PINISI.co.id — Kerusuhan yang menimpa Wamena, Provinsi Papua pada 23 September 2019 lalu menelan korban jiwa puluhan orang dan ratusan luka-luka. Penduduk Wamena khususnya para pendatang dari berbagai daerah termasuk warga Sulawesi Selatan termasuk yang paling banyak terdampak dari konflik etnis tersebut.
Dalam diskusi bertajuk Wamena dalam Perspektif Penanganan Jangka Panjang yang dihelat Ikatan Alumni (IKA) Universitas Hasanuddin di Jakarta, Jumat sore (11/10/2019) digambarkan bahwa berbagai faktor yang tidak berdiri sendiri menyebabkan kerusuhan meletup hingga memakan korban anak-anak bangsa sendiri.
Menurut Ketua Bidang Oragansasi dan Keanggotaan IKA Unhas Muchlis Patahna, yang menjadi pemakalah pada diskusi lepas tersebut, selama ini kita melihat Papua sebagai ladang tambang yang dieksplorasi. Namun, kendalinya berada di tangan asing sehingga pendekatannya lebih menekankan pada aspek keamanan. “Logikanya, modal asing akan lari kalau tidak ada jaminan keamanan, sementara gangguannya datang dari gerakan separatis yang didukung LSM asing,” ungkap Muchlis yang juga Wakil Ketua Umum Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan ini.
Dalam pandangan Muchlis, kekayaan alam Papua sejak era Orde Baru dikeruk dan dieksploitasi habi-habisan, kemudian dibawa keluar, sementara di sisi lain, pembangunan fisik, pendidikan dan ekonomi berjalan sangat lamban. Hal ini lalu menimbulkan ketidakseimbangan dan ketimpangan sosial. Belum lagi kekayaan alam tidak sepenuhnya dapat dinikmati oleh penduduk Papua.
“Karena itu, pemerintah semestinya melakukan affirmative action dalam pendekatan dan pembangunan budaya. Jadi sejak usia SMP dan SMA seharusnya mereka didorong untuk keluar dari Papua untuk mengikuti pendidikan lanjutan agar melebur dengan suku bangsa lainnya seraya mempelajari adat istiadat dari saudaranya dari etnis lainnya. Sehingga pada gilirannya, mereka akan mudah beradaptasi dan melebur dengan mahasiswa lain,” papar Muchlis.
Muchlis menuturkan bahwa salah satu cara untuk meredam ‘api dalam sekam’ di Papua, dan meminimalisir kecemburuan sosial, adalah mencari bibit-bibit unggul anak Papua dalam berbagai bidang untuk dijadikan sebagai kebanggaan bangsa, sehingga mereka juga merasa punya tempat istimewa di rumah Indonesia ini.
Dalam diskusi tersebut hadir juga sebagai pemrasaran mantan Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo dan juru bicara wakil presiden Husain Abdullah.
[Lip]