Pedoman/Pananrang Leluhur Bugis Hari dan Waktu Baik untuk Hajat

0
20630
- Advertisement -

Kolom Fiam Mustamin

AKSARA Lontara yang ditulis dalam huruf Melayu, saya temukan 32 tahun silam.

Saya membacanya berulang untuk dapat memaknai dari pesan-pesan yang tersurat itu.

Kemudian saya menyarikannya seperti judul tulisan ini. Saya menemukan tiga hal utama yaitu nama bulan Arab dari Muhartam dan seterusnya, nama tahun dan sifatnya-sifatnya yang disimbolkan dengan nama binatang dan musim.

Nama hewan yang disimbolkan jing yaitu Bawi (babi) Sai dimaksud Naga,Tedong artinya Kerbau dan Wau yang artinya Ular (Ula) dan Anyarang (Kuda) .

- Advertisement -

Kemudian menyebut dua musim yaitu Bosi (penghujan) dan Tikka (kemarau) .

Lalu bagian ketiga ini ialah nama hari dari Juma (Jumat) sampai Jumat berikutnya.

Panduan

LIMA Petunjuk sifat waktu yang begitu diperhatikan dalam tradisi hajat orang Bugis.

Simbol waktu yang menjadi pedoman/ pananrang itu ialah : 1. Lobbang/kosong/nihil, 2. Wuju/jasad/mati, 3. Tuwo/ hidup, 4. Polebola/berada di tempat dan 5. Mallise/ berisi untuk kesejahteraan hidup.

Simbol itu berada di semua hari, hanya waktunya yang berbeda-beda.

Waktu pagi dari pukul O6 sampai 09. Dari jam 09 ke jam 12, jam 12, jam 13 dan pukul 14.

Untuk hajat pernikahan umumnya memilih hari Minggu, Senin dan Rabu.
Atau pukul 16 di semua hari kecuali hari Senin.

Pedoman Lontara warisan leluhur itu dipraktekkan dalam kehidupan bercocok tanam, berniaga dan bepergian.

Orangtua terdahulu bila akan pergi berburu ia membaca Lontara atau ke medan perang permusuhan.

Tidak akan berangkat di waktu uju/jenazah, bahkan dia berangkat setelah meyakini kemenangannya, disebut Lettu Memengno Muinappa Lao/ sudah menghadirkan jiwanya dan sudah memenangkan peperangan itu, baru wujud fisiknya berangkat.

Pesan Lontara ini dituliskan dalam buku Jati Diri Manusia Bugis/Mappatepu, Prof Mashadi Said, 2016.

Tanda-Tanda Alam

BEGITUPUN Dalam kehidupan bepergian/ pelayaran, orang Bugis dapat : Membaca Laut, judul ( buku kumpulan puisi penyair Aspar Paturusi).

Pelaut itu dapat membaca isyarat alam dari melihat Bintang, Rasa Anging, Gumpalan Awan, Arus Gelombang, Bau Alir dan Dalamnya laut.

Dengan itu mereka dapat mengambil tindakan dan berdialog batin dengan alam, seperti dituliskan dalam sejarah penemuan benua Amerika.

Perahu Bugis Makassar mati angin di pelayaran bumi itu, lalu berteriak Daeng Gassing ke arah angin dengan ; Ammiriko Anging … /bertiuplah angin.

Disambut dan diikuti oleh suku asli ditempat itu tanpa baju dengan teriakan Anmrikko … anmrikko … anmrikko …

Antara lain itu catatan penemuan benua Amerika sebagaimana yang ditulis oleh Iman Ahmanuddin Kurnia, Amerika is Country of Risk Taker/ kumpulan orang orang pelarian.

Dalam kehidupan bercocok tanam, orang Bugis berpedoman pada pada musim.

Hitungan terbitnya bulan/ ompona ulengnge.

Ketika akan menanam ia memandang ke arah gumpalan awan … seolah mengatakan bahwa tanamannya akan hidup berisi dengan air hujan yang dikandung oleh gumpalan awan. Begitulah leluhur kita dalam meyakini dan memaknai simbol-simbol alam.

Beranda Inspirasi Ciliwung 17 September 2021.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here