Kolom Bachtiar Adnan Kusuma
Siapa bilang orang Bugis adalah pelaut? Adalah novelis terkemuka dari Polandia plus Britania, Josep Conrad yang pertamakali memberi istilah kalau orang Bugis adalah Pelaut. Cerita Conrad dalam novelnya berangkat dari pengecapannya melihat perahu-perahu berlabuh di Bandar Indonesia, dan bangsa Bugis sebenarnya adalah bangsa yang tidak dikenal di nusantara. Pada sisi lain, banyaknya perahu Bugis pada abad ke-19 terlihat berlabuh di Singapura sampai ke Papua, Philipina hingga ke pantai barat laut Australia. Ada juga beranggapan bahwa orang Bugis pernah menyeberangi Samudra Hindia sampai ke Madagaskar. Tak heran kalau orang beranggapan kalau orang Bugis adalah pelaut ulung di Asia Tenggara.
Yang benar orang Bugis adalah petani. Karena kegiatan maritim baru berkembang pada abad ke-18 masehi. Sementara perahu pinisi yang tersohor dan dinilai berusia ratusan tahun baru ditemukan pada abad ke-19 hingga dekade 1930-an. Istilah kalau orang Bugis adalah bajak laut tidaklah benar.
Yang menarik dari orang Bugis karena memiliki tradisi sastra yang amat gemilang baik lisan maupun tulisan. Salah satunya epos sastra terbesar di dunia, yaitu La Galigo yang lebih mahakarya dari cerita Mahabrata dari India.
Budaya tulisan sebenarnya oleh orang Bugis telah dikenal sejak abad ke-14 Masehi. Nah, mengapa budaya baca dan budaya tulis kita belum juga maju? Adalah buku Manusia Bugis, karya Christian Pelras, sebuah buku berdasarkan riset berjumlah 449 halaman menarik untuk dibaca. Buku Pelras diterbitkan Nalar pada 2005.