Pengantar Zaenal Abidin
Ketika Allah Allah Swt, membuat “RUU” Penciptaan Adam AS sebagai khalifah di muka bumi, Allah mengajak malaikat, jin dan iblis untuk berdialog. Dialog tersebut terekam dengan sangat baik di dalam Kitab Suci Al-Qur’an, S. Al-Baqarah: 30 – 34.
Terkait dengan dialog dalam penciptaan Adam AS ini, suatu waktu saya bertanya salah seorang senior saya, apa pentingnya Allah Swt berdialog dengan makhluk-Nya: malaikat, jin, dan iblis? Senior tersebut hanya menjawab: Karena penciptaan Adam AS berkaitan dengan eksistensi alam semesta dan esksitensi malaikat, jin dan iblis. Benar tidaknya jawaban tersebut, wallahu a’lam bishawab.
Malaikat, jin, dan iblis, bertanya setengah keberatan: “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami senantiasa bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?
Allah menjawab: “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. Setelah Adam diciptakan, Allah membuat uji kompetensi sekaligus uji tanding. Dan ternyata Adam mampu menjawab semua soal ujian dengan baik, sementara malaikat, jin dan iblis tidak mampu menjawab.
Persolan kemudian muncul, ketika Allah memerintahkan kepada para malaikat: “Sujudlah kamu (berilah penghormatan) kepada Adam!” Mereka pada sujud (memberi penghormatan) kecuali Iblis, yang menolak dan menyombongkan diri” Iblis berkata, “manusia diciptakan dari tanah, sedang kami diciptakan dari api”
Keangkuhan dan kesombongan iblis secara terbuka membuat Allah Swt menilai Iblis tidak pantas masuk dan berada di dalam surga tetapi pantasnya disiksa di dalam neraka.
Sekalipun iblis melakukan protes keras dan tidak pantas masuk surga, namun eksistensinya tidak dihapus (tetap diakui) di dalam DIM.
Iblis kemudian bersedia menerima risiko pilihannya, lalu mengajukan proposal agar dirinya diberikan masa hidup lebih panjang sepanjang usia anak manusia agar bisa memengaruhi mereka masuk ke dalam neraka bersamanya. Dan, Allah Swt pun menerima proposal ibis itu.
Cerita di atas, sekali pun Allah Swt, Yang Maha Atas Segalanya, Dia sangat menghargai dialog yang terbuka dengan hamba-Nya. Allah bahkan menyetujui proposal iblis yang memprotes-Nya sangat keras.
Belajar dari Tukang Jahit
Untuk diketahui, tukang jahit itu bila ingin membuatkan baju pelanggannya, ia tidak langsung menjahitnya. Selalu memulai dengan dialog atau tanya jawab, agar baju yang dibuatnya pas dengan badan pelanggannya.
Hemat saya, ada empat alasan mengapa tukang jahit perlu berdialog dengan pelanggannya: (1) Karena dialog sudah menjadi standar baku bagi tukang jahit. (2) Tukang jahit tahu bahwa yang akan memakai baju buatannya, bukan dirinya sendiri. (3) Karena tukang jahit tahu bahwa jalan rezekinya melalui pelanggannya. (4) Tukang jahit juga tahu bahwa dalam pekerjaannya sebagai penjahit terkandung amanah pelanggan yang wajib dijaga dan tidak boleh dicederai.
Karena itu tukang jahit harus bekerja lebih cermat, berhati-hati, dan tidak terburu-buru. Meski bila ia salah membuat baju, paling hanya satu beksistensi yang terdampak, yakni pelanggannya.
Namun tukang jahit amat tahu bahwa bila ia ceroboh dalam membuat baju maka pelanggan akan lari. Pelanggannya tidak akan memilihnya kembali bila ingin membuat baju. Nama baiknya pun akan tercoreng.
Pembentukan undang-undang
RUU (OBL) Kesehatan, tidak hanya terkait dengan estistensi satu orang seperti tukang jahit, namun menyangkut eksistensi seluruh warga negara. Karena itu dalam pembentukan undang-undang terdapat hak warga negara untuk: (1) didengarkan pendapatnya (right to be heard), (2) dipertimbangkan pendapatnya (right to be considered), dan (3) mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan (right to be explained).
Billahit Taufik Walhidayah
Penulis Ketua Dep. Upaya Kesehatan Masyarakat MPP ICMI) dan Ketua Dep Kesehatan BPP KKSS.