PINISI.co.id- Reforma Agraria terdiri dari dua hal, yakni Penataan Aset dan Penataan Akses. Penataan Aset yang dilakukan melalui sertipikasi ini terus dikejar penyelesaiannya, termasuk yang berhubungan dengan tanah transmigrasi dan Redistribusi Tanah yang berasal dari kawasan hutan.
Kedua hal tersebut butuh perhatian khusus dan tak jarang terjadi hambatan dalam pelaksanaan program Reforma Agraria karena letak kewenangannya lintas sektor. Kendati demikian, hambatan ini dapat diselesaikan oleh Kebijakan Satu Peta sebagaimana Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 62 Tahun 2023 tentang Percepatan Pelaksanaan Reforma Agraria.
Hal tersebut disampaikan oleh Asisten Deputi Penataan Ruang dan Pertanahan Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian, Marcia Tamba saat sesi Sambung Rasa dalam rangkaian Reforma Agraria Summit 2024 yang digelar Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) di Denpasar, Bali, Jumat (14/06/2024).
“Salah satu terobosan ada di dalam Perpres 62/2023 bagaimana kita mengintegrasikan data-data tersebut dan kita sudah memiliki program Kebijakan Satu Peta. Itu tujuannya adalah mengumpulkan peta-peta, kemudian mengintegrasikannya menjadi satu referensi untuk digunakan bersama-sama,” ujar Asisten Deputi Penataan Ruang dan Pertanahan Kemenko Perekonomian.
Menurut Marcia Tamba, permasalahan utama dari pelepasan kawasan hutan dan penyelesaian tanah transmigrasi adalah data yang belum tersinkronisasi antar kementerian/lembaga. Sementara, dalam menyelesaikan masalah tersebut tidak dapat diselesaikan oleh satu instansi.
“Dalam Perpres 62/2023, terobosannya adalah untuk melakukan survei bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan ATR/BPN agar ketika dilakukan identifikasi kawasan hutan yang akan dilepaskan, datanya sama dengan yang dimiliki ATR/BPN ketika akan melakukan proses sertipikasi. Kemudian juga untuk tanah transmigrasi ini yang kami lihat datanya berbeda-beda, kita perlu merujuk kepada satu info yang sama,” lanjut Marcia Tamba.
Sinergi dan kolaborasi lintas sektor yang sudah berjalan diharapkan dapat terus ditingkatkan. “Selama ini kebijakan sudah cukup bisa memenuhi kebutuhan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan. Jadi mungkin yang perlu lebih kita dorong bagaimana implementasinya, bagaimana masing-masing instansi bisa terintegrasi berkoordinasi dengan baik dengan satu platform yang sama,” tegas Marcia Tamba.
Adapun kegiatan Reforma Agraria Summit tahun ini mengangkat tema “Sinergi untuk Reforma Agraria Berdampak dan Berkelanjutan”. Hadir sebagai moderator dalam sesi Sambung Rasa, Direktur Jenderal Penataan Agraria, Dalu Agung Darmawan. Turut hadir, para Pejabat Pimpinan Tinggi Madya beserta Staf Khusus Menteri; Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama beserta Tenaga Ahli Menteri; dan Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi se-Indonesia beserta jajaran. Kegiatan ini juga diikuti oleh perwakilan kementerian/lembaga lintas sektor, akademisi, dan CSO. (Syam)