PINISI.co.id- Front Advokat Rakyat Pasigala (FARP) menyomasi Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah akibat menerima dana CSR (corporate social responsibility) dari PT Bank Sulteng. Somasi FARP ditandatangani Agussalim SH sebagai Ketua dan Direktur LBH Sulteng Yulyaner Aditia Warman SH tertanggal 03 Oktober 2023.
Ada empat point yang disomasi FARP dan LBH Sulteng. Keempatnya adalah rincian pencairan dana CSR ke lembaga hukum yang kantor cukup megah di Jalan Samratulangi Palu. ‘’Iya ada empat point kita somasi rincian penerimaan CSR ke Kejati. Kami rincikan. Baik jumlah atau nilai uang yang diterima Kejati dengan tanggal pencairan,’’ sebut Agus.
Sesuai data FARP dan LBH Sulteng CSR yang telah diterima Kejati sebesar Rp1,176 miliar. Bukan Rp1,4 miliar. Olehnya, FARP dan LBH Sulteng meminta Kejati mengembalikan dana tersebut, dan siap dilaporkan ke Kejagung dan digugat secara class action,” tambah Agus dalam keterangannya.
Sebelumnya, CSR atau tanggungjawab sosial sebuah perusahaan. Wajib sesuai undang-undang. Diberikan perusahaan pada masyarakat sekitar atau pihak lain yang memiliki program yang bermanfaat. Bila tidak bermanfaat secara langsung tentu tidak diperbolehkan.
Berdasarkan peraturan UU PT dan PP 47/2012 menyatakan bahwa besaran dana CSR adalah tidak spesifik, sesuai dengan kebijakan perusahaan.
Meskipun demikian, biaya CSR wajib tetap dikeluarkan diperhitungkan dan dianggarkan oleh perusahaan sesuai dengan kepatutan dan kewajaran. Hal ini tercantum dalam UU 40/2007 pasal 47 ayat 2.
Belum lama ini warga mempertanyakan PT Bank Sulteng memberikan CSR ke Kejaksaan Tinggi Sulteng sebesar Rp1,4 miliar. Adalah Advokat Rakyat Internasional Agus Salim SH, dilansir Harian Mercusuar. Dalam berita itu jelas, permintaan CSR Kejati Sulteng berdasarkan permohonan dengan lengkap nomor suratnya.
Menarik bila diikuti jejak digital sekaitan dengan ‘pemberian CSR bank milik pemerintah ke Kejati dengan alasan membiayai mobiler kantor’ yang kini sangat mentereng terbaik di tengah provinsi Sulawesi itu.
Kantor Kejati dinyatakan tidak layak akibat dampak bencana alam 7,4 SR 28 September 2018. Pihak Kementerian PU pun membangun kantor penegak hukum itu. Dikerjakan BUMN ternama Waskita Karya. Selama dibangun, seluruh aparat baju coklat berkantor di Gedung Wanita milik Pemprov Sulteng di Jalan Moh Yamin Palu.
Ada usulan tambahan anggaran untuk pembelian mobiler dan lainnya. Nilainya sekira Rp1,6 miliar. Sayang sumber tidak memastikan apakah dana tambahan itu digunakan secara pasti atau tidak untuk pengadaan mobiler Kejati.
Di tahun 2021, Kejati sedang menyelidiki beberapa dugaan kasus hukum PT Bank Sulteng. Bahkan sekarang, sudah beberapa bulan mantan Dirut Bank Sulteng meringkuk di sel LP Maesa dengan tuduhan memperkaya orang lain akibat kebijakannya. Karena informasinya bahwa kerjasama bank plat merah dengan pihak lain tidak disoal oleh OJK.
Bila SCR Rp1,4 miliar Bank Sulteng tidak ‘direbut’ Kejati guna pembelian mobiler dan sejenisnya, maka ada berapa UMKM dapat diberdayakan dengan dana itu? Ada berapa jiwa yang dapat ditolong akibat kemiskinan ekstrem? Ada berapa ibu yang diselamatkan anaknya dari stunting?
“Apabila sinyalemen sesuai surat permohonan permintaan CSR untuk pengadaan mobiler gedung megah di Jalan Sam Ratulangi itu benar, maka wajib rakyat Sulteng meminta pihak Kejagung mengembalikan atau mengusut secara terang benderang dugaan gratifikasi dan korupsi,” pungkas Agus. (Aco)