PINISI.co.id- Tokoh Literasi dan penulis Nasional Bachtiar Adnan Kusuma, mendorong mahasiswa baru Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Alauddin, Gowa agar menjadi contoh fakultas yang melek literasi, melek membaca dan menulis. Bachtiar Adnan Kusuma, menggugah 800 orang mahasiswa baru dan para dosen serta pejabat struktural yang hadir pada Orasi Ilmiah bertajuk “Membumikan Literasi Dalam Menjaga Tradisi Akademik di Perguruan Tinggi” yang dibuka Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin, Prof.Dr.H.Abd.Rasyid Masri, S.Ag.M.Si.M.M. di Auditorium UIN Alauddin, Samata Selasa 3 September 2024.
Bachtiar Adnan Kusuma, menegaskan tidak ada bangsa yang besar dan tidak ada kampus yang maju tanpa menjadikan membaca dan menulis sebagai basis utama. Bangsa Jepang, kata Tokoh Penerima Penghargaan Tertinggi Nugra Jasadharma Pustaloka Perpustakaan Nasional RI ini, bisa mengalahkan dalam perang dengan Uni Soviet di pulau Tsusaima, Jepang pada 1904-1905 karena dengan membaca. Kendatipun Uni Soviet menguasai persenjataan moderen, namun tidak bisa menggunakan dengan tepat sasaran karena nyaris 80 persen tentaranya tidak bisa membaca. Akibarnya, Jepang berhasil mengusir Uni Soviet dari pulau Tsusaima dengan persenjataan sangat sederhana, tapi tentara Jepang memiliki budaya baca yang tinggi.
Karena itu, budaya membaca dan budaya menulis haruslah menjadi cermin utama bagi setiap mahasiswa yang bergelut di setiap kampus dan perguruan tinggi. Selain, kata BAK ukuran kampus yang baik dilihat sejauhmana mahasiswa memiliki budaya baca dan menulis yang tinggi serta memanfaatkan ruang-ruang baca perpustakaan yang berada di kampus. “ Saya yakin Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin bisa menjadi role model fakultas yang membaca dan menulis” kata penulis buku biografi tokoh-tokoh Nasional, Lokal dan pembicara Nasional dan lokal ini.
Nah, Bachtiar Adnan Kusuma mengajak kembali melihat bagaimana wajah kampus menempatkan membaca dan menulis sebagai sesuatu yang amat mendasar. Bayangkan saja jumlah dosen dan guru masih sangat sedikit yang membaca, apalagi menulis. Dari seratus responden, ada 56 orang (56%) yang belum pernah menulis buku dan 44 responden (44%) yang telah menulis buku, tetapi belum terpikirkan menerbitkannya. Dari 56 responden yang belum menulis tadi, alasannya karena tidak tahu cara menulis ( 46,3%), tidak ada waktu (35,7%), tidak percaya diri (7,3%), tidak punya bakat (7,3%), tidak ada motivasi (3,6%).
Bachtiar Adnan Kusuma, mengemukakan pernyataan Widaryanto yang dikutip Suroso (2004) bahwa baru seperdelapan persen (0,125%) dosen dari 45 Perguruan Tinggi Negeri dan 1.400 PTS di Indonesia dengan jumlah 1.850 000 orang akademisi yang menulis artikel di surat kabar, jurnal dan buku. Tampaknya penyebab utama minimnya jumlah penulis di Indonesia, apalagi dari di kalangan kampus karena masih kurangnya minat baca dan budaya menulis belum tumbuh subur. Minat baca yang tinggi efeknya menciptakan ekosistem penulis tumbuh berkembang Selain karena hanya dengan minat baca yang tinggi semua pihak untuk menjadi bangsa yang besar dan maju. Bachtiar selalu menekankan pentingnya mendorong terus menerus minat baca dan minat menulis dari kalangan kampus sebagai Life Style.
Mengapa minat baca rendah? Menurut Bachtiar Adnan Kusuma minat baca rendah karena adanya efek domino. Misalnya saja, anak-anak akan lebih gemar menonton dan main game daripada membaca buku. Anak-anak kita nyaris waktunya habis di depan game sekitar 30-35 jam dalam sepekan. Artinya, setahun anak-anak kita main game di depan laptop atau HP sekitar 1.600 jam. Padahal Perpustakaan adalah “maha gudangnya” ilmu. Kendatipun, kita seksamai bersama bahwa kondisi perpustakaan sekarang betul-betul menjadi gudang ilmu. Kondisinya memang persis gudang, berantakan dan berdebu.
“Belum lagi Indonesia adalah rumah bagi ”tweeps” dan ”twitterian” paling aktif di dunia menurut sebuah studi yang dilakukan Semiocast. Indonesia melampau New York, Tokyo, London dan Sao Paulo. Tak hanya Jakarta menduduki peringkat kedua kota top dunia di Facebook, diikuti Bangkok peringkat pertama. Arrtinya menunjukkan kalau Indonesia melalui Jakarta sangat aktif di media sosial, tapi kurang membaca, apalagi menulis” kata Bachtiar Adnan Kusuma yang memeroleh standing applaus dari seluruh peserta dan para dosen FDK UIN Alauddin karena orasi penyampaiannya interaktif, memotivasi dan memukau para peserta.
Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin, Prof.Dr.H.Abd.Rasyid Masri, S.Ag.M.Pd.M.Si.M.M. berharap dengan Orasi Bachtiar Adnan Kusuma bisa memberi horison mahasiswa yang cerdas secara intelektual dan spritual kedepan. ” Super Orasi Bachtiar Adnan Kusuma, telah berbagi ilmu dan pengalamannya di depan mahasiswa baru dan sivitas Fakultas dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin” ucap Prof.Dr.H.Abd.Rasyid Masri, S.Ag.M.Si.M.M.