PINISI.co.id- Jumat pagi kemarin, waktu Hartford, Connecticut, Amerika Serikat, 21 Juli, saya sempat terdiam beberapa menit setelah mendapat pesan via WhatsApp, informasi duka dari dua sahabat saya, Prof. Dr. Awaluddin Tjalla dan E. Afrizal Sinaro dari Jakarta. Mereka mengabarkan wafatnya Prof. Dr. Burhanuddin Tola, Guru Besar jebolan Universitas Negeri Jakarta, di Jakarta, 21 Juli 2023 karena sakit dan dimakamkan di Pekuburan Keluarganya di Purwakarta, Jawa Barat.
Bagi saya, Pak Bur adalah orang tua, guru, sahabat yang baik dan dermawan. Pak Bur memiliki kepedulian tinggi untuk memajukan mutu Pendidikan di Indonesia melalui sistem dan metode ilmu terapan asesmen, dan memiliki pengalaman dalam dan luar negeri untuk mengukur tingkat kemajuan perkembangan kemampuan rata-rata ilmu matematika dan fisika anak-anak Indonesia. Pak Bur adalah pakar statistik dan berkawan baik dengan banyak orang, termasuk Denny JA, Direktur Lembaga Survei Indonesia.
Pak Bur pernah berbagi cerita, berkawan baik dengan Denny ketika mereka kuliah di Universitas Pittsburgh, Pennsylvania, Amerika Serikat, salah satu pusat ilmu statistik di dunia. Oktober 2022 saya mengunjungi kampus Pittsburg, memandu rombongan tenaga pendidik dari Indonesia. Ketika itu, saya mengingat kebaikan dan kisah sekolah Pak Bur.
Tahun 2008 saya sempat mewawancarai Pak Bur. Itu dimuat di Majalah PINISI, yang dikelola oleh teman-teman saya di Badan Pengurus Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (BPP KKSS). Saya masih ingat judul yang beliau pilih, “Anak yang Hilang.” Pak Bur merasa pernah menjadi anak yang hilang – dari kampung halamannya, di Bone, Sulawesi Selatan ketika mendapat kesempatan studi di Pittsburgh lebih 10 tahun. Saya mengenal Pak Bur melalui Prof. Dr. Mansyur Ramly dan Alimuddin Paturusi.
Almarhum Prof. Burhan lahir di Makassar, 18 Agustus 1951; mantan Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI; penggagas pendirian Lembaga Konsultan dan Asesmen; dan Yayasan Indonesia Bermutu. Pada Lembaga terakhir ini, saya diajak bergabung dari awal dan beberapa kali kami mengadakan pertemuan dan makan siang di rumahnya, di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Saya juga hadir pada prosesi penganugerahan Guru Besarnya di kampus UNJ Jakarta.
Bagi saya, kepergian Profesor Bur adalah duka yang mendalam bagi Komunitas Pendidik Indonesia, khususnya penggemar ilmu statistik dan peningkatan mutu pendidikan. Saya merasa kehilangan guru dan sahabat yang baik dan dermawan. Selamat jalan Professor Bur. Kami turut mendoakan Bapak, mendapat tempat yang lapang, bercahaya, dan harum di sana. Amien.
(M. Saleh Mude)