Oleh : MUSLIMIN MAWI
Di bawah sinar matahari pagi Jakarta, langkah Andi Amran Sulaiman menapaki halaman Istana Negara dengan hati berdebar. Pada hari Senin 21 Oktober 2024, ia kembali dipercaya menjadi Menteri Pertanian Republik Indonesia, sebuah amanah besar yang tak hanya menuntut kepiawaian manajerial, tetapi juga keteguhan jiwa. Bagi putra Bugis ini, jabatan bukanlah mahkota kebanggaan, melainkan ladang pengabdian. Tepuk tangan dan kilatan kamera sontak memenuhi Istana Negara. Namun di balik sorot lampu dan riuh wartawan, batin Andi Amran justru diliputi keheningan yang dalam.
“Jabatan ini bukan kemegahan,” gumamnya pelan. “Ini ujian”.
Ia teringat petuah mendiang ayahnya di kampung Bone:
“Resopa temmangingngi namalomo naletei pammase dewata”.
Hanya dengan kerja keras yang tulus dan keteguhan hati, rahmat Tuhan akan tercurah.
Falsafah Bugis yang diwariskan turun-temurun itu bukan sekadar nasihat, melainkan kompas hidup.
Amanah yang Lebih Berat dari Pujian
Sebagai pengusaha yang tumbuh dari anak serdadu pangkat rendah, Andi Amran mengerti arti keringat rakyat. Ia tahu, jabatan menteri bukanlah mahkota untuk dielu-elukan, melainkan amanah yang kelak dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT.
Ia teringat firman-Nya:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya dan apabila menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil” (QS. An-Nisa:58).
Bagi Andi Amran, pujian publik hanyalah riak permukaan. Ridho Allah-lah tujuan sejati. Ia kerap mengingatkan staf terdekatnya, “Jika hidup ini hanya untuk mencari pujian makhluk, kita tak akan pernah mendapatkannya. Tetapi bila kita hidup untuk mencari ridho Allah, di situlah kemenangan yang hakiki”.
Siri’ na Pacce: Warisan Bugis yang Menyala
Dalam setiap keputusan, Andi Amran berpijak pada Siri’ na Pacce, falsafah Bugis-Makassar yang telah membentuk karakternya sejak kecil.
Siri’ (harga diri, martabat) menuntunnya menolak segala praktik korupsi dan menegakkan kejujuran di setiap kebijakan pangan.
Pacce (empati dan solidaritas) menyalakan kepekaan untuk mendengar derita petani: dari sawah yang kekeringan, petani yang sulit pupuk, hingga pasar yang penuh ketidakpastian.
“Pemimpin tanpa siri’ adalah ibarat kapal tanpa haluan,” kata leluhurnya dulu. Kalimat itu terus terngiang ketika ia menyusun strategi swasembada beras dan program ketahanan pangan nasional.
Kepemimpinan yang Menggerakkan
Dalam pandangan akademis, Andi Amran menerapkan transformational leadership: membangkitkan semangat petani, mendorong kolaborasi lintas kementerian dan menyalakan optimisme swasembada.
Ia menolak gaya kepemimpinan satu arah. Bagi Andi Amran, kementerian adalah rumah kolektif: kebijakan lahir dari diskusi ilmiah, data lapangan dan suara petani. Pendekatan ini sejalan dengan nilai getteng – keteguhan hati yang tak goyah oleh tekanan pasar maupun politik.
Langkah Nyata
Sejak dilantik, ia langsung menyiapkan agenda prioritas:
Ketahanan Pangan Berkelanjutan melalui diversifikasi komoditas dan inovasi teknologi.
Peningkatan Kesejahteraan Petani lewat akses permodalan dan jaminan harga hasil panen.
Digitalisasi Rantai Pasok, memastikan distribusi pangan lebih transparan dan efisien.
Bagi Andi Amran, program ini bukan sekadar rencana lima tahun, tetapi wujud pengabdian pada negeri dan bukti hormat pada jerih payah petani.
Cahaya Ridho Ilahi
Malam setelah pelantikan, Andi Amran menepi di teras rumah tempat tinggalnya. Lampu kota “Berpendar jauh” atau cahaya yang dipancarkan, dipantulkan secara redup dari kejauhan, seolah mengingatkan betapa luasnya tanggung jawab yang kini ia emban. Ia menutup mata, berbisik lirih,
“Ya Allah……., jadikanlah jabatan ini jalan ibadah, bukan panggung kebanggaan.”
Di balik kesunyian itu, ia merasakan ketenangan yang sulit diungkapkan: ketenangan seorang pemimpin yang memilih ridho Ilahi di atas segala gemerlap dunia.
Pesan yang Menginspirasi
Kisah Andi Amran Sulaiman adalah potret nyata bahwa kepemimpinan bukanlah perihal sorak-sorai, tetapi tentang keberanian menempuh jalan sunyi penuh tanggung jawab. Dengan Siri’ na Pacce sebagai fondasi, ia menyalakan cahaya pengabdian yang memadukan keteguhan hati, empati sosial dan keikhlasan beribadah.
Bagi Andi Amran, menjadi Menteri Pertanian bukanlah panggung kebanggaan, melainkan panggilan jiwa untuk pengabdian bagi negeri tercinta, jalan panjang yang mungkin sepi pujian, tetapi penuh keberkahan.
Inti Pesan:
Menjadi pemimpin sejati berarti berani menolak godaan popularitas demi menegakkan amanah. Dalam setiap kebijakan dan langkah, hanya ridho Allah SWT yang pantas dikejar.
Eramas 2000, 12 September 2025
Penulis: Aktivis dan Pemerhati Organisasi