Kolom Javid Rausyan Mude
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) adalah pemilihan umum untuk memilih pasangan calon kepala daerah yang diusungkan oleh partai politik atau partai politik gabungan maupun perseorangan untuk menjaga stabilitas politik dan menjalankan otonomi daerah di Indonesia.
Pada tahun 2020 ada 270 daerah yang mengadakan Pilkada secara serentak, di 9 provinsi, 37 kota, dan 224 kecamatan. Pemilu di Indonesia dilaksanakan dengan beberapa dasar hukum, diantaranya :
Undang-undang (UU) Nomor: 32 tentang Pemerintah Daerah, Undang-undang (UU) Nomor: 32 tentang Penjelasan Pemerintahan Daerah, PP Pengganti UU Nomor: 3 tentang PERPU NO 3 TAHUN 2005.
Namun, pada saat yang sama terjadi pandemi di Indonesia, sehingga harus diberlakukan peraturan pembatasan kontak fisik dan sosial untuk membatasi penyebaran Covid-19. Pembatasan kontak ini merupakan sebutan dalam mengadakan pemilu, karena tahapan-tahapan dalam pemilu seperti kampanye sampai hari pemilihan melibatkan banyak orang. Dari situasi ini muncul banyak argumen yang berbeda untuk menghadapi pemilu 2020.
Argumentasi utama tentu saja soal menjaga kesinambungan demokrasi. Dalam sistem presidensial, termasuk pada pemerintahan lokal, secara konstitusi jabatan kepala daerah berlaku prinsip fix term alias telah ditetapkan masa jabatannya. Menunda pilkada bisa menimbulkan konflik politik yang kontraproduktif dalam situasi penanganan Covid-19. Standar internasional untuk pemilu yang merujuk pada Deklarasi Universal HAM 1948 dan Kovenan Internasional 1966 tentang Hak Sipil dan Politik, maupun berbagai konvensi serta komitmen mengenai pemilu demokratis menyepakati salah satu standart pemilu demokratis adalah penyelenggaraan pemilu yang berkala (IDEA, 2005).
Meskipun tujuan pengadaan pemilu ini adalah untuk menjalankan demokrasi dan otonomi daerah. Namun sangat berisiko karena dapat membahayakan kesehatan masyarakat padahal seperti yang kita ketahui tujuan dari dibentuknya negara adalah untuk menjamin kesejahteraan rakyat, maka dari itu pengadaan pemilu ini bertentangan dengan tujuan negara.
Dari dua sisi argumen ini kita bisa menyimpulkan bahwa menjaga demokrasi dan menjaga kesehatan serta kesejahteraan itu sama pentingnya, maka dari itu dibutuhkan solusi untuk bisa menjalankan keduanya.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada saat ini sedang memanfaatkan kemampuan di abad ke 21 yaitu Information, media, and communication untuk mengembangkan pemilu. Sehingga terciptalah sebuah produk yang sebenarnya sudah dipakai beberapa negara maju di luar negeri, yaitu aplikasi rekapitulasi elektronik (sirekap) sebagai alat pemilihan virtual atau e-voting.
Dengan adanya solusi ini, maka pemilu 2020 bisa tetap berjalan sehingga tidak akan ada yang namanya kekosongan dalam pemerintahan dan demokrasi bisa tetap berjalan konstitusi, juga kesehatan masyarakat tetap aman karena ini akan meminimalkan tingkat kontak fisik sehingga penyebaran Covid-19 bisa tetap minimal.
Hingga kini alat rekapitulasi elektronik milik KPU sudah diuji coba beberapa kali dan akan terus dikembangkan supaya tidak terjadi masalah dan kecurangan.
Penulis, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung.