PINISI.co.id- Ada hal berbeda yang begitu terasa kali ini, kesederhanaan dan ketulusan yang memancar dari sosok orang nomor satu lembaga yudisial di Indonesia
Tanpa hingar bingar, sederhana, namun tetap bermakna. Mungkin kata-kata itu dapat menggambarkan Ketua Mahkamah Agung RI, Prof. Sunarto, S.H., M.H. dalam kunjungan kerjanya ke daerah.
Jika biasanya kunjungan kerja pejabat negara identik dengan pengawalan yang super ketat, iring-iringan kendaraan mewah, serta penyambutan yang meriah, hal tersebut tidak tampak dalam kunjungan Ketua Mahkamah Agung bersama rombongan pimpinan lainnya ke Makassar baru-baru ini.
Setelah kurang lebih satu bulan bergabung di Biro Hukum dan Humas MA, Penulis berkesempatan meliput kegiatan Wisuda Purnabakti Ketua Pengadilan Tinggi Makassar yang dihadiri langsung oleh Ketua Mahkamah Agung RI beserta pimpinan lainnya, baik Wakil Ketua Bidang Yudisial, Ketua Kamar Perdata, Ketua Kamar Pengawasan, Hakim Agung, Panitera MA, Sekretaris MA, hingga Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum.
Meliput kunjungan pejabat ke daerah seperti ini bukan menjadi pengalaman pertama bagi penulis.
Akan tetapi, ada hal berbeda yang begitu terasa kali ini, kesederhanaan dan ketulusan yang memancar dari sosok orang nomor satu lembaga yudisial di Indonesia.
Biasanya, pejabat yang datang ke suatu daerah akan disambut dengan serangkaian seremoni khas. Entah itu pengamanan VVIP di bandara, iring-iringan kendaraan mewah lengkap dengan rombongan voojridernya, penyambutan dengan menampilkan tarian adat khas daerah yang didatangi, pengalungan bunga atau kain adat secara simbolis.
Namun pemandangan itu tidak tampak setibanya ketua beserta rombongan pimpinan Mahkamah Agung RI di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar Selasa (14/10) sore.
Rombongan disambut hangat oleh para pimpinan pengadilan tingkat banding di Makassar tanpa suatu seremoni khusus.
Tidak ada pengamanan berlebih, tidak ada karpet merah. bahkan tidak ada kendaraan mewah khusus layaknya sedan atau SUV dengan plat MA 1 sebagaimana biasanya melekat pada kendaraan dinas Ketua Mahkamah Agung.
Namun, beliau bersama rombongan cukup menggunakan mobil Hiace yang telah disiapkan tim pusat hanya dengan dipandu oleh satu motor voojrider untuk memperlancar operasional selama di Makassar.
Hal ini bukan karena kurangnya penghormatan dari jajaran Mahkamah Agung baik tim pusat maupun daerah. Melainkan hal tersebut memang menjadi protokol yang diinginkan Prof. Sunarto dalam kunjungannya ke daerah.
Tidak perlu ada hingar bingar, jangan kunjungan pimpinan memberatkan dan menganggu tugas pokok mereka.
“Kami di pusat, saya sekali lagi pimpinan Mahkamah Agung tidak minta dilayani bahkan tidak mau dilayani. Kalau ada pimpinan Mahkamah Agung datang hakim agung datang bapak melayani, saya tahu, yang melayani saya sanksi lebih dulu. didemosi minimal mutasi”. tegas Ketua Mahkamah Agung mengingatkan jajarannya di daerah dalam pembinaan di Pengadilan Tinggi Makassar pada (15/10) lalu.
Baginya, budaya melayani pimpinan secara berlebihan hanyalah warisan lama yang tidak perlu lagi dipertahankan.
“Ini menurut saya itu kalau terjadi ada pemimpin yang seperti itu baik di tingkat banding merepotkan tingkat pertama yang tingkat pertama merepotkan anak buah atau masyarakat. Itu namanya pemimpin yang dzolim.” tambahnya.
Dalam kunjungan ini, Ketua Mahkamah Agung bersama rombongan pimpinan lainnya juga menyempatkan diri berkunjung ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Makassar dan Pengadilan Tinggi Agama Makassar sebelum menghadiri kegiatan wisuda purnabakti. Kesederhanaan tetap menjadi ciri utama.
Tanpa seremoni khusus, beliau dan rombongan turun dari kendaraan dan langsung menyalami satu per satu aparatur pengadilan dengan senyum hangat.
Bahkan sosok yang dahulu pernah menjabat sebagai Ketua Kamar Pembinaan bersama rombongan selalu meluangkan waktu untuk berfoto bersama petugas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) sebagai bentuk apresiasi kepada para garda terdepan pelayanan pengadilan.
Meski memiliki jadwal yang padat, beliau bersama rombongan tetap meluangkan waktunya berkeliling ke setiap ruangan di pengadilan berinteraksi langsung dengan pegawai.
Dirinya tidak hanya menyampaikan arahan, namun juga mendengarkan pengalaman dan keluh kesah mereka. Suasana hangat pun tercipta, bukan sekadar interaksi atasan dan bawahan, tetapi layaknya seorang ayah yang penuh perhatian kepada anaknya.
Kala hendak meninggalkan gedung, para aparatur sudah siap berbaris dengan gawai di tangannya berharap dapat foto bersama. Dengan senyum di wajahnya beliau selalu menyanggupinya dengan ramah.
Menanamkan nilai integritas dalam institusi sebesar Mahkamah Agung tentu bukan hal yang mudah. Namun, melalui keteladanan dan sikap rendah hati seperti yang ditunjukkan Prof. Sunarto pesan moral itu tersampaikan lebih kuat daripada sekadar kata-kata. (Syam)












