Kolom Hj. Munawwarah
Hari ini Jumat 23 Juli 2021, aku baru sampai di chapter 02 buku “Sumpah Pena” karangan Bapak Ruslan Ismail Mage (RIM) dan Kusprianto (Iyan). Baru sebagian kecil dari isi buku ini saya jelajahi, namun sudah bisa merasakan sesuatu yang begitu luar biasa. Inilah goresan penaku (testimoniku) setelah membaca chapter 02 bertema “Selamat Datang di Dunia Keabadian”.
Begitu banyak kata-kata dari Bapak Ruslan Ismail Mage yang menginspirasi saya sebagai seorang pembaca. Seperti kalimat yang saya kutip, “bahwa pada dasarnya kemampuan menulis setiap orang sudah ada sejak memasuki usia sekolah, bukankah membaca, menulis dan berhitung, adalah pengetahuan paling dasar yang kita dapatkan dari guru. Artinya setiap orang sudah memiliki dasar kuat menjadi seorang penulis besar, selama ada kemauan untuk belajar menulis. Selama kita bersungguh-sungguh seperti yang dinyatakan dalam Al Qur’an “ Man Jaddah wajadah” yang artinya : Siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan dapat hasilnya.
Kutipan lainnya mengatakan bahwa, “Kata-kata lisan, seketika bisa lenyap, menguap tak berbekas, sementara kata-kata tulisan akan abadi selamanya”. Belajar di waktu kecil bagai mengukir di atas batu, belajar sesudah dewasa bagai mengukir di atas air. Kata-kata itu begitu berkesan semua dan sangat masuk akal.
Saya yang dulunya hanya bermasa bodoh saja, sekarang sudah mulai tergerak untuk mencoba mengayuh pena agar dapat membuahkan hasil yang selama ini terabaikan begitu saja. Apalah gunanya hidup ini kalau tidak memanfaatkan waktu untuk hal-hal yang positif seperti menulis.
Kalimat berikut yang juga menjadi motivasi bagi saya adalah kata-kata beliau bahwa, “Jika tidak ingin dilupakan setelah meninggal dunia, tulislah sesuatu yang patut dibaca”. Abadikan semua pemikiran, gagasan, perasaan, dan renungan dalam bentuk tulisan. Sehingga pikiran dan gagasan kita hidup dikenang sepanjang masa, walaupun fisik kita sudah berakhir tugasnya di dunia.
Itulah yang dimaksud ungkapan klasik “Harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama.
Sebelum saya mengakhiri goresan pena ini, saya mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak Ruslan Ismail Mage atas motivasi dan inspirasinya yang tertuang dalam buku “Sumpah Pena” ini. Semuanya menyadarkan saya bahwa tidak ada kata terlambat untuk memulai sesuatu.
Karena Bapak RIM kami termotivasi. Karena Bapak RIM kami bergerak. Walaupun baru sebagai pemula, tetapi dengan adanya buku Sumpah Pena sebagai pegangan, kami yakin Bumi Latemmamala akan bergerak dengan tulisan kami. Karena itu,
tetaplah Pak RIM menjadi inspirator bagi kami. Tetaplah transfer ilmu-ilmu Pak RIM kepada kami yang masih awam. Hidup Bengkel Narasi Soppeng. Tetap Berkarya. Do the best, Be the best. Kami bersyukur tanpa batas bisa memiliki buku “Sumpah Pena.”
Bumi Latemmamala, 23 Juli 2021