Husain Abdullah: Cerita Foto JK di Panggung ITB

0
993
- Advertisement -

PINISI.co.id- Cerita di balik Foto Bapak M. Jusuf Kalla (Pak JK) Berorasi di Lapangan Catur Universitas Hasanuddin, ditampilkan di ITB.

Kisah itu bermula ketika Prof. Kadarsah Suryadi, Rektor ITB Bandung, sehari sebelum  penganugerahan gelar Doctor Honoris Causa ke Pak JK, meminta beberapa foto Pak JK yang paling  berkesan dan menyimpan cerita, tapi  mohon dirahasiakan, begitu pesan Prof. Kadarsah yang juga disampaikan kepada Ibu Dwi, Rektor Universitas Hasanuddin Makassar (Unhas).

Saya pun bergerak cepat karena harus tayang keesokan harinya. Kendatipun perlu sedikit waktu merenungkan foto mana yang terbaik dan dari mana sumbernya. Lalu saya mengontak dua orang fotografer yang biasa meliput kegiatan Pak JK, Ade Danhur dan Jery Wong. Kepada keduanya saya menanyakan apakah punya foto Pak JK yang sedang orasi saat mahasiswa? Karena saya langsung teringat foto ikonik itu. Ternyata keduanya tidak mengarsipkannya. Tidak apa kata saya, kirimkan saja   sejumlah foto  penting di antaranya foto saat Pak JK berpidato di Sidang Umum PBB, misi Perdamaian Afghanistan dll. Sembari mengejar  foto orasi Pak JK karena itu salah satu jejak paling historis dan heroik dari seorang JK.

Setelah saya mencari sana-sini secara bisik-bisik, akhirnya ketemu juga dari putri bungsu Pak JK sendiri, Chaerani Jusuf (Ade). Dikirimlah sejumlah foto berikut caption ke Prof. Kadarsah lewat media WhatsApp oleh Ibu Dwi. Sayapun menyelipkan foto eksklusif yang saya jepret sendiri dari handphone ketika dipanggil Pak JK ke perpustakaan pribadinya. Saat itu Pak JK sedang menulis artikel tentang pendidikan yang awal bulan Januari diturunkan Harian Kompas, sempat memotretnya secara candid.

Foto-foto telah terkirim, tidak ada yang tau foto mana yang akan ditampilkan Prof. Kadarsah Suryadi, pada pidato keesokan harinya di Aula Barat Kampus ITB, beliau sendirilah yang menyeleksinya. Yang dari sekian foto, ternyata Prof. Kadarsah menampilkan hanya 2 foto. Foto ketika Pak JK berorasi di Lapangan Catur Unhas tahun 1965 dan di perpustakaan pribadi Pak JK hasil jepretan candid saya. Saat menampilkan foto ini, Prof. Kadarsah mengomentari bahwa, “sejak tahun 1965 terlihat dari foto orasi Pak JK di Kampus Unhas, beliau sudah aktif di berbagai kegiatan Kemahasiswaan. Bahkan hingga kini pun seperti yang terlihat dalam foto perpustakaan ini beliau masih aktif menulis.”

- Advertisement -

Seminggu sebelumnya Prof. Kadarsah mengungkapkan, sempat berbincang-bincang dengan Pak JK tentang pendidikan, dan tak lama sesudah itu Pak JK rupanya menulis opini mengenai masalah tersebut.

Pilihan Prof. Kadarsah atas kedua foto ini tentu sangat beralasan. Sebagai seorang akademisi beliau ingin menunjukkan bahwa tidak ada keberhasilan yang dicapai dengan instan selain karena perjuangan, kerja keras dan belajar terus-menerus, termasuk seorang Jusuf Kalla sekalipun yang sudah kaya raya sejak lahirnya.

Manusia diciptakan untuk berikhtiar sehingga tiba pada puncak pencapaiannya.

Orasi JK di Lapangan Catur Universitas Hasanuddin tahun 1965, yang saat itu memegang “jabatan” aktivis kampus sebagai Ketua Senat Fakultas Ekonomi Unhas, Ketua Cabang HMI Makassar, dan Ketua Kesatuan Aksi Mahasiswa(KAMI), mengirim pesan kepada generasi milenial masa kini bahwa ia telah hidup membumi, berdampingan  dan membaur dengan semua golongan masyarakat sejak masa mudanya. Sudah menggeluti dan hadir dalam setiap pergolakan sejarah Indonesia sejak lebih 50 tahun lampau. Karena itulah JK sangat paham persoalan bangsa ini, dan tahu solusi untuk mengatasinya dan terlibat di dalamnya sebagai pemimpin untuk mengerjakan masalah-masalah bangsa, secara “lebih cepat dan lebih baik.” Jangan tidak pernah kaya sebelum tua, kata Pak JK memberi motivasi agar semua anak-anak Indonesia bekerja untuk memaksimalkan resourses yang dimiliki bangsa ini.

Konversi minyak tanah ke gas yang digagas oleh Pak JK berhasil mengantarkan bangsa Indonesia mengatasi krisis energi dan menggunakan gas yang lebih murah dan ramah lingkungan, negara menghemat puluhan triliun rupiah setiap tahunnya dari beban subsidi yang tadinya harus ditanggung negara atas penggunaan bahan bakar minyak tanah. Ketika pejabat lain tidak jarang terjebak dalam praktek-praktek merugikan negara, maka sebaliknya dengan salah satu best practise Pak JK, mengkonversi minyak tanah ke gas telah memberi keuntungan besar kepada negara dan manfaat untuk rakyat banyak. Dana subsidinya pun dapat dialihkan ke bidang-bidang yang lebih tepat guna serta membawa manfaat besar seperti pembangunan jalan dan jembatan atau infrastruktur pertanian.

Menurut saya, inilah pidato pengukuhan DHC-nya yang paling enteng tapi paling terbukti manfaatnya di antara sederet karya JK terutama mediasi-mediasi perdamaian yang sudah melekat dalam dirinya. Karena apa yang menjadi fokus ITB,  berdasarkan pengalaman JK dan sukses membawa manfaat bagi orang banyak. Bukan sebuah pidato ilmiah yang mendayu-dayu dan sarat teori. Tingkat kesulitannya justeru di tangan promotor yang dipimpin Peofesor Hakim Halim, sebab dituntut merumuskan narasi ilmiah untuk meyakinkan publik bahwa secara akademik Pak JK layak mendapatkan gelar Doctor Honoris Causa atas karya-karya yang ia baktikan selama lebih 20 tahun mengabdi dalam pemerintahan.

Dari sederet karya itu, ditambah filosofi dan tagline yang selama ini dibangun oleh Pak JK, misalnya, “lebih cepat lebih baik” dan lalu berkembang lagi menjadi lebih murah. Mengantarkan Hakim Halim, mampu meyakinkan insan akademik ITB untuk memberi pengakuan, bahwa  Pak JK memang layak menyandang gelar Doctor Honoris Causa dari ITB Bandung. Menarik justeru ITB memberikan gelar itu ketika JK tidak lagi jadi pemangku kepentingan di negeri ini. Ketika JK kembali menjadi seorang rakyat biasa, yang karyanya layak dikenang dan diapresiasi.

Seorang Doctor Honoris Causa harus mengabdi dan bekerja terlebih dahulu sebelum diuji. Sedangkan seorang doktor akademik harus belajar sebelum diuji.  Selamat Pak JK atas gelar DCH yang ke-14. 

[M. Saleh Mude]

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here