Kolom Fiam Mustamin
SECARIK kalimat tak cukup melisankan mahkota kerinduan dan kecintaan kami, sesungguhnya realitas kehidupan sejatinya adalah kebenaran itu.
KALIMAT dan uraiannya yang disampaikan dengan penuh rasa keharuan oleh putri tercinta Andi Suryaman Wawo di samping perbaringan ayahanda tersayang Andi Mustari Pide saat-saat akhir menemaninya di Padang.
Beberapa bulan sebelum kepulangan mendiang, saya menulis surat melalui sahabat Samil Andi Bandrun yang isinya memohon perkenan beliau untuk saya menulis tentang apa yang saya serap dengan interaksi intens bersama beliau yang topiknya/ lakonnya : Andi Mustari Pide : Memangku Bumi Menjunjung Langit.
Saat itu saya ingin bertemu langsung dengan beliau yang sudah lama tak jumpa.
Beberapa saat kemudian saya mendapat pesan dari beliau melalui sahabat Samil dan Andi Takdir untuk meneruskan gagasan itu dan beliau menambahkan bahwa La Fiam itu sudah tau apa yang akan ditulis.
Mendengar itu, saya termenung terharu merasa begitu mempercayainya saya diantara banyak orang-orang dekat muridnya.
Saya mengenalnya beliau pada saat PON di Jakarta tahun 1984, saya di hotel Atlet Senayan dan menemui sahabat Samil sedang berada di ruang loby dan menghampirinya bertanya dengan siapa: dengan Andi Mustari Pide katanya.
Dan saat itu saya minta Samil memperkenalkan saya ke beliau.
Dalam hati mengatakan saya harus menggunakan momentun ini untuk silaturahmi bertatap muka langsung dengan seorang tokoh yang saya ikuti kiprah sosial dan spiritual dari media, seorang putera sekampung dari Batu Batu Soppeng.
Saat itu sedang dipersiapkan perhelatan adat kebesaran masyarakat Minangkabau di Bukit Tinggi Padang untuk nenyematkan Gelar Adat Rajo Nan Sati kepada seorang Sumando istimewa dari tanah Bugis, Andi Mustari Pide beristrikan Erawatiy Toelis Sutan Sati.
Lalu kami terundang bersama Alif we Onggang dari Pinisi KKSS menyertai Anwar Hafid, Rahman Arge dan Datu Hasan ke kota Bukit Tinggi menyaksikan pemberian ucapan selamat yang prosesi permufakatan adatnya sudah dilakukan sebelumnya.
Sebelum itu telah dilakukan penyematan Gelar Adat ; Mangaraja Tuongku Mulasontang Manupuk Siregar di SipirokTapanuli Selatan tahun 1993.
Setahun setelah itu, persiapan perkawinan putrinya Andi Suryaman di kawasan rumah adat 4 etnis di Sao Mario Batu Batu. Kemudian sayapun dilibatkan dalam persiapan perhelatan perkawinan adat yang langka itu. saya mengajukan usulan acara yang memperkuat prosesi adat perkawinan yang langka ditemukan dalam puluhan tahun terakhir ini. Kami mendokumentasikan sebuah buku panduan adat : Appabontingeng Ri Tana Ugi, peliputan media nasional Televisi Pendidikan Indonesia/ TPI.
Gelar Adat Disandang Karena Dedikasi
DUA gelar predikat adat : Mangaraja Tuongku Mulosontang Manumpuk Suregar Sipiroilk Batak, 1993 dan Rajo Nan Sati Bukit Tinggi Minangkabau, 1984 yang disematkan kepada Andi Mustari Pide sebagai bentuk apresiasi penghormatan Masyarakat Adat di daerah tersebut.
Penganugerahan ini melalui proses sidang dewan adat setempat sampai mencapai kemufakatan mengenai nama gelar adat yang cocok dianugerahkan dan disesuaikan dengan dedikasi pengabdian yang layak disematkan.
Dedikasi pengabdian itu yang dirasakan langsung kemafaatannya bagi masyarakat, khususnya di bidang Pendidikan untuk Peningkatan Sumberdaya Manusia.
Anugerah ini tidak sama kedudukannya dengan pengabdian masa kerja di istantansi pemerintahan dengan masa jabatan yang diapresiasi dengan atribut Tanda Jasa Satya Lencana yang dikeluarkan periodik tahunan.
Anugerah gelar adat ini, belum tentu dilahirkan dalam hitungan ratusan tahun. Kita bangga dan menyambut dengan hadirnya seorang putera sekampung : Andi Mustari Pide dari wilayah pegunungan dan agraris pertanian dari Batubatu Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan.
Semoga renungan ini dapat memacu lahirnya generasi pembelajar, pemrakarsa yang inovatif dalam pembangunan bangsa ini, aamiin.
