M Luthfie Hakim: Dokter Perlu Pahami Hukum Kesehatan dan Kedokteran agar Tenang Bekerja

0
5047
- Advertisement -


PINISI.co.id Walaupun berprofesi sebagai pengacara, namun M. Luthfie Hakim, SH, MH, bisa juga disebut seorang pendidik, dan sekali-sekali juga aktif berdakwah di tengah masyarakat. Orang awak ini lahir dan besar di Jogja dan fasih berbahasa Jawa ketimbang bahasa Minang. Namun, Luthfie cukup dekat dengan tanah leluhurnya, buktinya sejak 4 tahun lalu ia dipilih sebagai penghulu dan bergelar Datuk, yang menjadi panggilannya sehari- hari sebagai kepala suku.

Sebagai pendidik alumnus Fakultas Hukum UGM Jogja ini banyak berkecimpung di dunia pendidikan. Hingga kini ia adalah pengajar aktif dan dosen Magister Hukum Kesehatan dan Magister Litigasi Fakultas Hukum UGM Yogyakarta, dan sejumlah perguruan tinggi ternama yang ada di Jakarta.  Sebelumnya, kelahiran Yogyakarta 27 Maret 1964 ini Dekan Fakultas Hukum Universitas Jayabaya (2010-2013). Sedangkan sebagai orang yang dekat dengan kegiatan agama, Luthfie adalah Sekretaris Komisi Hukum dan Perundang-undangan (Komisi Kumdang) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat.

Dengan aktivitas utamanya sebagai pengacara dan konsultan hukum Luthfie yang bergelar Sutan Jamaris ini berkantor pada M.Luthfie Hakim & Partners di Graha Pratama lantai 20 Jakarta Selatan. Sebelum berpraktek sendiri ia telah malang melintang berkecimpung sebagai pembela pada banyak kantor pengacara atau Law Firm terkemuka seperti pada kantor Adnan Buyung Nasution, Hartono Mardjono & HM Dault SH, dan Djoko Prabowo Saebani, SH. Setelah memiliki pengalaman yang panjang tersebut baru pada tahun 2000 ia mandiri dengan membuka kantor pengacara M. Luthfie Hakim & Patners Law Firm. Kasus-kasus yang ditangani antara lain kasus terorisme, kasus penggelapan pajak, kasus korupsi, kasus politik dan lainnya.

Namun, dalam  beberapa tahun terakhir Kantor M. Luthfie Hakim &Patners lebih banyak memfokuskan diri sebagai konsultan hukum kedokteran atau kesehatan. Sebuah jasa konsultan hukum kedokteran atau kesehatan, yang intinya adalah memberikan pengetahuan tentang hukum kedokteran, supaya dokter hati-hati bekerja.” Misalnya, kami memberi tahu kewajiban membuat rekam medis, dan ancaman hukuman bila tidak membuat, kemudian apa perlunya membuat rekam medis. Dokter yang melakukan operasi, bisa saja apa yang dikerjakannya tidak ditulis, dan   benar. Tapi, walaupun kerjanya benar, resiko selalu saja ada. Nah, ketika terjadi resiko dan dokter tidak menulis, tentu dokter tidak bisa bilang karena tidak punya bukti,” jelas Konsultan Hukum Kesehatan RS Omni Group ini.

Menurut Luthfie, yang juga lulusan  S 3 Program Pasca Sarjana UGM ini, sudah umum bahwa dokter ketika menjalankan tugasnya malas atau enggan menulis apa yang dilakukan. Atau, kalaupun mereka menulis tidak lengkap dan tidak memadai.”Padahal pendidikan tentang hukum kesehatan dan kedokteran ini upaya preventif, mencegah orang berbuat salah dan hati-hati,” papar Luthfie, yang juga Konsultan Hukum Kesehatan RS Mitra Keluarga Group.

- Advertisement -

Luthfie menambahkan, dokter memang perlu mengetahui hukum  kedokteran. Sekarang ini dokter sering merasa aman-aman saja dalam menjalankan praktiknya karena banyak yang tidak tahu aturan hukum di bidang kedokteran  Akibat hal sederhana ini, tatkala bersinggungan dengan kalangan penegak hukum, para dokter mudah gamang dan panik. “Ketika mereka panik, semakin mendorong mereka melakukan kesalahan,” tegas Luthfie, yang juga dosen Magister Hukum Kesehatan Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada ini.

Karena itu, lanjut Luthfie, yang juga lulusan S 2 Program Pasca Sarjana BKU  Hukum Pidana Universitas Pajajaran ini, para dokter perlu meningkatkan pengetahuan hukum kedokteran demi meningkatkan kesadaran, kewaspadaan, dan pengetahuan akan hak dan kewajiban. “Sehingga kelak.memberikan ketenangan  dan kenyamanan bagi seluruh tenaga medis dalam memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar profesi, standar prosedur operasional, dan hukum yang berlaku,”imbuh Dosen Hukum Kesehatan Universitas Indonesia ini.

Menurut Luthfie, ia semakin tertarik menggumuli masalah hukum kesehatan ini setelah munculnya kasus dr Ayu yang dimejahijaukan di Sulawesi Utara ketika melakukan operasi cesar dan menyebabkan kematian pasien. “Karena kasus dr Ayu itulah saya membuat slide tentang pengertian kelalaian dalam.praktek kedokteran. Apa sebenarnya yang terjadi dan mencoba menjelaskan,”tutur Anggota Majeis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) ini.

Sejak itulah Luthfie dan kantor pengacaranya dikenal sebagai pakar hukum kesehatan. Maka, undangan dan tawaran untuk menjadi pembicara dalam berbagai seminar datang memintanya. Demikian juga untuk menjadi konsultan hukum kesehatan.

Kini secara tetap Luthfie adalah konsultan hukum kesehatan di banyak rumah sakit besar. Antara lain RSIA Kasih Group, RS Omni Group, RS Mitra Keluarga Group, National Hospital Surabaya, RS Graha Kedoya Group, RS Harapan Bunda Group, Asia Stem Cell Centre Jakarta dan banyak rumah sakit lainnya, termasuk konsultan kesehatan di 6 apotik besar yang ada di Tangerang Selatan dan Bogor.

Sebagai dosen hukum kesehatan Luthfie mengajar di hampir semua perguruan tinggi top di Jakarta dan Jogja, di antaranya Universitas Indonesia, Universitas Borobudur, Universitas Veteran, Universitas Muhamadiyah Jakarta, Universitas Jayabaya, dan Universitas Gajah Mada Yogyakarta

Selain itu Luthfie juga aktivis organisasi di antaranya Ketua Umum PP Himpunan Advokat Spesialis Rumah Sakit (HASRS), Anggota Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI), Anggota Dewan Penasehat Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia(MHKI), Anggota Dewan Pakar Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (PERHUMASRI), Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia ( DPN PERADI), Sekretaris Komisi Hukum dan Perundang-undangan Majelis  Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Ketua Badan Pendidikan dan Pelatihan Pengurus Pusat Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (PP MHKI), dan banyak lainnya. (Arfendi)
       
       
       
       
       

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here