Kolom Jumrana Salikki
“Ya Allah, semoga Ibu Haji sekeluarga dialirkan rezekinya, disehatkan sama Allah SWT. Ibu mah baik banget, dikasi beras tiap bulan. Malah sekarang ditambahin berasnya. Alhamdulillah, ya Allah,” begitu kata Teh Neneng tak kuasa menahan tangis ketika menerima pemberian beras dari seseorang di bilangan Pancoran, Jakarta Selatan.
Neneng janda 4 anak ditinggal wafat suaminya tanpa pekerjaan. Selain mengurus anak-anaknya, ia kerap ikut bersih-bersih musalah di samping kediamnnya.
Tentu masih banyak Neneng lainnya, atau keluarga utuh tapi berada di garis kemiskinan baik di ibu kota maupun di pedesaan.
Potret kehidupan rakyat Indonesia yang kurang mampu sebelum bencana Covid-19 banyak yang kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Apalagi diperparah kondisi mewabahnya Covid-19 sekarang ini. Sebagian masyarakat kesulitan mencari nafkah terutama di sektor informal. Belum lagi pergerakan harga kebutuhan pokok di masyarakat akan sulit diprediksi. Jangankan untuk menyiapkan sembako untuk 2 minggu, apalagi sebulan. Untuk pagi sampai malam hari pun belum tentu terpenuhi.
Daya beli masyarakat yang semakin menurun, akan memperparah kondisi kesehatan mereka. Daya tahan tubuh akan melemah karena kurangnya asupan makanan apalagi nutrizi yang dibutuhkan tubuh manusia untuk mencegah terjangkitnya Covid-19. Sehingga, mereka sangat rentan menjadi korban.
Pengamatan di lapangan, masyarakat di kelas ini yang paling dibutuhkan adalah sembako, terutama beras. “Yang penting ada beras untuk masak nasi. Pengganjal perut. Tahu, tempe, sayur sedikit, cukup. Sudah syukur,” kata Emak.
Sampai hari ini, belum ada ahli atau pakar yang bisa memastikan, kapan bencana Covi-19 ini akan berakhir. Obatnya pun belum ada. Hampir di kita semua, hidup dalam suasana ketidakpastian.
Bisa dibayangkan bagaimana dengan kondisi saudara kita yang di bawah. Bagaimana harus bertahan di rumah dalam kondisi lapar.
Bukan tidak mungkin, sebelum semua terlambat, ada upaya gerakan berbagi dari masyarakat untuk masyarakat. Dari warga untuk warga. Dari rakyat untuk rakyat.
Bagi yang mampu atau berkecukupan, Bukalah pintu rumah, Bukalah pintu hati.
Mari Berbagi Beras. Berbagi sembako. Atau berbagi makanan (nasi bungkus) dan lainnya.
Jika beras, adapun besarannya 5 kg, 10 kg, 20 kg untuk 1 Kepala Keluarga. Mari berbagi di sekitar tempat tinggal kita, karena saudara yang paling dekat adalah tetangga. Jika yang tinggal di komplek, keluarlah menengok di wilayahnya, pastikan, sumbangannya sampai ke tangan yang membutuhkan.
Social distancing atau menjaga jarak fisik tidak berarti hubungan sosial terputus. Tapi di saat kondisi masyarakat dan negara berada di titik nadir, masyarakat atau rakyatlah yang merekatkan hati satu sama lain, berbagi asah, asih, menumbuhkan energi positif, solidaritas, memperkuat ketahanan sosial masyarakat.
Jika ketahanan sosial masyarakat kuat, masyarakatnya pun akan lebih tenang menghadapi musibah apapun.
Bisa jadi, gerakan berbagi beras atau sembako adalah bagian dari ikhtiar mencegah pergerakan atau matinya virus Covid-19.
Ayo, mari bergerak. Satukan langkah. Jangan berhenti sebelum terhenti. Jangan menunggu, sebelum yang ditunggu tak kunjung tiba. Jadilah penerang di saat gelapnya siang di negara kita yang sama kita cintai, Indonesia.
Satu rasa, satu hati. Pesse atau passe tetap tumbuh di hati dalam kondisi apa pun, terutama saat-saat sulit seperti ini.
Sebagai bangsa Indonesia, Indonesia Akan Selalu Ada Untuk Kita Semua.
Penulis, aktivis sosial, dan Wakil Ketua Umum KKSS