Kolom Ruslan Ismail Mage
Salman Al Farisi adalah orang yang berasal dari keluarga miskin, sehingga secara ekonomi tidak mungkin memenuhi keinginan sang Ibu untuk naik haji, terlebih ibunya tidak mampu untuk berjalan. Namun kekurangan tersebut tidak menghentikan Salman memenuhi cita-cita sang Ibu. Salman mengantar ibunya naik haji dengan cara menggendongnya dari tempat tinggalnya nun jauh menuju Mekkah.
Betapa bahagianya Salman dan ibunya bisa bertemu dengan Rasulullah di Mekkah. Mendengar cerita Salman menggendong ibunya, seketika Rasulullah langsung menangis sambil berkata “Wahai Saudaraku, engkau sungguh anak luar biasa, engkau benar-benar anak shaleh, tapi maaf, apapun yang kamu lakukan di dunia ini untuk membahagiakan orang tuamu, tidak akan pernah bisa membalas jasa mereka yang telah membesarkanmu”.
Entah Khabib Nurmagomedov pernah membaca kisah Salman Al Farisi ini, namun yang pasti petarung tak terkalahkan ini memutuskan mengundurkan diri dari puncak kariernya sesaat setelah mengalahkan Justin Gaethje di UFC 254, Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, Minggu (25/10) dini hari WIB. Keputusan untuk mengakhiri karir di UFC diambil bukan karena gentar menghadapi lawan, bukan pula karena fisiknya sudah melemah, tetapi karena tidak ingin lagi bertarung tanpa didampinggi pelatih sekaligus ayahnya Abdulmanap Nurmagomedov yang baru saja meninggal dunia karena sakit jantung dan komplikasi Covid-19.
Kedekatan batin Khabib dengan sang ayah di zona tarung bebas ini, bisa dianalogikan “Kalau Khabib sebuah bangunan rumah mewah, ia didesain oleh sang ayah sedemikian rupa untuk menjadi petarung sejati. Khabib kecil dibangun di atas sebidang “dada” kekar ayahnya. Kedua kakinya laksana pondasi cakar ayam yang berpijak di atas jiwa kokoh dan hati tegar ayahnya”. Sehingga dalam sambutan kemenangannya, Khabib mengatakan “berat rasanya bertanding tanpa ayahku, dan kemenangan ini saya persembahkan untuk ayahku”.
Sang petarung sejatipun tak kuasa menahan tangis mengenang perjuangan mendiang sang ayah membesarkan dan melatihnya. Sambil menghapus air mata, Khabib berpesan kepada kita semua “kalau anda punya orang tua habiskan waktu bersamanya. Kini aku tinggal punya satu orang tua yaitu ibuku. Aku ingin menghabiskan waktu bersamanya”.
Inilah sesungguhnya alasan utamanya Khabib berhenti, ingin menepati janji untuk menjaga, mendampingi dan merawat ibunya setelah ayahnya wafat. Seperti itulah seharusnya anak laki-laki. Begitulah Khabib Nurmagomedov yang dijuluki “The Eagle”. Laksana burung elang yang menukik tajam menerkam 29 mangsanya di pertarungannya yang ke-29. Ia memulai karena baktinya sama ayahnya, dan mengakhir karena baktinya sama ibunya. Kalau butiran-butiran air matanya tumpah di arena UFC, itu adalah “tasbih doanya” untuk mendiang ayahnya di akherat, dan keselamatan ibunya di dunia.
Sahabat, jika ingin sukses dunia akherat, jangan menunda memaksimalkan baktinya kepada orang tuanya. Jika ingin Tuhan tersenyum kepadamu, lukislah selalu senyum di wajah ibumu. Kalau ingin mencium bau surga, ciumlah selalu tangan dan lutut ibumu. Semoga kita semua berbakti kepada kedua orang tua, dan selalu ada waktu untuknya. Sebagainana pesan Khabib “kalau masih punya orang tua habiskan waktu bersamanya”.
Penulis : Akademisi, Inspirator dan Penggerak, Founder Sipil Institute Jakarta