalami intimidasi, doxing, teror, bahkan diancam akan dibunuh sejak Selasa (26/5/20). Maklum, sang jurnalis menjalankan profesinya sebagai wartawan  yang mewartakan tentang salah satu kegiatan Presiden Joko Widodo di Mal Bekasi beberapa waktu lalu.

Terakhir, sejumlah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (UGM) mendapat intimidasi. Rencana penyelenggaraan diskusi bertajuk ‘Persoalan Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan’ itu justru menjadi polemik dan berbuah teror.

Selain itu, Guru Besar Hukum Tata Negara UII Nimatul Huda yang diundang sebagai narasumber juga mengaku mendapat intimidasi sehingga acara diskusi daring ini dibatalkan pada 29 Mei, Jumat kemarin.

Menurut pakar hukum tata negara asal Makassar yang juga dosen UGM, Zainal Arifin Mochtar, mahasiswa yang menjadi panitia diskusi mengaku kepadanya telah mendapat teror. “Mereka mendapatkan ancaman pemanggilan dari orang yang mengaku dari kepolisian  dan ada ancaman mau dibunuh,” kata Uceng, sapaan karib Zainal Arifin Mochtar.

- Advertisement -

Ada upaya, ujar Uceng, dari orang tidak bertanggung jawab yang mengaku dari kepolisian hendak melalukan penangkapan. Ia juga mengungkapkan ada orang yang mengklaim dari organisasi akan melakukan pembunuhan. “Polisi seharusnya mengejar orang yang melakukan pengancaman ini. Sebab, nama lembaga kepolisian digunakan untuk mengancam orang,” jelas Uceng.     

Uceng terus terang mengaku, ada empat anggota panitia dan nara sumber diskusi yang diancam termasuk keluarga mereka. “Bahkan peneror meretas akun WA milik pembicara dan panitia,” ucap pegiat antikorupsi ini.

Hingga kemarin, Jumat (29/5/20) pembicara dan panitia kemungkinan melaporlan kasus ini kepada kepolisian. 

Tingginya kecenderungan pembungkaman suara-suara kritis kepada pemerintah, menyebabkan indeks demokrasi Indonesia pada 2019 turun sehingga digolongkan sebagai negara dengan demokrasi cacat. Oleh The Economist Intelligence Unit (EIU) merilis bahwa demokrasi Indonesia berada di angka 6.48 dan termasuk dalam demokrasi yang cacat (flawed democracy). 

“Pemerintah juga tidak bisa lepas tangan mengabaikan laporan tersebut. Kualitas demokrasi menjadi salah satu tolak ukur sebuah negara menghargai warga negaranya,” kata peneliti KontraS, Rivanlee Anandar.

Rivanlee menjelaskan, kondisi flawed democracy menandakan pembatasan dan tindakan represif dalam bentuk pelarangan atas kebebasan berkumpul dan berekspresi. Tindakan represif bukan cuma dilakukan oleh kelompok masyarakat yang dibiarkan oleh aparat, tetapi juga dilakukan oleh aparat penegak hukum sendiri. [Lip, Koran Tempo 30-31 Mei 2020]

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here