Kolom Fiam Mustamin
MEMAHAMI inti suatu persoalan dan memberi pandangan pencerahan dari persoalan itu, tanpa ada yang disalahkan/dikorbankan.
Tafsiran seperti itu judul tulisan di atas yang dengan fasih dalam bahasa Bugis menjadi pembuka kata almukarram Andi Jamaro Dulung, disingkat AJD dalam sambutan di forum-forum majelis KKSS khususnya.
Saya mengenalnya di akhir periode kepengurusan Ketua Umum KKSS, Beddu Amang tahun 1990.
Ketika itu AJD datang ke KKSS atas nama komunitas warga/Mahasiswa Pasca Sarjana dari Bandung bersama Mansyur Ahmad untuk mengikuti Mubes KKSS di gedung Pencak Silat Taman Mini Indonesia Indah.
Tidak ada perdebatan dengan tokoh muda intelektual itu, mereka datang dengan inovasi dan wawasan yang memperkaya eksistensi KKSS dari kalangan cendekiawan muda KKSS.
Sejak itu saya selalu berinteraksi dengan tokoh muda intelektual ini, khususnya dengan AJD yang memiliki pemahaman luas tata peradatan dalam pergaulan kehidupan kemasyarakatan dalam ber- KKSS khususnya.
Meskipun kemudian saya tidak menjadi operator sekretariat KKSS pasca ketua umum Pak Beddu, kami terus berinteraksi selain karena kesepahaman nilai tata pangadereng juga karena ikatan hubungan emosional sekampung seleluhur kelahiran Tana Soppeng.
Saya bersyukur bertemu dengan AJD sebagai kerabat komunitas dari masa kecil di lingkungan saoraja Watanlipue Kampong Baru Tajuncu, di kota Watansoppeng dan Makassar mengenal Datu Mappejanci sahabat se almamater APDN orang tua saya Hasanuddin Manna.
Harapan dengan AJD
SAYA melihatnya dan menempatkan AJD sebagai kader bangsa yang mumpuni dengan latar belakang organisasi pergerakan yang telah dijalaninya, diperkuat dengan pemahaman saya dengan trah Abbatireng/kelaikan menjadi pemimpin sebuah kaum dari bawaan genetis.
Dalam pemahaman bahasa Lontara kita mengenal hirarki kekuasaan :
Rusa taro arung, tenrusa taro ade, rusa taro ade tenrusa taro amang, rusa taro amang tenrusa taro to maega.
Maknanya: batal ketetapan raja tidak batal ketetapan ade, batal ketetapan adat tidak batal ketetapan kaum, batal ketetapan kaum tidak batal ketetapan rakyat, seperti dikutip dalam Lontara Latoa Mattulada.
AJD menyapa saya dengan santun sebagai kakak dan sayapun terbuka mengekspresikan harapan-harapan saya kepadanya untuk berkompetisi menjadi kandidat Ketua Umum KKSS, Bupati Soppeng dan Gubernur Sulawesi Selatan.
Saya sering mendengar uraian pandangan AJD tentang kekuasaan/demokrasi ditangan rakyat untuk rakyat, J.J. Rosseau tentang Volente Generale atau kehendak umum.
Tindakan pemerintahan ketetapan hukum yang dijalankan di Luwu :
Takaranku kupakai menakar, timbanganku kupakai menimbang, yang rendah saya tempatkan di bawah, yang tengah saya tempatkan di tengah, yang tinggi saya tempatkan di atas. ( Latoa Mattulada 1975).
Hal itu dalam Lontara disebut Mangelle Pasang Massolompawo/air pasang yang tak terbendung.
Perlu diketahui AJD adalah turunan darah dari gen La Mallarangeng Datu Lompule Soppeng memperisterikan We Tenri Laliang payunge ri Luwu melahirkan La Maddusila Karaeng Tanete melahirkan Tenri Borong Daeng ri Lakke melahirkan 5 putera Opu Bersaudara, kawin mawin di rantau dengan puteri raja, yang kemudian menjadi Raja Yang di Pertuan Muda di negeri Melayu, Brunei, Johor, Tanasik, dan Riau Lingga.
Tak heran AJD pernah menerima gelar Darjah Kebesaran atau gelar adat dari Kerajaan Mempawah Amantubillah, Pontianak, Kalimantan Barat.
Beranda Inspirasi Ciliwung 17 Mei 2021