Derajat Kesehatan dan Ketahanan Bangsa

0
1604
- Advertisement -

Kolom Zaenal Abidin

Kualitas manusia suatu bangsa ditentukan oleh derajat kesehatannya. Karena itu pula kualitas manusia menentukan produktivitas, kreativitas, spiritualitas, dan intelektualitasnya. Bahkan kualitas manusia merupakan penentu utama kemajuan peradaban suatu bangsa. Hal ini sejalan dengan semangat Pembukaan UUD 1945: “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta memajukan kesejehteraan umum”.  Salah satu wujudnya adalah negara berkewajiban meninggikan derajat kesehatan rakyatnya.  

Derajat kesehatan lebih ditentukan oleh masalah-masalah sanitasi dasar, lingkungan hidup seperti pencemaran udara maupun pencemaran air, perumahan, pendidikan, kemiskinan, pendapatan masyarakat, gizi, transportasi, dan lain sebagainya. Dan semua determinan di atas ditentukan oleh intervensi politik, kemauan dan kehendak politik atau kekuasaan. Derajat kesehatan ditentukan oleh siapa penguasanya. Siapa yang memerintah di negara atau wilayah tersebut.

Mengingat derajat kesehatan yang dicita-citakan merupakan tujuan yang didambakan yang oleh seluruh rakyat maka derajat kesehatan hendaknya diperjuangkan melalui sistem dan mekanisme politik yang resmi.  Melalui mekanisme politik, rakyat perlu memperjuangkan hadirnya sistem kesehatan  dan kebijakan kesehatan yang baik.

Hanya dengan sistem kesehatan yang tangguh derajat kesehatan rakyat yang tinggi dapat diwujudkan. Bila sistem kesehatan suatu bangsa tidak tangguh maka hanya dengan riak kecil saja ia sudah panik, goyah, gontok-gontokan di sana-siani. Sistem kesehatan yang kokoh adalah sistem yang hidup, bergerak serta mampun mengoordiasikan subsistem-subsistem yang ada di dalamnya. Dan ia juga mampu mensinergikan sistem kesehatan yang ada di daerah sebagai bagian dari sistem kesehatan nasional. Sebab nasional dan daerah tidak ditempatkan dalam suatu kutub yang beseteru.

- Advertisement -

Sistem kesehatan yang baik juga mampu berkoordinasi secara setara dengan sistem-sistem lain di dalam suprasistem ketahanan nasional. Seperti sistem ekonomi, pertanian, pendidikan, lapangan kerja, transportasi,  jaminan sossial (BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan) dan seterusnya. Suapaya dapat berkoordinasi setara dengan sistem-sistem lain, maka seharusnya sistem kesehatan diregulas menjadi dalam bentuk “Undang-undang Sistem Kesehatan Nasional”, sebagaimana sistem lainnya.

Kembali kepada upaya meningkatkan derajat kesehatan. Untuk meningkatkan derajat kesehatan, baik individu maupun masyarakat, perlu kita menengok Teori Klasik Hendrik L. Blum (1974). Dalam teori ini, Blum mengemukakan bahwa ada empat faktor eksternal, dikenal juga sebagai faktor determinan, yang mempengaruhi derajat kesehatan. Keempatnya adalah:  a). Lingkungan, baik lingkungan fisik maupun non fisik (sosial, budaya, ekonomi, politik, dsb.; b). Perilaku; c). Pelayanan kesehatan; d). Keturunan atau herediter. Lebih lanjut dikemukakan bahwa faktor lingkungan dan faktor perilaku memiliki daya ungkit sekitar 70%, sementara pelayanan kesehatan dan keturunan hanya 30%. Pesan yang ingin disampaikan adalah, bila ingin melakukan intervensi dalam meningkatkan derajat kesehatan rakyat atau bangsa  maka utamakanlah faktor yang daya ungkitnya paling besar.

Determinan untuk kesehatan masyarakat dan kelompok mungkin saja sama, namun untuk kesehatan individu, disamping empat faktor tersebut di atas, juga faktor internal individu berperan, misalnya: umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan sebagaimnya, disamping faktor herediter. Karena itu pula, sekalipun menurut Blum pelayanan kesehatan itu daya ungkitnya kecil, namun tetap harus dibangun sebagi subsistem dari sistem kesehatan nasional untuk melayani indivdu. Apalagi  bila faktor lingkungan dan perilaku belum berjalan sesuai harapan.

Secara umum pelayanan kesehatan dapat dibagi menjadi dua, yakni upaya kesehatan masyarakat  (UKM) adan upaya kesehatan perorangan (UKP) atau pelayanan medis. UKM dan UKP keduanya diselenggarakan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya. 

Penyelenggaraan UKM lebih bersifat peningkatan kesehatan (health promotion) dan pencegahan penyakit (diseases preventive) yang dinilai bersifat efektif dan efisien. Tujuan pokoknya ialah untuk menjaga, mengembangkan kesehatan dan menghindari penyakit serta tujuannya untuk organisasi dan masyarakat. Sementara pelayanan kedokteran (medical services) atau UKM tujuan utamanya untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan, serta sasarannya terutama untuk perorangan dan keluarga.

Meski penjelasan di atas menunjukan bahwa UKM dan UKP, namun bila kita berbicara mengenai syarat yang harus dimiliki pelayanan kesehatan agar dapat dikatakan baik, tampaknya keduanya mempunyai kesamaan. Kesamaan itu, yakni: 1). Tersedia (available) dan berkesinambunga (continous); 2. Dapat diterima secara wajar (acceptable); 3).  Muda dicapai (accesible); 4). Muda dijangkau (affordable); 5).  Bermutu (quality); 6).  Adil atau berkeadilan.

Pelayanan kesehatan itu harus adil atau berkeadilan.  “Al-Qur’an dalam menggambarkan keadilan atau kesetaraan itu melampau pertimbangan suku, agama, ras dan golongan (SARA). Bahkan terhadap musuh sekalipun harus diperlakukan secara adil.”

Menurut John Rawls, ada tiga prinsip keadilan, yakni: 1) kebebasan yang sama sebesar-besarnya; 2) perbedaan, dan 3) persamaan yang adil atas kesempatan. Dalam pelaksanaanya, menurut Rawls, tidak semua prinsip-prinsip keadilan Rawls ini dapat diwujudkan secara berasamaan, sebab dapat saja prinsip-prinsip tersebut berbenturan satu dengan lainnya. Untuk pelaksanaan ketiga prinsip ini, Rawls menganjurkan adanya prioritas-prioritas. Karena itu, prinsip persamaan yang adil atas kesempatan secara leksikal berlaku lebih dahulu daripada prinsip perbedaan. 

Untuk Indonesia sendiri, teori keadilan bukan suatu yang asing.  Sebab, secara jelasterdapat frasa “adil” dapat kita temukan di dalam rumusan Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara RI 1945.  “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab” dan “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. 

Untuk menjalankan sistem kesehatan dan pelayanan kesehatan secara baik dan keadilan, maka dibutuhkan hadirnya seorang nahkoda yang bernama pemimpin. Pemimpin itu tidak memerintahkan keunggulan, melaikan membangun keunggulan. Untuk mencapai keunggulan seseorang harus mengawali dengan menjadi pemimpin yang baik. Keunggulan dimulai dengan membangun kepemimpinan yang baik, berkarakter kuat, yang terlibat dalam keseluruhan proses kepemimpinan.

Untuk melahirkan seorang pemimpin yang tangguh, terdapat empat jenjang kepemimpinan yang secara umum dijalani seorang calon pemimpin, yakni melalui: 1) Penunjukan (kedudukan); 2) kemudian mengembangan diri, 3) Bertumbuh, dan 4) Berwibawah.

Terkaitan dengan butir pengembangan diri, benrtumbuh dan berwibawah di atas, tentu terbuka peluang bagi organisasi profesi kesehatan untuk memiliki “Intitusi Pelatihan dan Pengembangan Kepemimpinan” sendiri. Tujuannya, agar terbina calon-calon pemimpin yang handal, memilik keterampilan memimpin dan manajerial serta memiliki wawasan yang jauh dan luas di bidang kesehatan.

Dr. Soetomo dalam buku: “Kenang-Kenangan Dokter Soetomo. menguraikan bahwa pemimpin yang berhasil dalam kepemimpinannya adalah pemimpin yang menghasilkan pemimpin baru, bukanlah pemimpin. Pemimpin semacam itu telah kandas dengan pimpinan.”

Adapun Napoleon Bonaparte megemukakan, “Kalau Anda berperang jangan melihat berapa jumlah tentara musuh, tetapi lihatlah siapa jenderalnya. Kalau kita kalahkan jenderalnya, kalahkan seluruh pasukannya.”

Sementara Prof. F. A. Moeloek mengingatkan ada ribuan persoalan bangsa namun tidak mungkin bisa dikerjakan satu persatu. Kita harus cari persoalan pokoknya yang bila itu dapat diselesaikan maka persoalan yang lain dapat ikut terselesesaikan. Apa Itu ? Leadership/kepemimpinan.”

Sebagai catatan akhir:

  1. Bila ingin perkuat ketahanan nasional maka tingkatkanlah derajat kesehatan masyarakat
  2. Derajat kesehatan dapat meningkat bila sistem kesehatan dibuat  dan berjalan dengan baik
  3. Sitem kesehatan yang baik adalah yang setara dengan sistem lain dan terkoneksi antara subsistem satu dengan lain dan terhubung dengan sistem-sistem lain di bawah suprasistem ketahanan nasional. 
  4. Sistem Kesehatan Nasional harus diregulasi dalam bentuk undang-undang agar setara dengan sistem lainnya.
  5. Di tangan pemimpin berkarakter, adil, memiliki wawasan dan kemampuan memimpin Sistem Kesehatan dan Pelayanan Kesehatan itu dapat berjalan dengan baik.
  6. Setiap organisasi profesi di bidang kesehatan memiliki “Intitusi Pelatihan dan Pengembangan Kepemimpinan.”

Penulis adalah Ketua Departemen Kesehatan BPP KKSS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here