Kolom Andi Rukman Nurdin
Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) tanggal 15-17 November 2019 akan menghelat Mubes ke XI di Solo, Jawa Tengah. Mubes merupakan siklus rutin di setiap organisasi, forum evaluasi sekaligus inisiasi agenda atau program yang dinilai relevan dengan tantangan kekinian organisasi sekaligus pemilihan kepengurusan baru. Seyogyanya, Mubes kali ini diharapkan mampu merumuskan perspektif yang tajam dan komprehensif dalam memotret realitas organisasi KKSS, apa kekurangannya, tantangannya serta potensi yang dimiliki sehingga akan menjadi modal untuk melakukan lompatan di masa depan.
Setuju bahwa KKSS itu organisasi paguyuban, pendekatannya kekeluargaan, tetapi hal itu bukan berarti kita menafikan model pengelolaan organisasi secara modern, efektif, efisien dan transparan. KKSS tidak bisa menegasikan bahkan harus bisa beradaptasi di era digital seperti sekarang ini. Olehnya itu, pada Mubes mendatang, saya berharap KKSS menguatkan kembali elan vitalnya sebagai organisasi paguyuban yang berkontribusi bagi Sulawesi Selatan khususnya, dan secara umum untuk Indonesia.
Untuk mewujudkan harapan tersebut. Usul saya; pertama rapikan pendataan keanggotaan atau diaspora masyarakat Sulsel yang tersebar di seantero nusantara dan dunia. Ini krusial dan fundamental sebab data akan merekam jumlah populasi, gender, profesi dan pendidikan.
Kedua, Sinergi dan Konektifitas. Dari data yang dimiliki oleh KKSS, kita dapat membaca potensi yang dimiliki oleh diaspora masyarakat Sulsel. Langkah lanjutannya adalah sinergi atau kolaborasi, tugas KKSS bagaimana potensi yang dimiliki ini bisa optimal, KKSS harus bisa menyambungkan potensi diaspora tersebut, sinergi untuk saling memajukan, misalnya; para pelaku dunia usaha, tentu ada yang posisinya sebagai buyer, ada sebagai produsen, mereka bisa kolaborasi. Begitu juga dengan varian profesi lainnya. Untuk bisa menjembatani lalu lintas komunikasi antar diaspora ini, KKSS perlu menyiapkan perangkat website atau perangkat IT modern lainnya, sehingga interaksi bisa lebih efektif, cepat dan efisien tetapi outputnya maksimal.
Ketiga, meneguhkan prinsip kearifan lokal, Sulsel sangat kaya dengan budaya dan kearifan lokal, empat etnis besar yakni; Bugis, Makassar, Toraja dan Mandar menyebar mendiami baik di wilayah pesisir maupun di pegunungan. Beragam nilai-nilai tumbuh dan diinternalisasi dalam kehidupan sehari-hari mereka, dimana pun kaki dipijakkan. Di era kehidupan manusia yang mulai menjauh dari falsafah kearifan lokal dan agama, tergerus arus modernisasi, fakta ini harus menjadi tantangan bagi KKSS untuk menghidupkan falsafah, warisan leluhur, seperti; Sipakainge, Sipatokkong, Sipakalebbi dan Siri na pacce.
Falsafah leluhur tersebut harus senantiasa ditancapkan ke dalam sanubari dan alam pikir kita, dihidupkan dan diwariskan secara turun temurun. Falsafah leluhur ini begitu dalam maknanya, menitipkan pesan kepada diaspora masyarakat Sulsel untuk saling menghargai, saling mendukung dan menjaga marwah atau harga diri sebagai anak Sulsel dimana pun berada. Tak kalah pentingnya, pesan-pesan leluhur itu juga memiliki dimensi transedental, relasi tentang makhluk dan Tuhannya, tentang pentingnya untuk senantiasa memohon ridho dari Allah SWT.
Tiga poin sederhana inilah yang menurut saya penting didiskusikan secara intens pada Mubes mendatang, sehingga bisa menjadi bahan bagi pengurus KKSS dalam merumuskan program-program kerja, sehingga kiprah dan kontribusi KKSS semakin nyata dirasakan manfaatnya. Terkait dengan pemilihan Ketum KKSS, saya berharap tetap mengedepankan azas musyawarah, dilakukan dengan prinsip-prinsip keterbukaan dan persaudaraan. Siapa pun terpilih merupakan Ketum kita bersama dan wajib untuk didukung penuh sebab KKSS merupakan rumah kita bersama.
Selamat Mubes KKSS, sukses selalu.
Penulis, adalah Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia