Kolom Fiam Mustamin
MENGHIDUPKAN sensasi kenangan 30 tahun silam.
Di tahun 1990 an saya dan keluarga rutin menempuh perjalanan mudik Lebaran dan liburan sekolah dengan rute dari Tanjung Priok, Tanjung Perak, Balikpapan, Makassar dan Pantoloan Palu pergi pulang.
Kali ini memilih pelayaran laut dari Makassar-Tanjung Perak- Tanjung Priok setelah tiga minggu mudik Lebaran di Soppeng.
Memilih KM Doro Londa Pelni trayek Bitung Manado, Ternate, Namleah, Ambon dan Bau Bau Buton.
Di kapal itu betemu lima komunitas penumpang dengan berbagai tujuan pelayaran.
Di kapal itu menikmati tidur di dek bangsal terbuka 40 orang persatu kapling, makan antrean tiga kali, shalat yang berjamah pada waktu Magrib, Subuh dan Dhuhur.
Selain bangsal di dek yang sudah penuh, penumpang lain banyak yang tertampung di gang- gang tangga menuju dek, begitu ramainya di musim Lebaran ini.
Di sela waktu di kapal itu, ada hiburan band/ orgen tunggal usai Isya dan nonton video/ film di siang hari.
Mengenang Bandar Makassar Tempo Doelue
MENJELANG keberangkatan dari dermaga / pelabuhan, saya mengambil posisi di anjungan atas kapal untuk memandang seluruh arah.
Kapal pelan bergerak dipandu oleh dua kapal ke luar 100 meter dari dermaga menuju laut lepas.
Saya mengabadikan suasana di sekitar dermaga itu dengan gedung yang lama dan baru beberapa yang bertingkat di kota Makassar yang menuju kelas kota metropolitan.
Di dermaga itu bersandar beberapa kapal barang dan puluhan yang lainnya sedang berlabuh di luar area dermaga.
Saya merasakan dan mengamati alur kapal bergerak keluar dermaga dengan melewati gugusan pulau Lae lae, Gusung Talllang, Kayangan dan pulau-pulau lainnya Barang Lompo, Barang Caddi, Kodingareng dan lain lain yang nampak kecil dari jauh dari kapal.
Sesaat itu saya membatin memandang dan merasakan aura laut, angin dan awan di langit.
Dari kejauhan sana terasa di perairan Barombong, Galesong, Tajung Alang/ Bunga dan eks lokasi Benteng Somba
Opu di pinggir sungai Jeneberang muara gunung Bawakaraeng dan Lompobattang di abad ke-17.
Di sana telah terjadi peperangan dahsyat hidup mati dalam mempertahankan kehomatan/ harga diri tanah leluhur dari serangan laut asing kolonial Belanda. Lebih baik mati berdarah dari pada terjajah asing.
Tidak terasa di anjungan itu, saya larut dengan bayangan bagaimana perjuangan heroik para laskar pemberani Butta Gowa Tallo Mangksarak bersama para sekutunya dari Mandar, Luwu dan Wajo yang tak mengenal menyerah.
Toddopuli, Mabbulo Sibatang Iya Ada Nagau/dengan Keyakinan Kesatuan serta Satunya Kata dan Perbuatan, Bismillah Allahu Akbar …
Anjungan KM Doro Londa 16 Mei 2023.