Kolom Bachtiar Adnan Kusuma
Tokoh Literasi Indonesia
PINISI.co.id- Innalillah Wa Inna Ilaihi Rajiun, telah wafat Haji Ahmad Daeng Tonang( ADT ), Owner Daeng Group, salah seorang pengusaha kuliner, kota Makassar. Begitu bunyi WA penulis, tepat pukul 18.50, Rabu Tgl 8 Oktober 2025 yang mengabarkan kalau ADT telah pergi selamanya. Demikian Whatsapp Muslimin Kamase kepada penulis.
Mendengar kabar wafatnya Ahmad Daeng Tonang, penulis kembali mengenang almarhum pada 2020 tatkala penulis bertemu di bilangan Veteran Selatan atas jasa Ketua LPM Suanto Buang, pada akhirnya kami bertemu dan sepakat menulis buku tentang “Ahmad Daeng Tonang, Saya Bukan Sampah”.Buku ini rampung, namun belum dicetak karena beliau sibuk dan penulis berkali-kali mengingatkan almarhum agar segera dicetak, dengan kata-katanya” Siap kak BAK, tungguki”.
Membentangkan kisah hidupnya dalam sebuah buku inspiratif. Judulnya “Saya Bukan Sampah”. Buku ini penulis rampungkan sejak 2021.
Founder Daeng Group memulai usaha sejak di masa SMP Jongaya, Kecamatan Tamalate, Kota Makassar.
Ia merintis usaha sembako dengan membuka dua toko di Pasar Daya dan Pasar Pa’baeng-baeng, boleh dibilang unik dan menarik.
Sebab di usia 14 tahun, Ahmad Tonang memutuskan memilih membuka usaha sendiri daripada bergantung pada kedua orangtuanya.
Orangtuanya saat itu sudah dikenal sebagai pedagang sembako di Pasar Pa’baeng-Baeng, Makassar.
Di masa inilah, Ahmad berinteraksi langsung dengan bisnis sembako dan menyebabkan dirinya tak punya waktu banyak bermain seperti teman-temannya.
Ia lebih banyak memanfaatkan waktunya mencari uang daripada bermain.
Mula-mula Ahmad membuka usaha warung coto, namun berkali-kali mengalami bangkrut.
Bangkrut dari usaha coto, membuat Ahmad nyaris kehilangan motivasi lagi.
Dirinya malah sering disebut orang-orang sekelilingnya sebagai sampah.
“Semua orang menyebut saya sampah, kecuali ibu saya. Alasannya karena semua usaha yang saya lakoni gagal.
Mengalami kebangkrutan dan mereka memberi julukan saya adalah sampah,” kata Ahmad Daeng Tonang kepada penulis pada Rabu (19/8/2021).
Di usia 27 tahun, Ahmad mencoba hijrah ke berbagai daerah di antaranya Timor Leste, Atambua, Kalimantan, Jakarta, dan Surabaya.
Berkali-kali membuka usaha, Ahmad selalu gagal. Akhirnya ia pulang kampung ke Makassar.
Ahmad kembali membuka toko di Pasar Daya dengan bantuan modal ibunya. Dia juga kembali ke Pasar Pa’baeng-Baeng untuk menenangkan diri.
“Saya bersyukur karena selama masa menenangkan diri atas kebangkrutan yang saya alami, saya mendalami tarekat khalwatiah dan bergabung di Jamaah Tabliq,” terangnya.
Ahmad juga mulai membaca buku tentang kisah-kisah sejumlah tokoh sukses. Ahmad pun bersyukur karena dalam situasi yang serba sulit dan tidak menentu, ia kemudian menegaskan dirinya “Saya Bukan Sampah,” ungkapnya.
Cerita Ahmad adalah sebuah penegasan cara mudah mencapai tujuan yang bermakna dengan memberdayakan diri secara maksimal” Change Limiting Beliefs”.
Caranya, di tengah kegagalan yang dialami akibat bangkrut dari usaha, Ahmad memilih membaca buku-buku inspiratif sekaligus belajar tarekat.
Sebab Ahmad memahami betul bahwa hukum kepercayaan menyebutkan bahwa apapun yang Anda percayai dengan sungguh-sungguh dan melibatkan emosi, akan menjadi kenyataan.
Ahmad yakin betul bahwa banyak orang sering merasa yakin dan kemudian membuat alasan mengapa ia belum sukses atau gagal.
Dengan melihat konteks kegagalan yang lebih utuh, bukan parsial, membuat dirinya yakin bisa bangkit dari keterpurukan.
Sekembali merantau dari Jakarta, Ahmad memeroleh ilmu yaitu ilmu tentang metro.
Artinya Kota Jakarta sebagai kota metropolitan tidak pernah berhenti beraktivitas selama 24 jam.
Disinilah Ahmad merintis Coto Maros Begadang 24 jam di Kota Makassar.
Pengagum teori Big Bang yang sejurus dengan pernyataan Albert Eisntein, menyebutkan masalah perubahan yang dihadapi bukanlah mengadopsi hal-hal baru melainkan sulitnya membuang kebiasaan-kebiasaan lama.
Karena itu, Ahmad kukuh bahwa manusia adalah makhluk dinamis yang senantiasa berubah.
Dan inilah yang dilakukan Ahmad Tonang melalui bendera usaha bernama Daeng Group sebuah gurita bisnis kuliner dengan memberdayakan orang-orang yang dipekerjakannya.
Jadilah dia, Ahmad Daeng Tonang, Pengusaha kuliner yang memilih jalan sunyi. Kendati mempekerjakan ratusan karyawan di tempat usahanya, namun rerata karyawannya tidak mengenal dirinya sebagai pemilik usaha Daeng Group.
Ia percaya takdir hidup dan jalannya telah ditentukan Sang Maha Kuasa. Manusia hanya menjalani takdirnya, demikian jalan hidup dan kematian manusia, tak satupun yang tahu kapan dan di mana berakhir. Alfatiha, selamat jalan adinda Haji Ahmad Daeng Tonang, surga untukmu…