Kolom Bachtiar Adnan Kusuma
“Apakah engkau masih ingin kembali ke kota, saat gedung-gedungnya jadi batu nisan dan purinya yang gemerlap tanpa permaisuri? Pulanglah ke desa, merajut impian seraya merenda masa depan. Sebab di kota yang tak bertuan, engkau telah kehilangan cinta dan harapan”. Demikian pembuka tulisan ini, sengaja penulis mengutip pernyataan puitis di atas, sebagai pertanda kalau desa adalah selalu ditempatkan sebagai terbelakang, jauh dari pusat ramai kota, tertinggal dan belum maju.
Sebuah puisi menggelitik menjemput pembaca dalam karya buku dengan judul “Ayo Membangun Desa, Mengelola Dana Desa untuk Kesejahteraan Rakyat” karya Dr.H.M. Amir Uskara, mantan Wakil Ketua MPR RI, Ketua Fraksi PPP DPR RI dan anggota DPR RI dua periode berkiprah di Senayan. Ia menghidangkan potret faktual bagaimana pengelolaan dana desa di Indonesia. Sejatinya, pemikiran Amir Uskara, sengaja penulis mengangkat awal, hubungannya dengan pernyataan beliau pada debat Calon Bupati dan Wakil Bupati Gowa, pada Selasa 29 Oktober 2024, yaitu perlunya pemerataan pendidikan dan peningkatan kesejahteraan tenaga pendidik di dataran tinggi dan dataran rendah.
Menurut Amir Uskara, masih terjadi kesenjangan antara guru yang mengajar di dataran tinggi dengan guru yang mengajar di dataran rendah. Misalnya, kata Amir Uskara, guru-guru yang mengajar di dataran tinggi selalu mau pindah mengajar di perkotaan, efeknya karena keterbatasan akses, sarana dan prasarana masih belum seimbang dan tingkat kesejahteraan antara guru yang mengajar di dataran tinggi dan dataran rendah belum adil dan merata. Padahal, kata Amir Uskara, seharusnya guru-guru yang mengajar di dataran tinggi diberikan insentif lebih tinggi dari guru yang mengajar di perkotaan.
“Kalau saya diberikan amanah memimpin Gowa, maka insentif peningkatan kesejahteraan guru-guru yang mengajar di dataran tinggi saya berikan lebih tinggi lagi” papar Amir Uskara. Pernyataan Amir Uskara adalah pernyataan keadilan dalam pendidikan haruslah dihadirkan. Aristoteles mengungkapkan bahwa keadilan dimaknai sebagai keseimbangan, parameternya kesamaan numerik dan kesamaan proporsional. Maksudnya, kesamaan numerik dimaknai setiap manusia disamakan dalam satu unit, misalnya di hadapan hukum. Sementara kesamaan proporsional memberikan setiap orang apa yang menjadi haknya, sesuai dengan kemampuan dan prestasinya. Prinsip-prinsip keadilan dalam dunia pendidikan sangatlah penting. Apalagi di Gowa punya IPM pada 2022 diangka 72,44 naik menjadi 73,01 pada 2023.
Nah, dari 18 kecamatan, Gowa memiliki guru berstautus PNS pada satuan pendidikan SD yaitu 4.387 orang di luar guru swasta sekira 331 orang dari 422 SD negeri dan swasta dengan jumlah siswa-siswi sekira 74.395 orang.. Sementara SMP berstatus negeri dan swasta berjumlah 113 dengan jumlah jumlah guru PNS sekira 1.680 orang dan guru swasta 451 orang.
Kendati, penulis tidak hadir secara fisik di debat tersebut, namun penulis mencatat beberapa hal penting terkait pendidikan yang ditayangkan salah satu televisi yang ada.. Dari debat yang diikuti kedua pasangan calon bupati dan wakil bupati Gowa periode 2024-2029 yaitu H.M. Amir Uskara dan Irmawati Haeruddin dan pasangan Husniah Talenrang dan Darmawangsa Muin, penulis patut memberi apresiasi karena ajakan dan seruan serta perhatian Amir Uskara untuk kembali Membangun Desa sesungguhnya telah maksimal menyajikan tulisan yang bahasanya kaku disulapnya menjadi buku dengan gaya tutur yang lentur.Seperti film dokumenter yang sarat fakta dan data, lantas disajikan dalam drama yang menarik sehingga pembaca akan menikmati alurnya dengan happy tanpa dipaksa.
Kompleksitas masalah perdesaan harus diurus dan diselesaikan dengan serius oleh semua stakeholder. Ketimpangan antara desa dengan kota tidak harus menjadi jurang yang melebar. Kota besar yang berpagar beton gedung pencakar langit dan bersulam jalan tol layang sesungguhnya juga adalah desa-desa di masa lalu, yang awalnya dibangun oleh orang-orang desa. Bisa dihitung umur desa seumur manusia itu sendiri. Karenanya, strategi pembangunan nasional tidak justru menjadi penghisapan kota atas perdesaan.
Keberpihakan politik membawa angin segar dalam merajut dan mengurai sebahagian persoalan perdesaan melalui regulasi. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 bahwa dengan pengalokasian dana desa diharapkan mampu meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat desa melalui pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan potensi desa.
Penelitian yang dilakukan Amir Uskara selaku penulis buku ini, menguatkan contigengcy theory (Lawrech & Lors, 1967), bahwa faktor-faktor situasional memengaruhi usaha untuk menurunkan tingkat kecurangan pengelolaan dana desa. Buku ini terasa relevan dan ajakan pulang ke desa pun menemukan konteksnya, apalagi hanya sektor pertanian yang tumbuh posiitif selama pandemi yang sudah pernah melanda Indonesia.
Akhirnya penulis menawarkan resep sebagai solusi terhadap tumpukan persoalan yang mengangkangi marginalisasi desa-desa. Profil setiap desa sebaiknya muncul lebih utuh dan full dimensi menjadi ensiklopedia dunia dengan spot-spot panorama yang instagramable. Dimulai dari data yang efektif, efisien dan presisi yang menghasilkan data spasial dan riil tentang desa dengan teknologi drone.
Partisipasi masyarakat desa dalam membangun desa perlu diupgrade lagi dengan pelibatan kaum milenial desa melalui kewirausahaan sesuai minat dan bakatnya. Yang lebih penting lagi adalah Dr.H.M.Amir Uskara mengajak serta ikut memperkuat Literasi Desa, karena hanya dengan literasi desa yang kukuh dan maju bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat di desa. Ayo pulang membangun desa. Ajakan dan seruan Amir Uskara kembali ke desa membangun Sumber Daya Manusia demi keadilan dalam pendidikan dengan memberikan asupan kesejahteraan guru-guru bilkhusus di daerah dataran tinggi. Semoga.
Penulis Ketua Forum Nasional Penerima Penghargaan Tertinggi NJDP Perpustakaan Nasional