Kolom Zaenal Abidin
Jum’at, 4 September 2024 lalu, Majelis Pimpinan Pusat Ikatan Cendekiawan Muslis Se-Indonesia (MPP ICMI), diundang menjadi salah satu nara sumber webinar nasional bertajuk, “Mendorong Generasi Muda Tanpa Rokok: Antisipasi Masalah Kesehatan dan Sosial.”
Dalam webinar itu, selaku Ketua Departemen Upaya Kesehatan Masyarakat MPP ICMI, penulis diundang menjadi salah satu nara sumber. Karena diundang selaku Ketua Departemen Upaya Kesehatan Masyarakat, maka penulis berusaha membatasi bahasan hanya pada masalah kesehatan saja. Masalah sosialnya dan sebagian masalah kesehatan lain biar menjadi bahasan nara sumber lain. Penulis memilih judul, “Meningkatnya Pertumbuhan Perokok Anak dan Remaja versus Indonesia Emas 2045”
Penulis memulai dengan mengangkat tema Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS), 31 Mei 2024, “Lindungi Anak dari Campur Tangan Industri Produk Tembakau.” Tema ini didasari oleh survei yang mengatakan anak-anak berusia 13-15 tahun di sebagian besar negara secara konsisten menggunakan produk tembakau dan nikotin.
Indonesia sendiri saat ini menghadapi bahaya pertumbuhan perokok aktif melebihi 70 juta orang, dengan mayoritas kelompok anak dan remaja. Kondisi ini tentu cukup mencemaskan. Industri rokok sangat gencar memasarkan produknya kepada anak dan remaja, melalui iklan pencitraan dan cuci otak dengan berbagai tageline. Seperti, “merokok itu keren”, “merokok itu gaul”, “merokok itu setia kawan”, “merokok itu berani”, dan “merokok itu berjiwa petualang”.
Produk rokok dipasarkan melalui sponsorship pada event olahraga, seni dan musik, film anak-anak, dan sebagainya. Menciptakan akronim untuk menyasar anak dan remaja, seperti: YAUS (Young Adult Urban Smokers); YAFS (Young Adult Female Smokers); dan YAMS (Young Adult Male Smokers). Tampaknya industri rokok tahu betul kelemahan memanfaatkan kelemahan anak dan remaja, sebagai peniru ulung.
Sakit Akibat Rokok
Zat yang paling berbahaya: Tar, nikotin, dan karbon monoksida. Tar: mengandung kurang lebih 43 bahan karsinogenik. Nikotin menyebakan risiko sakit jantung dan pembuluh darah.
Nikotin, merupakan zat adiksi nomor wahid, lebih hebat dibanding kokain, morfin, kafein dan alkohol. Menjadikan perokok sulit sekali berhenti merokok. Karena, suatu waktu seorang dokter anastesi senior pernah bergurau, “saya sudah puluhan tahun menjadi dokter bius, namun belum pernah ada pasien yang kembali minta dibius karena ketagihan.”
Karbon monoksida: mengikat hemoglobin sehingga kemampuannya mengikat oksigen menjadi berkurang. Akibatnya, fungsi otot dan jantung menurun sehingga menyebabkan: kelelahan, lemas, dan pusing. Dalam skala besar bisa mengalami koma atau bahkan meninggal.
Adiksi nikotin, menyebabkan kendala biologis atau fisiologis yang dapat membuat pasien kembali merokok meskipun telah mengalami berbagai penyakit sebagai dampaknya. Dapat terlihat dari 60% pasien infar miokard, 50% pasien laringetomi, dan 50% pasien pasca pneumonektomi yang telah sembuh, yang kembali lagi pada kebiasaan merokok.
Kendala biologis atau fisiologis lainnya: efek putus nikotin (withdrawal effect). Gejala efek putus nikotin ini mulai dari sakit kepala, mual, konstipasi, batuk, sulit konsentrasi, susah tidur, sering merasa lapar, mudah marah, dan bahkan merasa stres. Nikotin mempengaruhi perasaan, pikiran, dan fungsi pada tingkat seluler.
Penelitian Paula Rantakallio sebagaimana dikutip dr. Kartono Mohamad dalam buku, “Dari Halal Haram Rokok hingga Hukum Kebiri”, mengungkapkan bahwa di Filandia, remaja yang sudah merokok sejak usia 14 tahun mempunyai prestasi sekolah dan olahraga yang rendah.
Dalam buku “Pedoman Diagnosis Penyakit Terkait Rokok” yang dikeluarkan PB IDI (Tahun 2012), terdapat 15 diagnosis penyakit terkait rokok, mekanisme, dan penatalaksanaannya.
Lima belas penyakit, yaitu: (a) Stroke iskemik (infark serebri); (b) penyakit jantung koroner; (c) penyakit pembuluh arteri perifer; (d) kanker; (e) penyakit paru obstruktif kronik (PPOK); (f) asma; (g) infeksi saluran pernapasan; (h) ganguan pada kehamilan dan janin; (i) dampak merokok terhadap ukuran janin; (j) dampak merokok terhadap perkembangan neurologis dan kognitif; (k) bayi berat lahir rendah (BBLR); (l) sudden infant death syndrome (SIDS); (m) ganguan kesuburan (infertilitas) dan impotensi; (n) ganguan reproduksi perempuan; dan (o) diabetes.
Orang yang bukan perokok (perokok pasif) pun akan memperoleh dampak buruknya. Terutama kepada ibu hamil dan bayi. Bayi dari ibu yang perokok: berat badan lahirnya rendah (BBRL). Juga berisiko tinggi terjangkit penyakit pernapasan dan “sindrom bayi meninggal secara mendadak” (sudden death syndrome).
Perokok pasif menghisap asap rokok tanpa filter ditambah asap yang keluar dari paru-paru perokok. Akibatnya, perokok pasif terkena dampak lebih berbahaya dibandingkan perokok aktif.
Melindungi Anak dan Remaja dari Rokok
Terdapat enam alasan mengapa anak dan remaja perlu dilindungi dari rokok: Pertama, bila gagal melindungi anak dan remaja maka biaya pemulihannya sangat tinggi; Kedua, mereka adalah investasi masa depan bangsa dan negara; Ketiga, mereka seringkali mengalami pemisahan atau kesenjangan dalam pemberian pelayanan publik.
Keempat, tidak punya hak suara dan kekuatan lobi untuk mempengaruhi agenda kebijakan pemerintah; Kelima, dalam banyak hal mereka sering tidak dapat mengakses perlindungan dan pentaatan hak-haknya; Keenam, lebih beresiko dalam eksploitasi dan penyalahgunaan.
Selanjutnya, terdapat sembilan upaya melindungi anak dan remaja dari rokok: Pertama, karena anak peniru ulung maka figur atau tokoh (orang tua/keluarga dewasa dan guru) tidak boleh merokok di depan anak atau muridnya. Pribahasa:”Guru kencing berdiri, murid berdiri.” Waspada! Murid (anak dan remaja) itu dapat saja berbuat melampaui pribahasa tersebut. Berbuat melampaui apa yang dipertontonkan orang tua atau gurunya, seperti konsumsi alkohol, narkoba, mencuri untuk membeli rokok, tawuran, dan perbuatan kriminal lain.
Kedua, mengaktifkan kampanye bahaya merokok bagi kesehatan; Ketiga, menyediakan layanan berhenti merokok secara luas dan mudah dijangkau; Keempat, memasukkan penyakit akibat merokok ke dalam kurikulum sekolah; Kelima, membentuk komunitas anak dan remaja kreatif: “Sehat-Cerdas-Kreatif Tanpa Rokok”; Keenam, kreatif membuat tageline untuk mencitrakan bahwa anak dan remaja yang tidak merokok “lebih unggul” dibanding yang merokok.
Ketujuh, meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum bagi perokok dan penjual rokok di area bermain anak-anak dan remaja; Kedelapan, melakukan pengawasan dan penegakan hukum atas Permendikbud RI Nomor 64 Tahun 2015 tentang “Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah”; Kesembilan, memperketat regulasi terkait rokok, termasuk pembatasan iklan rokok dan peningkatan tarif pajak tembakau.
Catatan Akhir
Menarget anak dan remaja sebagai sasaran pemasaran memang lebih menguntungkan dibanding orang dewasa, dalam tiga hal: Pertama, anak dan remaja lemah dan mudah dipengaruhi (peniru ulung); Kedua, anak dan remaja dapat menjadi perokok dalam jangka lama (panjang); Ketiga, anak dan remaja relatif belum mempunyai pilihan merek rokok sendiri.
Karena anak dan remaja lemah dan mudah dipengaruhi maka seharusnya pemerintah melindunginya. Melindungi anak dan remaja Indonesia dari derita sakit dan kematian akibat merokok harus menjadi “Gerakan Semesta.”
Hemat penulis, terdapat empat alasan mengapa pemerintah termasuk para elit politik perlu menunjukkan keseriusan untuk mencegah dan melindungi anak dan remaja dari target pemesaran industri rokok. Pertama, pemerintah dan elit politik yang diserahi amanah oleh konstitusi.
Kedua, mereka yang sering diberitakan tidak mempunyai komitmen melindungi anak dan remaja dari bahaya rokok; Ketiga, mereka yang sering disebut-sebut telah menerima sejumlah dana dari industri rokok; Keempat, mereka yang mencetuskan cita-cita “Indonesia Emas 2045”.
Meningkatnya pertumbuhan perokok aktif anak dan remaja saat ini, bila tidak segera diatasi akan menjadi acaman serius “Indonesia Emas 2045.” Boleh jadi bukan Indonesia Emas yang dipetik tapi adalah Indonesia Cemas, sebagaimana yang sering diplesetkan orang.
Terakhir penulis ingin menyampaikan kisah seorang kawan mantan aktivis mahasiswa tahun 1980-an yang konon sudah mulai merokok semanjak dudukan dibangku sekolah menengah pertama (SMP). Pagi hari, sekitar tujuh tahun lalu, kawan mantan aktivis ini menghubungi saya melalui telepon genggamnya untuk memberi kabar bahwa ia sedang berada di RS. Jantung Harapan Kita untuk operasi jantung bypass.
Singkat cerita, kawan ini menyampaikan pesan untuk saya teruskan kepada semua kawan mantan aktivis yang dulunya perokok. Dia berpesan, “Nal, tolong sampaikan kepada semua teman-teman kita yang dulu perokok, bahwa apa yang saya alami saat ini adalah buah dari apa yang saya tanam pada masa lalu. Supaya teman-teman yang dulu perokok mengetahui dan bersiap-siap menghadapi risiko seperti yang saya alami hari ini.” Sesal memang tidak pernah datang di awal. Wallahu ‘allam bisawwab.
Penulis adalah Ketua Umum PB. Ikatan Dokter Indonesia 2012-2024 dan Ketua Departemen Kesehatan BPP Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan