Kolom Shamsi Ali
Saya bukan anggota partai. Apalagi politisi. Saya seorang Imam yang mendedikasikan setiap detakan nadi hidupnya untuk dakwah dan perjuangan Islam. Apalagi dalam konteks Indonesia, tentu saja saya jauh dari kepentingan politik apapun.
Namun demikian, justeru sebagai bagian dari kepedulian dakwah itulah saya selalu memberikan perhatian dekat terhadap dinamika politik yang terjadi di berbagai belahan dunia. Termasuk tentunya di negara tercinta Republik Indonesia.
Hal itu karena saya yakin bahwa dakwah dan politik adalah dua hal yang tidak lagi dapat dipisahkan. Kenyataannya bahkan di Amerika sendiri isu-isu agama sering menjadi isu politik penting. Yang salah adalah ketika agama “dikadali” oleh para politisi untuk kepentingan sempit dan sesaat mereka.
PKS dan Harapan Umat
Dua hari lalu salah satu Partai Politik yang berbasis agama (Islam), Partai Keadilan Sejahtera, melangsungkan Munas ke V di Bandung. Munas yang berlangsung tiga hari itu pada ghalibnya dilaksanakan secara virtual. Mereka yang hadir di lokasi Munas sangat terbatas dan tetap menjaga health protocol (aturan-aturan yang berkenaan dengan Covid 19).
PKS yang awalnya berdiri dengan nama PK di saat saluran kebebasan dan demokrasi terbuka pasca Orba memiliki keunikan dan keistimewaan tersendiri. Saya tidak bermaksud mengupas semua keunikan dan keistimewaan Partai ini. Karena saya yakin masing-masing partai punya keunikan dan keistimewaannya.
Namun demikian saya ingin menyebutkan beberapa hal yang mungkin bisa menjadi pertimbangan-pertimbangan kenapa partai ini dapat menjadi salah satu harapan Umat, di tengah berbagai dinamika perpolitikan di tanah air.
Pertama, bahwa partai ini diakui atau tidak memang dibangun di atas asas keikhlasan pengabdian (ibadah). Tentu pengabdian yang dimaksud adalah pengabdian kepada Allah melalui pelayanan publik (public service). Seperti yang digambarkan oleh Umar radhiyallah anhu: “sayyidul qaumi khadimuhun” (Pemimpin Umat itu adalah pelayan bagi mereka).
Ini tidak berarti PKS “immune” (bebas) dari adanya pribadi-pribadi yang manusiawi lalu terjatuh ke dalam perangkap ego dan hawa nafsu. Namun secara konsisten partai ini selalu mengedepankan kepentingan rakyat dan Umat. Bahkan terkadang di jalan yang tidak terlalu populer.
Kedua, bahwa PKS selalu mengedepankan hati dalam langkah-langkah perjuangan. Hubungan antara petinggi partai dan kadernya, bahkan dengan semua elemen Umat dan bangsa terbangun di atas dasar cinta dan kasih sayang. Bukan sekedar kepentingan sesaat yang terkadang penuh intrik.
Hal ini sejalan dengan hadits nabi: “bahwa sebaik-baik Pemimpin di antara kalian adalah yang mencintai rakyatnya dan dicintai oleh rakyat”.
Tentu ini menjadi sangat penting ketika sebuah partai ingin membangun loyalitas kader dan pendukungnya. Bahwa tidak selamanya relasi itu dibangun di atas kepentingan-kepentingan pribadi, bahkan kelompok. Militansi kader-kader PKS dapat terlihat jelas karena relasi “mahabbah dan rahmah” yang solid ini.
Ketiga, partai ini bersifat Rabbani (sarat dengan nilai-nilai samawi). Bahwa partai ini dalam menjalankan segala aspek perjuangannya tidak terlepas dari kesadaran iman. Allah dan rasulNya, Islam dan Syariahnya menjadi dasar sekaligus tujuan utama dan pertama dalam segala hal.
Hal ini menjadi sangat jelas dari wasiat Ketua Majelis Syura PKS yang mengajak semua pihak untuk mengenal Allah, mengenal Rasulullah dan mengenal Islam dan syariatnya.
Demikian pula dalam orasi politik Presiden PKS yang mengajak semua untuk menjalankan kendaraan politik dengan taqarrub, tawadhu, bahkan dengan istigfar dan taubat kepada Allah.
Saya melihat ini sejalan dengan Surah An-Nashr. Bahwa kemenangan itu tidak disambut dengan karakter superman. Melainkan dengan ketawadhuan dengan senantiasa menjaga hubungan dengan Allah dan sesama manusia (hablun minallah dan hablun minannas).
Keempat, PKS selalu mengedepankan kebersamaan dan persatuan. Sekali lagi bukan berarti PKS terjaga (immune) dari perbedaan-perbedaan dan dinamika hidup. Karena pastinya hal itu sangat alami, apalagi dalam konteks kehidupan politik.
Namun demikian dalam sejarahnya PKS selalu menjaga kebersamaan dan persatuan itu bahkan dalam situasi yang sangat sulit dan penuh tantangan. Partai ini selalu solid dan tidak pernah pecah, walau ada individu-individu yang memisahkan diri darinya.
Kebersamaan dan persatuan (al-wihdah) adalah salah satu fondasi kekuatan Umat ini. Sebaliknya perselisihan (at-tanaazu’) yang mengantar kepada perpecahan (iftiraaq) itulah yang membawa kelemahan dan kekalahan (lihat S. Al-Anfal).
Kelima, PKS solid dan konsisten dalam memegang posisi yang dianggap benar dan adil. Hal itu terlihat pada posisi PKS di hadapan kekuasaan. PKS tidak tanggung-tanggung mengeritik pemerintah jika ada yang dianggap tidak sesuai. Tapi sebaliknya juga tidak ragu mengapresiasi hal-hal yang dianggap baik, benar dan berkeadilan.
Dalam pidato politiknya, Presiden PKS dengan tegas mengeritik Pemerintahan RI sekarang ini dalam penanganan Pandemi Covid 19. Selain dinilai terlambat juga gagal dalam membangun koordinasi dengan pihak-pihak terkait. Atau dalam bahasa Presiden PKS yang memang Syeikh itu ada isu “leadership” (kepemimpinan) yang masalah.
Kegagalan menangani Pandemi Covid 19 berdampak besar kepada perekonomian negara dan bangsa. Lebih jauh terjadi pengangguran yang hampir tak terkendalikan.
Hal lain yang dikritik tajam oleh Presiden PKS adalah terjadinya krisis Demokrasi di negara kita. Hal itu dapat terlihat pada penegakan hukum yang terasa seringkali tidak jujur dan memihak. Ruang partisipasi masyarakat menyempit bahkan berusaha disumbat. Lebih jauh lagi masih sering terjadi represi kepada kebebasan berpendapat masyarakat.
Presiden PKS juga menyoroti penetapan UU Omnibus Law yang tidak saja dinilai akan banyak merugikan rakyat luas. Tapi juga karena pengesahan RUU itu tidak transparan, seolah mainan pihak-pihak yang punya kepentingan.
Namun demikian Presiden PKS memuji sikap Presiden Indonesia yang tegas mengutuk pernyataan Presiden Prancis yang dianggap melecehkan Rasulullah SAW.
Sikap di atas itulah yang disebut dengan oposisi yang konstruktif. Benar didukung. Salah dikritik. Bagi saya pribadi ini sekaligus gambaran keikhlasan dalam proses membangun negara dan bangsa.
Keenam, bahwa di PKS itu terbangun regenerasi kepemimpinan yang solid. Soliditas kepemimpinan tidak saja pada kemampuan menejerial birokrasi. Tapi lebih dari itu ada nilai-nilai samawi sekaligus.
Kepemimpinan yang dibangun oleh PKS tidak saja kepemimpinan yang mengantar kepada cita-cita mewujudkan “baldatun thoyyibatun wa Rabbun Ghafur”. Tapi lebih dari itu sebuah kepemimpinan yang mengantar kepada “hasanah fid-dunya wa hasanah fil-akhirat) (jaya di dunia, bahagia di akhirat).
Untuk mewujudkannya, PKS berjuang membangun kepemimpinan dengan tiga karakter utama:
akseptabilitas. Bahwa Pemimpin yang baik adalah Pemimpin yang diterima luas oleh semua kalangan. Ini juga mengindikasikan bahwa Pemimpin yang baik harus siap dan mampu membangun kerjasama dengan semua elemen bangsa dalam membangun negara.
Kapasitas. Bahwa Pemimpin yang baik adalah Pemimpin yang memilih kemampuan yang mumpuni. Hal ini termasuk inovatif dan menguasai kemajuan teknologi dalam konteks dunia global saat ini.
Kredibilitas. Bahwa Pemimpin yang solid adalah Pemimpin yang memiliki integritas moral yang tinggi. Termasuk tentunya memiki patriotisme dan nasionalisme yang tinggi. Tidak mudah terjatuh dalam pelukan godaan dunia yang semakin menantang.
Ketujuh, masih seputar kepemimpinan. PKS membangun kepemimpinan itu secara komprehensif. Yaitu dimulai dengan kepemimpinan pribadi. Sebagaimana digambarkan dalam Al-Quran: “alaikum anfusakum” (be responsible to your own self).
Selanjutnya PKS dalam sepak terjangnya juga memberikan perhatian sungguh-sungguh kepada keluarga sebagai pilar masyarakat dan peradaban.
Dalam pandangan saya hal ini menjadi satu keunikan sekaligus kekuatan Partai Keadilan Sejahtera. Bahkan hal ini menjadi bagian terpenting yang membuktikan jika PKS memang adalah partai dakwah.
Dalam upaya regenerasi kepemimpinan inilah PKS juga memberikan perhatian besar kepada kaum millennials. Dan karenanya secara khusus telah menunjuk dr. Gamal Albisaid sebagai ketua kepemudaan dalam struktur kepengurusan partai.
Kedelapan, walaupun realitanya adalah bahwa PKS sangat kental dan konsisten dengan nilai-nilai agama Islam, PKS mengedepankan pemahaman Islam yang “rahmatan lil-alamin”. Yaitu Islam yang membawa nilai-nilai kasih sayang dan kemanusiaan untuk semua tanpa kecuali.
Di sinilah kita lihat PKS justeru di tengah terpaan tuduhan sebagai partai fundamentalis, atau terkadang dijuluki partai konsevatif, ternyata membuka diri dalam memberikan pelayanan tanpa batas apapun. Hal yang ditekankan oleh Ketua Majlis Syura PKS dalam wasiatnya di Munas lalu.
Contoh terkecil yang kita lihat adalah kesaksian beberapa tokoh lintas agama. Bahkan ikut mendoakan PKS untuk kemudahan dan kesuksesan dalam memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan bangsa Indonesia.
Kesembilan, hal lain dari karakter dasar PKS adalah tidak saja bekerja, bekerja, dan bekerja. Tapi bekerja dengan penuh keikhlasan, komitmen, wawasan, tawakkal dan penuh optimsime.
Harapan dan optimisme itu menjadi penting. Karena di tengah ragam dinamika yang terkadang berat dan pahit, harapan dan optimisme itu menjadi kekuatan yang tak akan pernah memudar.
Sebagaimana Presiden PKS sampaikan dalam menutup Orasi politiknya: “ fasiiruu bibarokatillh, fainnakum faaizuun”. Artinya: teruslah berjalan dalam keberkahan Allah. Karena sesungguhya kalian itu adalah pemenang.
Akhirnya PKS pastinya sadar bahwa di tengah berbagai tantangan yang dihadapi oleh Umat dan bangsa saat ini, Umat dan bangsa menaruh banyak harapan kepada partai ini. Semoga PKS kuat dan tetap konsisten di jalan perjuangan “li izzatil Islam wal-ummah” dan dalam ikhtiar membangun bangsa dan negara menjadi kuat sejajar dengan bangsa-bangsa kuat dunia lainnya.
Selamat dan tahniah sekali lagi untuk PKS. Sukses selalu dalam pelukan “nashrun minallah wa fathun qariib”. Insya Allah!
New York, 30 November 2020
Diaspora Indonesia/Imam di kota New York, AS.