PINISI.co.id. Jakarta — Sedang asyik-asyiknya saya membaca buku Lopa Yang Tak Terlupa ini, eh seorang bupati di Jawa Tengah ditangkap KPK. Ini artinya apa? Bahwa buku karya pemimpin redaksi majalah PINISI ini, tetap relevan dan selalu aktual di tengah makin maraknya korupsi di Tanah Air. Memang buku ini merupakan keluaran tahun 2001 tak lama setelah Prof. Dr. Baharuddin Lopa meninggal, dan diterbitkan ulang penerbit Imania Jakarta pada tahun 2018, namun konten dan pesan moral buku setebal 338 halaman ini melampaui waktu dan zaman.
Pesan-pesan kebajikan, integritas, dan rekam jejak adalah nilai-nilai moral yang mahal dan selalu dikenang sepanjang waktu.
Lopa dikenal sebagai pejuang dan penegak hukum, pejabat yang putih bersih, menteri tanpa kompromi dan Jaksa Agung yang hidup sederhana. Karena itu, Lopa lengkap sebagai figur teladan dalam pemberantasan korupsi. Sampai-sampai dalam sebuah kisah dalam buku ini, dilukiskan bagaimana ia akan mengejar koruptor hingga ke dalam neraka jiak ia tidak dapat menangkap di dunia. Ini merupakan metafora; betapa geregetannya salah satu pendiri KKSS ini terhadap korupsi.
Ditulis dengan bahasa ringan lewat penggalan-penggalan kisah, Lopa selama menjadi pejabat dari Bupati Majene saat ia baru berusia 25 tahun, hingga selaku jaksa, jaksa agung, birokrat hukum dan Menteri Kehakiman. Selain itu disajikan pula pandangan-pandangan berbagai tokoh mulai Presiden Abdurrahman Wahid, praktisi hukum seperti Mulia Lubis dan pegiat antikorupsi. Dapat disimpulkan bahwa Lopa adalah tokoh yang tegas, berani, dan penuh integritas dalam menegakkan hukum. Karakter langka yang sangat dibutuhkan Indonesia saat ini, namun ia keburu meninggal saaat melakukan ibadah umroh pada tahun 2001.
Lebih dari itu, warisan yang ditinggalkan almarhum dalam pemberantasan korupsi bisa dibagi kepada kita semua, termasuk ke anak cucu. Karena agungnya nilai-nilai itu, maka tak heran jika buku ini menjadi bacaan murid SMA sebagai referensi dalam rangka membangun revolusi mental. Bahwa masih ada pejabat yang jujur, bersih dan sederhana seperti yang terpatri dalam diri Lopa. Ini pelajaran yang harus ditiru oleh kita semua.
Sewaktu menjadi Kajati Sulsel, Lopa mengumpulkan jaksa dan memberi maklumat bahwa jaksa dilarang menerima uang dan harus hidup sederhana. “Bila ada jaksa yang kekayaannya menonjol akan diusut,” ancam Lopa. Ia bahkan memenjarakan pengusaha kuat di Makassar Toni Gozal, yang dikenal dekat istana.
Semasa menjadi jaksa, Lopa tak pernah pandang bulu. Ia memburu bupati dan camat yang bermasalah. Ketika menjadi Jaksa Agung, ia menyidik pengusaha dan orang kuat.
Kalau ia ditraktir makan, ia tanya dulu, uangnya untuk traktir halal tidak. Sebab ia hanya mau makanan yang halal. Tak heran jika ia dijuluki mahkluk abnormal, sebab tidak doyan keistimewaan dan kesenangan.
Pada hemat saya, sikap Lopa sangat konsisten. “Walaupun langit akan runtuh besok, saya tetap akan menegakkan hukum,” tandas Lopa. (Arman Abdurahman).