Catatan Ilham Bintang
Presiden Jokowi memastikan akan penuhi janjinya membuka Munas Kadin Indonesia 30-31 Juni di Kendari, Sulawesi Tenggara.
Kepastian itu disampaikan oleh Ketua Umum Kadin Indonesia, Rosan Perkasa Roeslani seusai bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (28/6/2021).
Pernyataan itu sekaligus menjawab keresahan sebagian pengurus dan anggota Kadin yang dua hari lalu meminta perlehatan itu ditunda karena makin mengganasnya penularan Covid19 dua pekan terakhir di Tanah Air.
Data harian kasus Covid19 seminggu ini mencatat rekor. Secara Nasional tanggal 28/6 Juni lebih 20 ribu kasus positif baru. Semua RS penuh. Beberapa kota sudah melakukan lockdown. Di Sulawesi Tenggara sendiri penularan virus semakin meningkat. Kendari malah mengalami lonjakan rata-rata harian lebih dari delapan kali lipat dari semula hanya tiga kasus per hari di awal bulan. Data per 28/6 menjadi 47 kasus. Kendari mencatat pula dua warganya wafat justru setelah melakukan vaksinasi.
“Alhamdulillah bapak presiden mendengarkan dan tentunya Insya Allah bapak presiden akan menghadiri acara Munas Kadin di Kendari,” kata Rosan P Roeslani kepada wartawan.
Acara Munas maupun vaksinasi akan digelar di ruangan terbuka dengan menerapkan protokol kesehatan yang sangat ketat. Salah satunya, PCR test bagi semua peserta Munas yang hadir di Kendari nanti. “Semuanya mengacu pada protokol kesehatan yang sangat ketat,” tambah Rosan P Roeslani.
Munas hanya akan dihadiri oleh 100 orang secara tatap muka dari semula 200. Jadwalnya pun dipangkas dari 30 Juni sampai 2 Juli menjadi 30 – 31 Juni.
Hari Senin Rosan menghadap Presiden Jokowi di Istana bersama Anindya Bakrie dan Arsyad Rasyid, dua kandidat Ketua Umum Kadin priode baru. Pertemuan dengan Presiden membuahkan hasil kesepakatan. Anin dan Arsyad akan memimpin Kadin priode baru. “Anin menjadi Ketua Dewan Pertimbangan, sedangkan Arsyad menjadi Ketua Umum Kadin baru,” papar Rosan.
Ibarat perkawinan, di Munas di Kendari nanti panitia tinggal mengumumkan “kedua mempelai” Anin dan Arsyad sudah melaksanakan ijab kabul di Istana Senin (28/6). Presiden sebagai “penghulunya”.
Dalam artikel ” Gonjang Ganjing Munas Kadin di Kendari ” Senin ( 28/6 ), saya menulis begini : “Sumbu persoalan ini berada di tangan Jokowi. Yang kekuasaannya sebagai Presiden RI, omnipoten. Kita tunggu saja seperti apa keputusan Jokowi.” Kalimat itu menjadi penutup tulisan.
Pengumuman kesepakatan sebelum Munas berlangsung tentu saja tak lazim dalam organisasi apa pun. Hatta, Kadin sendiri yang menurut klaim pengurusnya independen.
Kaledo
Kendari semula dikenal dengan nama Teluk Kendari. Kota ini berpenduduk 400 ribu jiwa yang menghuni wilayah seluas 298,89 km2 atau 0,7 persen dari luas wilayah daratan Sulawesi Tenggara.
Sejarah Kendari, menurut catatan Wikipedia, sejak dahulu telah dikenal oleh pelaut-pelaut Nusantara maupun Eropa sebagai jalur persinggahan perdagangan laut dari dan menuju Ternate atau Maluku. Pada Kartografi Portugis kuno awal abad ke-15 telah menunjukkan adanya perkampungan di Pantai Timur Celebes atau Sulawesi yang dinamakan Citta dela Baia di pesisir teluk bernama Baia du Tivora yang identik dengan Teluk Kendari. Dalam sastra lisan tua suku Tolaki, wilayah Teluk Kendari disebut dengan nama Lipu I Pambandahi, Wonua I Pambandokooha yang merupakan salah satu daerah di pesisir timur Kerajaan Konawe.
Pada tahun 1828, seorang pelaut bernama Jacques Nicholas Vosmaer mendapat tugas dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk melakukan observasi terhadap jalur perdagangan di pesisir timur Sulawesi. Peta pertama Teluk Kendari di buat pada 9 Mei 1831 dan sejak 6 Februari 1835 teluk Kendari disebut sebagai Vosmaer’s Baai atau Teluk Vosmaer melalui Surat Keputusan Jenderal Van Den Bosch di Batavia. Dalam catatan perjalanannya yang berjudul Korte Beschrijving van het zuid oostelijk schiereiland van Celebes, Vosmaer menuliskan tertarik akan keindahan Teluk Kendari, setelah mendapat izin dari Tebau sebagai penguasa wilayah timur Kerajaan Konawe pada tahun 1932, Vosmaer kemudian mendirikan kantor dagang dan membuatkan istana Tebau dari Lepo-Lepo ke Teluk Kendari. hal inilah yang merupakan titik tolak perkembangan Kendari menjadi kota pusat pemerintahan dan perdagangan.
Penamaan Kendari sendiri berasal dari kata “Kandai” yaitu alat dari bambu atau kayu yang dipergunakan penduduk teluk Kendari untuk mendorong perahu, dari kata Kandai inilah kemudian diabadikan menjadi kampung Kandai dan pengembangan dari kata Kandai selanjutnya dalam berbagai literature terakhir disebut Kendari.
Pada masa pemerintahan kolonial Belanda dan pendudukan Jepang, Kendari yang hanya seluas ± 31,40 km2 saat itu, adalah wilayah Kewedanaan sekaligus Ibu kota Onder Afdeling atau Bun Ken Laiwoi. Kendari berubah dari ibukota kecamatan kemudian berkembang menjadi ibukota Kabupaten Daerah Tingkat II berdasarkan Undang-undang Nomor 29 Tahun 1959.
Penerbitan Perpu Nomor 2 Tahun 1964 Jo. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1964, menandai ditetapkannya Kendari sebagai Ibukota Provinsi Sulawesi Tenggara yang masih terdiri dari dua wilayah kecamatan, yakni Kecamatan Kendari dan Kecamatan Mandonga dengan pertambahan luas wilayah ± 75,76 km2. Kemudian Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1978 mengubah status Kendari menjadi Kota Administratif yang meliputi tiga wilayah kecamatan, yakni Kecamatan Kendari, Mandonga dan Poasia dengan 24 desa.
Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan Kota Kendari, maka dikeluarkanlah Undang-undang nomor 6 tahun 1995 Kota Kendari sebagai Kota Madya Daerah Tingkat II.
Kuliner terkenal di Kendarinya, salah satunya Sop Kaledo. Kaledo akronim : kaki lembu Donggala. Bagus dinikmati untuk meningkatkan imunitas.