Dari Diaspora Maritim Abad ke-15 hingga Kepemimpinan Negara Modern
Kolom Muslimin Mawi
Aktivis dan Pemerhati Organisasi
Pendahuluan
Sejarah Nusantara dan dunia tidak dapat dilepaskan dari peran aktif orang Bugis Makassar sebagai pelaut, diplomat, ulama, prajurit dan negarawan. Sejak abad ke-15 hingga era negara modern, komunitas Bugis Makassar menunjukkan watak kosmopolitan yang kuat, berani merantau, menjunjung kehormatan (siri’) dan teguh mempertahankan martabat kolektif (pacce).
Tulisan ini mengkaji sembilan tokoh Bugis Makassar yang tercatat dalam sejarah, terdiri atas enam tokoh historis lintas negara dan tiga tokoh nasional modern dengan capaian prestasi kenegaraan yang signifikan. Pendekatan yang digunakan adalah historis-deskriptif berbasis sumber kronik, catatan kolonial, historiografi Melayu–Eropa, serta data resmi kenegaraan Indonesia.
Tokoh Bugis Makassar dalam Sejarah Global
1. Hang Tuah: Simbol Melayu dan Jejak Makassar
Hang Tuah dikenal sebagai laksamana legendaris Kesultanan Malaka pada masa Sultan Mansyur Syah (abad ke-15). Meskipun keberadaan historisnya masih diperdebatkan antara mitos dan fakta, sumber-sumber Melayu klasik, terutama Hikayat Hang Tuah, menyebutkan bahwa Hang Tuah berasal dari keturunan Raja Bajeng di tanah Makassar.
Penyebutan ini penting karena menempatkan orang Makassar sebagai bagian integral dari pembentukan elite maritim Melayu awal. Terlepas dari perdebatan akademik mengenai faktualitas tokoh ini, Hang Tuah telah menjadi simbol etos kesetiaan, keberanian dan keunggulan diplomatik, nilai yang sejalan dengan karakter Bugis Makassar.
2. Syekh Yusuf Al-Makassari: Ulama Global dan Pejuang Anti-Kolonial
Syekh Yusuf Al-Makassari (1626–1699) merupakan tokoh lintas benua yang diakui secara internasional. Lahir di Makassar, beliau berkiprah sebagai ulama, pejuang dan pemimpin spiritual yang melawan kolonialisme Belanda.
Pengasingannya ke Sri Lanka dan kemudian ke Cape Town (Afrika Selatan) justru memperluas pengaruhnya. Syekh Yusuf menjadi simbol perlawanan moral terhadap penindasan dan diakui sebagai Pahlawan Nasional Indonesia serta pahlawan spiritual Afrika Selatan. Makamnya di Cape Town hingga kini menjadi situs ziarah lintas bangsa, menegaskan posisi orang Bugis Makassar dalam sejarah dunia Islam dan perjuangan global melawan kolonialisme.
3. Karaeng Sangullo: Nama Harum di Sailon (Sri Lanka)
Karaeng Sangullo adalah figur Makassar yang namanya melegenda di Sailon (Sri Lanka). Keberadaannya tercatat dalam tradisi lokal sebagai pemimpin dan figur berpengaruh di tengah komunitas diaspora Makassar.
Kiprah Karaeng Sangullo mencerminkan pola migrasi Bugis Makassar pasca-Perang Makassar (1666–1669), ketika banyak bangsawan dan prajurit Makassar bermigrasi dan membangun komunitas baru di wilayah Samudra Hindia.
4. Karaeng Aji: Pangeran Makassar di Pahang
Karaeng Aji merupakan pangeran Makassar yang menghabiskan hidupnya di Kesultanan Pahang (Malaysia). Di sana, ia dikenal sebagai Orang Kaya Indra Syahbandar pertama, sebuah jabatan strategis dalam struktur ekonomi dan pelabuhan Melayu.
Signifikansi Karaeng Aji tidak hanya terletak pada perannya sebagai elite ekonomi-politik, tetapi juga pada garis keturunannya. Perdana Menteri Malaysia Tun Abdul Razak dan Najib Tun Abdul Razak tercatat sebagai keturunan beliau, menunjukkan bagaimana diaspora Bugis Makassar turut membentuk kepemimpinan nasional di negara lain.
5. Daeng Mangalle: Martir Kehormatan di Ayutthaya
Daeng Mangalle adalah Pangeran Makassar yang gugur bersama pengikutnya dalam konflik dengan Kerajaan Siam di Ayutthaya (Thailand). Nicolas Gervaise, dalam catatan sejarahnya, menggambarkan bahwa konflik tahun 1686 bermula dari persoalan kehormatan.
Orang-orang Makassar menolak diminta meminta maaf kepada Raja Narai atas rencana pemberontakan Melayu yang tidak mereka lakukan. Penolakan ini didasari prinsip siri’ kehormatan yang tidak dapat ditawar. Akibatnya, Daeng Mangalle dan pengikutnya menghadapi kemarahan raja dan berakhir dengan kematian. Peristiwa ini menegaskan nilai dasar budaya Bugis Makassar: lebih baik gugur daripada kehilangan martabat.
6. Daeng Ruru dan Daeng Tulolo: Perwira Makassar di Angkatan Laut Prancis
Daeng Ruru dan Daeng Tulolo, putra Daeng Mangalle, dikirim ke Prancis pasca-konflik Ayutthaya dan tiba pada 15 Agustus 1687 di Prancis, keduanya memperoleh perlakuan istimewa, dididik di sekolah perwira Angkatan Laut, dibaptis, dan dianugerahi gelar kehormatan Louis, status yang setara dengan bangsawan tinggi Prancis.
Daeng Ruru bergelar Louis Pierre Makassar, sedangkan Daeng Tulolo bergelar Louis Dauphin Makassar. Keduanya dikenal sebagai perwira laut yang disegani. Bahkan terdapat spekulasi historis mengenai hubungan darah dengan Napoleon Bonaparte, meskipun hal ini masih menjadi perdebatan akademik, namun menunjukkan betapa kuatnya jejak orang Makassar dalam sejarah Eropa.
Tokoh Bugis Makassar dalam Sejarah Nasional Modern
7. Jenderal M. Yusuf: Panglima Para Prajurit
Jenderal M. Yusuf adalah figur militer nasional yang pernah menjabat sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima ABRI. Ia dikenal sebagai perwira profesional yang memainkan peran strategis dalam konsolidasi pertahanan nasional Indonesia pada masa Orde Baru, serta menjadi simbol integrasi peran militer dalam negara modern.
8. H.M. Jusuf Kalla: Negarawan Perdamaian
H.M. Jusuf Kalla, Wakil Presiden Republik Indonesia ke-10 dan ke-12, merupakan tokoh Bugis Makassar dengan capaian kenegaraan luar biasa. Ia berperan penting dalam penyelesaian konflik Aceh dan Poso melalui pendekatan dialog dan rekonsiliasi.
Kiprahnya mencerminkan nilai Bugis Makassar yang adaptif: tegas namun solutif, keras dalam prinsip namun lentur dalam pendekatan.
9. Andi Amran Sulaiman: Kepemimpinan Pangan Nasional
Andi Amran Sulaiman (lahir 27 April 1968) adalah seorang bangsawan Bugis, dikenal sebagai pengusaha sukses, yang menjabat Menteri Pertanian Republik Indonesia dan Kepala Badan Pangan Nasional. Ia juga dikenal sebagai tokoh pertanian yang fokus pada swasembada pangan dan memiliki latar belakang akademis sebagai dosen, dikenal luas atas capaian swasembada beras, reformasi tata kelola pertanian, serta keberanian menghadapi mafia pangan.
Kontribusinya diakui dengan penghargaan Satyalancana Pembangunan (2007), FKPTPI Award (2011) dan Bintang Mahaputera Adipradana (2020). Prestasi ini menguatkan posisinya sebagai salah satu tokoh pertanian paling berpengaruh di Indonesia.
Prestasinya menempatkan orang Bugis Makassar dalam posisi strategis pada sektor paling vital negara: ketahanan pangan nasional.
Penutup
Dari Malaka hingga Makassar, dari Ayutthaya hingga Prancis, dari Cape Town hingga Istana Negara, orang Bugis Makassar tercatat sebagai aktor sejarah yang melampaui batas geografis dan zaman. Mereka hadir sebagai simbol keberanian, kehormatan, intelektualitas dan kepemimpinan.
Sejarah ini bukan sekadar romantisme masa lalu, melainkan modal kultural yang relevan untuk membangun masa depan bangsa, bahwa nilai siri’ na pacce bukan hanya warisan budaya, tetapi energi peradaban.
Eramas 2000, 21 Desember 2025
Penulis: Aktivis dan Pemerhati Organisasi












