Pakar Hukum: Penetapan Tersangka Kasus Timah sebagai Paksaan Akibat Tekanan Publik

0
117
- Advertisement -

PINISI.co.id- Pakar hukum pidana Prof Romli Atmasasmita menilai kerugian negara sebanyak Rp300 triliun menjadi beban berat bagi Kejaksaan Agung dan

Kejagung harus bisa membuktikan nilai kerugian negara yang sudah diumumkan ke publik.

Kepada pers Romli mengungkapkan,
Kejagung telah menetapkan 5 perusahaan sebagai tersangka korporasi dalam kasus dugaan korupsi pengolahan tata niaga komoditas timah di PT Timah. Kelima korporasi itu meliputi PT Refined Bangka Tin (RBT), PT Stanindo Inti Perkasa (SIP), PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS), Tinindo Inter Nusa (TIN), dan CV Venus Inti Perkasa (VIP).

Romli menegaskan bahwa penetapan lima perusahaan sebagai tersangka koorporasi merupakan salah satu langkah untuk mengejar kerugian keuangan negara yang belum tercukupi dari hukuman para terdakwa sebelumnya.

“Hukuman denda kepada korporasi harus ditentukan oleh majelis hakim berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2020,” kata Romli, pada Rabu pekan lalu, sebagaimana dilansir sindonews.com.

- Advertisement -

Akan tetap, denda yang telah dijatuhkan kepada para direksi perusahaan yang telah terdakwa sebelumnya belum mencapai angka fantastis itu.

Menurut Romli, jaksa boleh saja menghitung semaunya. Tapi, hakim sudah punya patokan, patokan hakim dalam membuat penilaian tentang kerugian keuangan negara sesuai Perma 1/2020.

“Langkah Kejagung untuk menetapkan lima perusahaan sebagai tersangka juga dianggap sebagai bentuk paksaan akibat tekanan publik. Selain dugaan korupsi, Kejagung turut menambahkan tuduhan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) untuk mengejar aset-aset perusahaan tersebut,” jelas Romli.

Dikatakan, TPPU itu kejam. Aset halal atau tidak halal semuanya bisa disita. Tapi persoalannya adalah pembuktiannya. Jika data awalnya sudah bermasalah, bagaimana mereka bisa membuktikan kerugian sebesar Rp300 triliun.

Langkah Kejagung, kesan Romli terburu-buru dan ini justru berpotensi menimbulkan disparitas hukuman. Ia pun mengingatkan bahwa Perma Nomor 1 Tahun 2020 dirancang untuk mencegah adanya perbedaan besar dalam putusan denda antarperusahaan.

“Jangan sampai ada yang didenda triliunan, sementara yang lain hanya ratusan juta. Itu akan menimbulkan masalah keadilan,” tambahnya seraya menekankan, pentingnya profesionalitas dalam penanganan kasus ini. (Syam)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here