Filosofi Angka 5 dan 7

0
191
- Advertisement -

Catatan Tammasse Balla

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, yang kini menginjak usia ke-69 tahun, kembali menunjukkan geliat semangat akademik dan kekeluargaan. Dalam rangkaian acara Dies Natalis tersebut, tak hanya berbobot ilmiah tetapi juga sarat it hiburan.

Ada banyak kegiatan dilakukan antara lain Seminar Ilmiah, Carnavalrun, dan berbagai lomba cabang olahraga. Dari sejumlah perlombaan yang digelar, Senam Kreasi menjadi magnet yang paling banyak menyedot perhatian penonton. Ruang aula Student Centre FKUH yang biasanya sunyi dihiasi hanya dengan gema latihan-latihan ringan bulutangkis dan bola basket, kemarin siang berubah menjadi lautan manusia penuh warna-warni dengan dentuman musik yang membahana menghidupkan atmosfer acara. Dari 13 program studi yang turut serta, 6 di antaranya berhasil menembus babak final: Obgin, Anak, Interna, Derven (Kulkel), Gizi Klinik, dan Pulmonologi.

Penulis menyaksikan babak penyisihan pekan lalu dengan penuh harap, terutama karena dua departemen yang dekat di hati turut bertarung di arena. Neurologi, departemen yang dinakhodai oleh istri penulis, tampil memukau meski akhirnya harus puas di luar daftar finalis. Sementara itu, Obgin, ikut putri sulung penulis, dr. Iin Fadhilah Utami Tammasse, S.Ked., MARS, M.Sc. menjadi salah satu peserta andalan dari “Obgyn The Dream Team”; melangkah anggun ke babak final. Keyakinan akan keberuntungan angka “7”, yang dalam tradisi Bugis mengartikan “mattuju-tujung”, maknanya melambangkan keberuntungan dan kebenaran, seakan-akan menjadi mantra tersendiri saat Obgin tampil pada urutan ke-7 di babak penyisihan. Benar saja, Obgin melenggang kangkung ke babak partai final dengan kepercayaan diri yang menginspirasi.

Babak final berlangsung siang kemarin (Ahad, 19 Januari 2025) adalah puncak dari semua perjuangan peserta Senam Kreasi. Aula Student Centre FKUH yang menjadi saksi bisu penyisihan, kini seolah-olah bernyawa—bergetar oleh sorak-sorai penonton yang setia menyemangati para finalis dukungan masing-masing. Ketika undian urutan tampil dilakukan, hati penulis kembali berdegup kencang. Obgin mendapat giliran tampil KELIMA. Dalam tradisi Bugis, angka “lima” berarti TANGAN—sebuah simbol yang penuh harapan. Penulis, dengan segenap rasa optimis, berbisik kepada putrinya bahwa kemenangan sudah di tangan, seperti sebuah takdir yang hanya menunggu diumumkan.

Penampilan Obgin di babak final adalah perpaduan antara harmoni dan keberanian. Gerakan demi gerakan, yang diiringi musik dinamis, menyerupai tarian angin yang meliuk di atas permukaan laut Sulawesi. Setiap langkah terasa seperti syair yang melukis keindahan. Ketika satu tim lain mencoba memamerkan kekuatan melalui gerakan lembut, Obgin memilih untuk memikat hati dengan gerakan ekspkosif yang penuh makna. Penulis melihat dengan mata berkaca-kaca, seperti halnya menyaksikan sejarah yang sedang ditulis di panggung sederhana itu.

- Advertisement -

Tak hanya penulis yang terpukau. Para juri, dengan gestur halus namun penuh perhatian, mencatat setiap detail gerakan. Penampilan Obgin seakan-akan berbicara langsung kepada mereka—bukan hanya tentang teknik, tetapi juga tentang cerita, tentang perjuangan, dan tentang semangat kolektif. Ruangan itu menjadi saksi bisu bagaimana Obgin membius semua penonton yang hadir, termasuk rival-rivalnya yang tampil dengan segala gaya, daya, dan upaya.

Saat tiba waktunya pengumuman juara, aula kembali sunyi. Penulis, yang sejak awal optimis, merasa waktu berhenti sejenak. Nama-nama finalis disebutkan satu per satu, dimulai dari peringkat ketiga hingga kedua. Dewan juri tidak menyebut nama, melainkan menyebut nomor urut. Nomor urut 5 sebagai nomor urut Obgin tidak disebutkan hingga menyebut Juara II. Sinyal harapan semakin menguat ketika juri mengumumkan Juara I jatuh kepada nomor urut 5. Nomor urut 5 adalah milik Obgin. Teriakan dan tepuk tangan riuh rendah tak bisa dibendung. Satu aula menyebut Obgin yang seolah-olah ikut tersenyum bersama para pemenang.

Di atas panggung, tim Obgin menerima penghargaan dengan sukacita. Trofi kemenangan mereka memantulkan kilauan cahaya lampu, seolah turut mengapresiasi usaha keras dan dedikasi mereka. Wajah para supporte Obgin tersenyum sumringah, menjadi simbol kebanggaan tak hanya bagi Obgin, tetapi juga bagi penulis, yang dengan penuh cinta menyaksikan perjuangan sang anak. Dalam hati, penulis berbisik, “Inilah kemenangan yang tak hanya soal angka, tetapi soal hati yang bergerak bersama semesta.”

Partai final ini menyadarkan semua orang bahwa kemenangan bukan hanya soal kompetisi, tetapi juga soal keberanian untuk percaya. Percaya pada tim, percaya pada proses, dan percaya pada simbol-simbol kecil yang sering kali menjadi jembatan antara doa dan kenyataan. Dalam hal ini, angka “lima” menjadi bukti betapa tradisi dan harapan bisa berpadu menciptakan keajaiban.

Kemenangan Obgin bukanlah akhir, melainkan awal dari cerita baru. Sebuah kisah tentang bagaimana harmoni, semangat, dan nilai-nilai tradisi Bugis mampu menjelma menjadi energi kemenangan. Aula Student Centre FKUH kini kembali tenang, tetapi memori tentang final ini akan tetap hidup dalam hati mereka yang hadir. Penulis, sebagai saksi mata dan pendukung setia, akan selalu mengenang hari ini sebagai hari di mana angka, doa, dan kerja keras bertemu dalam simfoni kemenangan.

Angka 7 dan 5 dalam cerita ini bukan sekadar angka; ia adalah representasi dari filosofi keberuntungan dan kerja keras yang terpatri dalam tradisi dan doa. Obgin mengajarkan bahwa dalam sebuah perjuangan, keselarasan antara keyakinan dan usaha akan selalu menemukan jalannya menuju kemenangan yang hakiki.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here