Kolom Fiam Mustamin
PARFI organisasi priofesi tertua dalam perfilman. Diinisiasi kekahiraannya oleh seniman budayawan Usmar Ismail, Djamaluddin Malik dan Suryo Sumanto tahun 1956.
Kemudian dimufakati Suryo Sumanto sebagai Ketua Umum yang disuport oleh Ibu Negara Fatmawati Soekarno.
Ketua Umum menghibahkan rumahnya di Jalan Kramat V sebagai kantor sekretariat.
Ketiganya tercatat sebagai Tokoh Perfilman Indonesia dan Pahlawan Nasional dengan karya film yang diciptakan mengandung semangat idealisme dan perjuangan mencapai dan mempertahankan kedaulatan kemerdekaan.
Mengenal PARFI
AWAL 1970 an saya mengenal PARFI dengan para pemain yang terlibat di produksi film di Makassar, antara lain Sofia WD, Rahmat Hidayat, WD. Mochtar, Arifin C.Noor, penulis skenario, Bay Isbahi sutradara dan Danarto, art director.
Dengan adanya produksi film di daerah : Teror di Sulsel tahun 1960 an, La Tando di Toraja, Di Ujung Badik dan Sanrego di tahun 1970 an mempercepat dibentuknya PARFI Cabang Makassar yang diketuai Ramiz Parenrengi.
Di Jakarta saya mengenal Ibu Sofia WD, Ketum PARFI setelah Suryo Sumanto dan seterusnya ke Soedewo, Sukarno M. Noor dan Ratno Timoer.
Empat pemilihan Ketum itu dilakukan secara demokratis lewat musyawarah dan mufakat.
Pemilihan langsung one men one vote pada pemilihan dua kandidat Ratno Timoer dan Dicky Zulkarnaen tahun 1986.
Dua periode kepengurusan Ratno Timoer, saya mendapat kepercayaan sebagai Kepala Humas merangkap Kepala Kantor.
Di PARFI saya berinteraksi dengan aktor aktris senior dan insan film lainnya sehingga saya dapat terlibat dalam Festivall Film Indonesia dan Asia Pasific. Bahkan terlibat mejadi kru pencatat sekript di beberapa film.
Di era itu organisasi perfilman yang disebut Panca Tunggal ( Keartisan, Karyawan kreatif, Produser dan Bioskop / distribusi) berada dalam satu lembaga : Dewan Film Nasional/ DFN yang merumuskan kebijakan visi dan proteksi karya film yang berwawasan Kultural dan Edukatif.
Dengan itu maka semua film yang akan diproduksi perlu melalui tahapan analisa script/ skenario yang menjadi rekomendasi dari PARFI dan KFT/ karyawan film untuk diterbitkannya izin produksi film dari Departemen Penerangan.
Apakah seleksi itu diperlukan saat ini ?
Perlu dibicarakan bersama dengan pemangku kebijakan cq Departemen Kebudayaan dalam perspektif film sebagai produk budaga bangsa.
Rekomendasi organisasi profesi keartisan dan kayawan film memberi proteksi eksistensi kepada artis dan karyawan film dan karyanya yang dipertanggungjawabkan.
Tinggal Kenangan
KRAMAT V dan Pusat Perfilman Usmar Usmail runtuh tak menyisahkan identitas atas kelalaian pemangku kekuasaan yang gagal paham dengan sejarah perjuangan bangsanya.
Adakah jalan pembangunan yang tidak menghilangkan identitas sejarah dan peradaban ?