PINISI.co.id- Gerakan KITRA TNI-Polri merupakan langkah rekonstruksi terhadapa sistem kompensasi yang diterima TNI Polri. Karena itu, pemerintah tidak boleh bersembunyi dibalik keterbatasan APBN, sebab berhubungan dengan ketahanan dan keamanan negara.
Menurut Guru Besar Ekonomi Pembangunan Universitas Lambung Mangkurat Prof. Achmad Alim Bachri, SE, M.Si, dalam diskusi daring KITRA, (27/07/2020), tuntutan KITRA tidak bisa ditawar dalam mewujudkan TNI-Polri profesional dan bermartabat. Alim Bachri memaparkan, kompensasi merupakan balas jasa setimpal yang diberikan kepada TNI-Polri sebagai aparat negara, prinsip kompensasi harus berdasar prinsip keadilan, mempertimbangkan internal equity maupun eksternal equity, dalam perspektif human resource manegement.
Alim Bachri mengungkapkan sistem kompensi yang diterapkan belum mendasarkan pada prinsip keadilan, karena menyamakan kompensasi antara TNI Polri dengan ASN, serta aparat negara lain, padahal tugas dan tanggung jawab institusi ini berbeda-beda.
“Tugas TNI Polri berbeda dengan hakim, dan ASN. Tantangan di setiap institusi challengenya berbeda, maka tentunya kompesasinya pun harus berbeda,” ujar Alim Bachri.
Dijelaskan, dalam sistem ekonomi, yang perlu diperhatikan setiap profesi aparat negara itu berbeda. Asumsinya kalau barangnya berbeda, kalau jasanya berbeda pasti harganya pun berbeda. Tidak boleh sama rata, sama rasa. Justru tidak adil kalau semua disamaratakan, justru ini pelanggaran kaidah ekonomi secara mendasar.
“Kalau ada barang dan jasa dijual di pasar tidak perduli berapa pun biaya produksinya, tapi harganya sama di pasar, tentunya hal ini tidak adil dan keliru,” imbuh Ketua BPW KKSS Kalsel ini.
Menurut mantan Wakil Rektor II Universitas Lambung Mangkurat ini, tugas, peran dan tanggung jawab TNI Polri yang menuntut totalitas dengan segala risiko, harus menjadi pembeda kompensasi dengan aparat negara lainnya.
“Jika saya sebagai dosen tidak ada risiko berhadapan dengan senjata dan bahaya, maka kompensasinya tidak bisa sama dengan TNI Polri yang berhadapan dengan kejahatan,” tuturya.
Sehingga, kata Alim Bachri, bila kita mau menegakkan keadilan maka semestinya pendekatan kompensasi, penentuan standar kompensasi mesti mempertimbangkan berdasar risiko, tugas-tugas keamanan dan pertahanan negara.
Dalam pandangan Alim Bachri, hitungan kalkulasi kompensasi bagi TNI Polri, sejatinya menggunakan matematika keuangan sederhana saja. Jangan sampai gara-gara kesalahan sepele garda terdepan negara ini hancur, tiada guna menyesal kemudian. Maka tidak ada jalan lain KITRA harus terus tegak kepalanya memperjuangkan nasib dan kompensasi TNI POLRI karena menyangkut keberlanjutan peradaban bangsa Indonesia.
“Karena menyangkut kepentingan bangsa dan negara maka tuntutan KITRA menaikkan Rp 50 juta perbulan gaji TNI-Polri tidak bisa ditawar,” kunci Alim Bachri. [Nkripost]