Pelajaran Berharga Ardi Bakrie & Nia Ramadhani

0
804
- Advertisement -

Catatan Ilham Bintang

Saya mengenal pribadi Ardiansyah Bakrie ( Ardi) sebagai anak muda yang baik. Hangat. Familiar. Santun. Begitu juga kakaknya, Anin (Anindya Bakrie).

Rasanya, hampir semua anak pasangan Bang Abu Rizal – Mbak Taty yang saya kenal, berpembawaan seperti itu.

Saya juga mengenal baik Nia Ramadhani, istri Ardi. Sejak Nia masih bocah. Ayahnya, almarhum Pia Ramadhani almarhum, sahabat saya sejak lama.

Pia Ramadhani dan Bang Abu Rizal Bakrie mengajak Ardi -Nia ketika menghadiri resepsi pernikahan putera kami di Balai Sudirman, Jakarta, 30 Maret 2011. Kami terharu. Betapa rendah hati keluarga ini.

- Advertisement -

Pada Hari Pers Nasional 2019 di Surabaya saya dengan Ardi satu pesawat pulang ke Jakarta. Kami menumpang pesawat pengusaha James Ryadi. Dalam penerbangan itu ada Anin, John dan Henry, putra James. Serta beberapa kawan pemimpin redaksi media Nasional. Malah, sewaktu ke bandara kami satu mobil juga. Bersama Anin. Saya sempat memuji kekompakan dua kakak adik itu : Anin dan Ardi.
Ardi menceritakan kegiatannya membina olahraga FOBI dan balap motor.

Bangun tubuh Ardi besar dan tinggi. Atletis. Tampak kokoh, ciri anak muda yang merawat diri.

Sebelum pandemi, saya terakhir bertemu Ardi di Djakarta Theater, pada peringatan HUT TVOne dua tahun lalu. Seperi biasa, senyumnya mekar menyambut dan menyapa para tamu. Selebihnya banyak menonton dia tampil dalam acara One Pride dan One Prix yang disiarkan di TVOne.

Di TV berita terkenal itu Ardi pernah menjadi Dirut. Terakhir menjabat sebagai Komisaris Utama. Dalam berbagai peringatan hari besar Nasional Ardi lah yang tampil menjadi ikon TVOne menyampaikan ucapan selamat.

Memori baik tentang Ardi itu, masih erat melekat di benak, ketika diberitakan tetangkap polisi karena mengkonsumsi narkoba. Sulit mempercayai tetapi faktanya begitu.

Apa yang terjadi pada Ardi?

Saya menitikkan airmata saat menyaksikan dia berdua dengan Nia, dikawal polisi bersenjata laras panjang saat ditangkap. Mengimpresikan seakan mereka melakukan kejahatan besar.
Keterangan polisi yang menyebut
“Ardhi menyerahkan diri” semakin mengacaukan pikiran.

Kasus apa ini sebenarnya?

Saya lalu membaca semua berita di media online yang memberitakan kasus itu. Membaca keterangan polisi yang menjelaskan kronologi peristiwa.
Begitu juga keterangan konferensi pers Kapolres Jakarta Pusat yang disiarkan secara langsung oleh TVOne Sabtu (10/7) petang.

Stasiun televisi milik keluarga Bakrie itu menampilkan Ardhi dan Nia berpakaian tahanan warna orange menghadapi wartawan. Nia setengah terisak membaca teks berisi penyesalan dan permohonan maaf kepada keluarga dan publik.

Fungsi kontrol pers

Sebelum lanjut mengulas kasus Ardi-Nia, izinkan saya mengomentari apa yang tampak di layar TVOne.

Luar biasa kebesaran jiwa keluarga Bakrie, Anin, dan Karni Ilyas, pemimpin redaksi lembaga penyiaran itu. Di dalam musibah yang menjerat keluarga dan pimpinan mereka pun, tetap sadar memenuhi kewajiban media pers memberitakan fakta yang menjadi sorotan publik. Meski agak terlambat tiga hari setelah kejadian. Mungkin menunggu setelah duduk perkara sudah jelas. Hal yang sudah lama tidak kita temukan pada media yang dikuasai oleh para penguasa dan pengusaha.

Saya mencatat Karni dan Anin, sekaligus mengirim “pesan” kuat untuk masyarakat. Tentang kewajiban bagi siapapun bersikap kesatria, mempertanggungjawabkan setiap perbuatannya. Ibarat kata pepatah “tangan mencingcang bahu memikul”. Pesan tentang kewajiban media dan insan pers bersikap independen dalam kasus dugaan pelanggaran siapapun. Hatta, yang menimpa dirinya dirinya dan keluarganya.

” Bravo Bang Karni dan Anin. Langka pemilik dan pemimpin redaksi media bersikap kesatria seperti Anda”. Spontan saya menulis itu dan mengirimkan kepada Karni Ilyas dan Anin.

Dengan itu saya menganggap TVOne telah ikut “berinvestasi” merawat kemerdekaan pers. Menumpang pesan itu kita pun berharap TVOne akan terus melaksanakan kewajiban kontrol sosial tanpa ragu. Ini demi kepentingan menjaga marwah kemerdekaan pers Nasional. Kwalitas demokrasi. Terutama demi perbaikan kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak boleh ada intervensi lewat teguran dan ancaman
ketika kontrol pers menyentuh kekuasaan.

Bagaimana dengan polisi ?

“Profiling “Ardi – Nia sudah dijelaskan polisi. Mereka sudah mengantongi informasi akurat sebelum bertindak. Sejoli itu menggunakan narkoba jenis shabu dengan berat 0,78 gram. Terkonfirmasi melalui tes urine dan rambut. Dengan begitu status keduanya adalah pemakai, sesuai dengan kontruksi UU No 35/2009 Tentang Narkotika. Mengenai itu dijelaskan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung ( SEMA) No 4/2010 dan Peraturan Bersama 7 Kementerian dan 7 Lembaga Non Kementerian tahun 2014. Sudah diatur mengenai sanksi bagi pemakai shabu di bawah 1 gram. Negara mengamanatkan agar pemakai menjalani rehabilitasi. Politik hukum negara memang lebih mendorong langkah pembinaan untuk perbaikan pemakai yang mayoritas adalah generasi muda. Harapan untuk sembuh, menjalani hidup normal, berbakti kepada nusa dan bangsa, sangat terbuka luas. Pengalaman sebaliknya mencatat memenjarakan para pemakai di Lembaga Pemasyarakatan manapun tidak akan efektif untuk menjerakan pelaku. Data yang ada malah menunjukkan ledakan penyalahgunaan narkotika terbesar justru terjadi di penjara. Sampai sekarang negara pun belum bisa mengatasi praktek perdagangan dan peredaran narkotika yang massif di dalam penjara. Pertimbangan seperti antara lain yang menjadi dasar revisi UU No 135/2009 yang masuk dalam daftar prolegnas.

Akhirnya, itulah yang terjadi tiga hari kemudian. Kasat Narkoba Polres Jakpus Kompol Indrawienny Panjiyoga memastikan pasangan Nia -Ardi menjalani rehabilitasi di BNN.

Kita mendukung tindakan tegas aparat hukum dalam memberantas penyalahgunaan narkotika yang telah menghancurkan masa depan generasi muda kita. Namun, bukan tanpa kritik menyertai pelaksanaan tugas aparat di lapangan. Kritik keras terhadap tataran teknis sudah sering disuarakan masyarakat. Terutama pada publikasi luas polisi saat melakukan penangkapan pelaku penyalahgunaan narkoba khususnya yang di bawah 1 gram.

Masih segar dalam ingatan ketika pengkapan artis Tora Sudiro dan Mike istrinya, di rumah mereka ( Agustus 2017). Video dan foto-foto mengenai penangkapan itu sudah beredar luas di dunia maya sebelum pemeriksaan polisi. Tindakan seperti itu jelas berpotensi membunuh karakter pelaku sebelum kesalahan yang bersangkutan diputuskan secara hukum. Yang menimpa Novi Amelia pengendara mobil yang menubruk polisi ( Oktober 2012) lebih parah. Fotonya hanya mengenakan celana dalam dan BH saat pemeriksaan polisi beredar menjadi santapan publik di media. Ada sederet panjang kasus serupa yang menimpa selebriti yang tertangkap menggunakan narkoba.

Seperti halnya yang menimpa Ardi dan Nia. Video dan fotonya sebagai pesakitan yang beredar luas tidak sejalan dengan semangat yang dikandung dalam Sema Narkotika dan Peraturan Bersama yang disebut di atas.

Cara – cara penangkapan dan pengungkapannya lewat media seperti itu sebenarnya pernah dirasakan sendiri amat mengganggu oleh Kapolri Jenderal Lystio Sigit Prabowo. Belum lama ini Kapolri pun menerbitkan larangan bagi anggotanya menyiarkan proses penangkapan di lapangan. Bagi Kapolri itu hanya menampilkan sisi buruk petugas polisi.

Ardi dan Nia sesuai keterangan polisi sendiri, lebih dulu sudah melakukan profiling terhadap sejoli itu sebelum penangkapan. Tiga hari setelah pengembangan kasusnya, polisi akhirnya mengumumkan sejoli itu di Rehabilitasi. Artinya polisi tidak menemukan bukti lebih dari hasil profiling sebelumnya dan saat mengumumkan menemukan shabu seberat 0,78 gram di hari penangkapan.

Ardi -Nia harap bersabar, tidak usah gusar menghadapi cara-cara yang berpotensi membunuh karakter itu. Saya berharap Ardi Nia akan menjadikan kasusnya sebagai pengalaman berharga. Tidak boleh terulang. Itu akan menjadikannya lebih kuat untuk kembali ke tengah masyarakat, mengabdikan diri untuk nusa dan bangsa. Jangan lupa pelihara semangat.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here