PINISI.co.id- Penggusuran paksa warga di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, pekan lalu, mengakibatkan bentrok antara aparat Kepolisian, TNI dan Satpol PP dengan warga setempat yang menolak digusur paksa agar meninggalkan tempat pemukimannya.
Karena itu, warga dalam wadah Kerabat Masyarakat Adat Tempatan (KERAMAT) Pulau Rempang dan Galang, yang terdampak proyek Eco-City, tetap menolak direlokasi. Alasannya, mereka sudah berada di sana secara turun temurun sejak ratusan tahun lalu.
Terkait hal itu, Dewan Pakar KKSS yang juga mantan Ketua Komnas HAM Prof Hafid Abbas mengungkapkan kasus penggusuran paksa di Pulau Rempang adalah pelanggaran HAM.
Menurut Abbas, penggusuran paksa merupakan pelanggaran HAM berat yang diakui secara internasional, karena hak atas perumahan yang layak, makanan, air, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, kebebasan bergerak dan keamanan adalah hak asasi setiap orang.
Organisasi Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) sendiri mengecam keras terjadinya tragedi Rempang. “Kita menyesalkan peristiwa ini. Apalagi kalau ada indikasi pelanggaran HAM, KKSS mengecam keras,” kata Ketua Umum KKSS Muchlis Patahna saat dihubungi PINISI.co.id.
Patahna menilai KKSS sebagai organisasi paguyuban yang bergerak dalam sosial budaya dan kemanusiaan sangat prihatin apabila di negara Republik ini ada yang mencederai nilai-nilai budaya dan kemanusiaan.
“Kasus penggusan Rempang, seharusnya negara hadir melindungi segenap tumpah dara Indonesia, kewajiban konstitusi pemerintah mengutaman kepentingan rakyat dari kepentingan lainnya termasuk investasi,” tegas Patahna.
Dalam sumpah Melayu Bugis, Patahna mengingatkan bahwa apabila Melayu diganggu ini artinya Bugis juga diganggu; dan sebaliknya Bugis diganggu termasuk Melayu diganggu.
(Lip)