Kita Butuh Siswa dan Guru yang Cakap Literasi

0
59
- Advertisement -

Kolom Bachtiar Adnan Kusuma

Tokoh Literasi

Tidak ada transformasi yang dapat dicapai tanpa dengan pendekatan pendidikan. Selain karena pendidikan erat kaitannya dengan kecakapan membaca dan menulis, juga dalam berbagai kesempatan, penulis selalu menyampaikan kalau gerakan membaca dan menulis tak hanya siswa yang diajak memiliki kemampuan literasi. Namun yang lebih penting lagi adalah guru-guru pun perlu didorong memiliki kecakapan literasi yang mumpuni.

Membudayakan gerakan membaca dan menulis haruslah dimulai dari setiap rumah tangga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Ada satu kekeliruan yang selama ini, bahwa gerakan membaca hanya diarahkan pada anak didik.

Namun masih kurang menggelinding penulis mendengar adanya gerakan kepala sekolah membaca, gerakan guru membaca dan gerakan tata usaha sekolah membaca buku. Inilah yang penulis tegaskan dan sampaikan bahwa gerakan literasi adalah gerakan simultan yang semua pihak harus terlibat di dalamnya, ikut serta mengambil bagian.

Inilah yang penulis tegaskan saat diundang menyampaian motivasi literasi dalam berbagai forum sekolah, kampus dan forum masyarakat di berbagai tempat.

Penulis memberi penghargaan karena Forum Jumat Athirah merupakan kegiatan pengembangan kompetensi individu dan organisasi di lingkup Sekolah Islam Athirah. Penulis diundang beberapa waktu lalu menjadi pembicara di mana kegiatannya diikuti segenap pimpinan, manajemen, guru, staf, dan karyawan Sekolah Islam Athirah baik yang ada Kajaolaliddo maupun di Bukit Baruga Makassar.

Karena itu, jika berbicara literasi, sama halnya berbicara keteladanan. Guru sebaiknya membiasakan diri membaca. Bacalah buku 25 menit sebelum mengajar. Perbanyak bacaan kita. Siapa yang banyak membaca buku, ia banyak menguasai referensi. Kecakapan menulis erat kaitannya dengan kebiasaan membaca. Mari bangun kebiasaan membaca dan menulis. Karena hanya dengan kebiasaan membaca yang rutin, otomatis membuka ruang bisa menulis dengan baik. Karena buku adalah produk peradaban.

Buku bukan sekedar kumpulan kertas, tetapi buku menawarkan kehidupan baru. Membaca buku selama 1 menit, membuat kita bisa menguasai 300 kata. Dengan membaca 15 menit, kita menguasai 4.500 kata.

Nah, di setiap satuan pendidikan, gerakan literasi bisa dimulai dengan mengajak siswa membaca dan menulis di hari khusus yang ditentukan.

Langkah lain, dengan memperbanyak kompetisi. Mestinya sekolah memberi penghargaan kepada siswa yang rajin ke perpustakaan sekolah. Dalam rangka membangun kebiasaan membaca buku, sekolah memperbanyak lomba menulis. Penulis menekankan, tak ada perubahan yang bisa dilakukan tanpa pendekatan pendidikan. Berbicara pendidikan, ujung-ujungnya adalah membaca.

Makanya, tak ada sebuah perubahan yang bisa kita capai tanpa pendekatan pendidikan. Negara yang minim Sumber Daya Alam (SDM) bisa maju karena memiliki kekayaan Sumber Daya Manusia (SDM).

Saat Jepang hancur akibat bom Hirosyima dan Nagasaki, orang yang pertama kali muncul dan memberi pernyataan inspiratif adalah Kaisar Hirohito, ia mencari guru. “ Berapa banyak guru yang masih hidup” kata Kaisar Hirohito. Artinya, Kaisar Hirohito ingin melakukan restorasi melalui pendidikan.

Gerakan literasi haruslah dimulai dari lingkungan keluarga. Kita butuh keteladanan dari orang tua. Luangkan waktu dalam sehari semalam untuk membaca buku. Setelah itu, melangkah ke lingkungan sekolah dengan menggiatkan gerakan literasi sekolah.

Pertanyaanya, apakah kita mampu menjadikan kebiasaan membaca dan menulis sebagai bagian dari karakter dan perilaku kita? Kebiasaan membaca dan menulis bisa saja menjadi karakter dan perilaku, asal saja dibentuk sejak dini. Kita butuh figur pendidik yang bisa menjadi leader strong terdepan menggerakan kebiasaan membaca. Kuncinya, dimulai dari diri sendiri, keluarga, kemudian ke masyarakat.

Mengajak membaca dan menulis tak sekadar diksi atau retorika, apalagi program berbasis anggaran. Namun lebih penting lagi, membaca dan menulis haruslah menjadi sikap, karakter dan komitmen diri setiap guru, pendidik dan tokoh masyarakat betapa pentingnya membaca dan menulis sebagai bagian integral pendididikan.

Kalau saja membaca dan menulis telah menjadi budaya, karakter dan perilaku bersama, maka sesungguhnya bangsa kita bisa menjadi bangsa yang besar karena masyarakatnya telah melek literasi. Hanya bangsa yang memiliki kemampuan melek literasi baca dan tulis, bisa menjadi bangsa tederpan. Siapa yang menguasai ilmu pengetahuan, maka mereka akan sejahtera hidupnya” Knowledge Drive of Economy”.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here