PINISI.co.id- Ketua Kamar Perdata Mahkamah Agung RI, I Gusti Agung Sumanatha, S.H.,M.H secara resmi membuka International Arbitration Seminar dengan topik “Pandangan Arbitrase Indonesia” yang diselenggarakan oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) pada Kamis, 25 Juli 2024 di Hotel Pullman Jakarta.
Dalam sambutannya Agung Sumanatha menyampaikan arbitrase telah lama dikenal sebagai metode Alternatif Penyelesaian Sengketa yang disukai dalam hubungan komersial, terutama dalam kerangka apa yang disebut sebagai Transnational System of Commercial Justice (TSCJ). Arbitrase juga merupakan pilihan utama dalam menyelesaikan perselisihan internasional.
Menurutnya sebagai pilihan penting dalam penyelesaian sengketa lintas batas, arbitrase saat ini juga menghadapi tantangan praktis.
Sundaresh Menon, Ketua Mahkamah Agung Singapura, dalam membahas masa depan arbitrase dalam konteks TSCJ, menyebutkan setidaknya tiga tantangan yang dihadapi arbitrase, yaitu: kompleksitas kasus, akses terhadap keadilan, dan perubahan iklim.
Mengenai kompleksitasnya, CJ Menon mencatat bahwa kasus arbitrase dalam kerangka TSCJ cenderung menjadi lebih teknis, dengan bukti yang semakin kompleks sehingga menyulitkan manusia yang menilai untuk memahami dan memproses informasi ini secara efektif.
Hal ini disebabkan oleh kemajuan teknologi dimana kita hidup di era ledakan informasi, menjadikan informasi lebih mudah didapat dan meningkatkan kompleksitas kasus komersial karena meningkatnya nilai kontrak, jenis kontrak dalam suatu transaksi, jumlah pihak yang terlibat, dan semakin berkembangnya sejumlah perselisihan yang timbul dari Hak Kekayaan Intelektual atau industri yang diatur seperti minyak dan gas atau telekomunikasi.
Lebih lanjut pria kelahiran Denpasar ini mengatakan terkait akses terhadap keadilan, CJ Menon juga mencatat bahwa arbitrase adalah proses yang sangat mahal.
Biaya untuk memperoleh putusan arbitrase bisa mencapai puluhan juta dolar dalam arbitrase besar; bahkan dalam arbitrase yang lebih kecil dimana jumlah sengketa kurang dari beberapa juta dolar, biayanya bisa mencapai jutaan. Bagi banyak pelaku usaha, angka-angka ini sangat mengejutkan.
Oleh karena itu, tidak mengherankan jika biaya seringkali diidentikkan sebagai salah satu aspek yang paling tidak memuaskan dalam arbitrase internasional.
Dan terkait perubahan iklim, merupakan ancaman besar bagi kehidupan kita. Lembaga penyelesaian perselisihan di TSCJ telah dan akan semakin banyak menghadapi perselisihan yang terkait langsung atau tidak langsung dengan perubahan iklim.
Norma-norma perlu ditetapkan untuk membantu menangani dan menyelesaikan perselisihan tersebut.
Pengadilan arbitrase dapat memainkan peran penting dalam mengembangkan dan mengartikulasikan kewajiban lingkungan dari berbagai aktor dan menetapkan batas-batas yang dapat diterima untuk kegiatan komersial., ungkap Ketua Kamar Perdata.
Mantan Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Teknis Peradilan Mahkamah Agung ini juga menambahkan, Mahkamah Agung Republik Indonesia sebagai salah satu lembaga peradilan, selain terus melakukan penyempurnaan penyelesaian sengketa komersial melalui berbagai pembenahan internal, juga berkomitmen untuk mendorong berkembangnya penerapan alternatif penyelesaian sengketa.
Pada tanggal 12 Oktober 2023, Mahkamah Agung menetapkan Perma Nomor 3 Tahun 2023 tentang Tata Cara Penunjukan Arbiter oleh Pengadilan, Hak Gugatan, Pemeriksaan Permohonan Penindakan, dan Pembatalan Putusan Arbitrase.
Peraturan ini diharapkan semakin memperkuat penerapan mekanisme arbitrase di Indonesia, serta meningkatkan kepercayaan dan keyakinan. pelaku bisnis mengenai penggunaan arbitrase Indonesia sebagai mekanisme: untuk menyelesaikan sengketa lintas batas.
Peraturan ini disusun sebagai jawaban atas aspirasi para pemangku kepentingan dan merupakan bukti nyata komitmen Mahkamah Agung dalam mendorong penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Penyusunan Peraturan ini, memakan waktu setidaknya satu tahun sejak pertemuan pertama pada bulan Juli 2022, dan melibatkan dialog intensif dengan berbagai pemangku kepentingan.
Jauh sebelum itu Mahkamah Agung Republik Indonesia juga telah berkontribusi dengan diundangkannya Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing, ujarnya.
Seminar Internasional Prospek Arbitrase ini pada sesi pertama menghadirkan pembicara ; Hakim Agung, Syamsul Maarif, S.H., LL.M., Ph.D, Dr. M. Idwan Ganie, S.H., FSIArb, Adnan Noor dan moderator Ira A. Eddymurthy, S.H., LL.M. dengan tema The Development of Arbitration in Indonesia: Post Supreme Court Regulation No. 3 of 2023.
Acara dihadiri Ketua Badan Arbitrase Nasional Indonesia, Dr. Anangga Roosdiono, SH. LLM, Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia yang diwakili oleh Prof. Dhaniswara K Harjono, SH. MH. MBA, serta undangan lainnya. (Syam)