Puasa Bagi Ibu Hamil dan Penyandang DM

0
657
- Advertisement -

PINISI.co.id– Puasa selain kewajiban bagi seorang muslim ternyata membawa dampak positif, khususnya untuk kesehatan. Namun, ada beberapa kelompok tertentu yaitu bagi kelompok penyandang diabetes dan ibu hamil, yang perlu mendapat perhatian khusus, apakah puasa itu bermanfaat ataukah malah sebaliknya.

Dalam acara Webinar Ramadhan seri ketiga (15/4), yang diselenggarakan oleh Yayasan Gerakan Masyarakat Sadar Gizi bersama Klinik Budhi Pratama, Literasi Sehat Indonesia, Rumah Sakit Sandi Karsa Makassar, dan Bakornas LKMI-HMI sejumlah ahli memberikan tips agar tetap aman berpuasa bagi penyandang diabetes dan ibu hamil ini.

Dr. Tirta Prawita Sari, M.Sc., Sp.GK., dalam opening speechnya mengatakan, ada kelompok-kelompok tertentu yang memang memiliki rukhsah atau keringanan untuk tidak berpuasa, diantaranya adalah yang menjadi perhatian yaitu ibu hamil dan penyandang diabetes. Karena keduanya memiliki keadaan metabolisme yang jauh berbeda dari kelompok normal. Ibu hamil memiliki perubahan hormonal yang luar biasa, dan juga peningkatan asupan yang sangat tinggi. Sedangkan pada pasien diabetes yang sulit mengendalikan gula darah serta keteraturan minum obatnya. Nah, apakah mereka ini diperbolehkan untuk berpuasa?

“Hal ini menjadi perbedaan pendapat dari kalangan medis, ada yang mengatakan tidak boleh berpuasa, ada juga yang mengatakan boleh dengan syarat” lanjutnya. Dokter spesilis gizi klinik yang berpraktik di RS. Pondok Indah ini juga mengatakan bahwa tujuan dari webinar ini adalah untuk memberikan informasi komprehensif kepada masyarakat dan reminder kembali kepada tenaga kesehatan tentang bagaimana berpuasa aman bagi penyandang diabetes dan ibu hamil.

Dr. Ulul Albab, SpOG dari Klinik Budhi Pratama yang merupakan salah satu narasumber yang tampil pertama mengatakan, “Puasa merupakan kewajiban bagi semua orang mukmin, namun dalam suatu hadist juga sudah diterangkan bahwa ada beberapa orang yang dibolehkannya untuk tidak berpuasa termasuk ibu hamil salah satunya.”

- Advertisement -

Pertanyaannya, jika tetap ingin berpuasa apakah diperbolehkan untuk ibu hamil? Menurut Dr. Ulul Albab, SpOG secara umum apabila kondisi sang ibu fit dan kehamilannya tidak ada masalah maka tidak ada masalah.

“Ada beberapa syarat untuk ibu hamil berpuasa karena benar-benar sehat, tidak memiliki masalah kesehatan terkait kehamilannya, cukup gizi, usia kehamilan ideal 12-32 minggu, dan apabila dibawah usia kehamilan 12 minggu jika ingin berpuasa harus dengan pemantauan,” terang dokter yang juga merupakan Sekjen PB IDI ini.

Lebih lanjut, Dr. Ulul memaparkan bahwa ada penelitian yang terdiri dari 502 responden meneliti efek berpuasa pada ibu hamil, hasil penelitian tersebut tidak ditemukan efek yang signifikan terhadap komplikasi ibu ataupun bayi pada mereka yang berpuasa.

Pada penelitian lain yang dilakukan pada trimester pertama, tidak ditemukan efek samping yang signifikan bagi ibu hamil dengan usia kehamilan kurang dari 12 minggu, yang mana pada trimester pertama itu terjadi fase organogenesis, fase dimana pembentukan organ-organ tubuh dan penyatuan organ-organ dan ini merupakan periode sensitif bagi ibu hamil utamanya masalah asupan giz bagi janin.

“Namun perlu kita waspadai bahwa pada awal kehamilan ada kondisi yang namanya emesis gravidarum atau morning sickness karena perubahan hormon yang bahkan bisa menjadi hiperemesis. Hal ini ditakutkan bisa meningkat ketika puasa, sehingga ada beberapa dokter yang tidak menyarankan untuk berpuasa pada trimester awal kehamilan atau dibawah 16 minggu demi keamanan janin dan ibunya,” kata dokter spesialis kandungan lulusan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Obstetri dan Ginekologi Universitas Indonesia ini.

Dalam suatu jurnal ada beberapa hal yang disarankan ketika ibu hamil ingin berpuasa, yaitu : Disarankan untuk makan-makanan dengan tinggi serat, sayuran, buah, protein. Hindari garam dan gula yang berlebihan. Minum air, susu dan jus. Sebelum tidur komsumsi snack, air, jus atau buah. Dan minum air minimal 2 liter di antara buka dan sahur. Serta gizi yang seimbang antara 50% karbohidrat, 30% protein, 10-20% lemak.

Dr. Ulul kembali mengungkapkan, ketika ibu hamil tiba-tiba merasa ada keluhan seperti pusing, mual-muntah yang berlebihan, atau mungkin merasakan gerakan janinnya berkurang maka diharuskan untuk berhenti berpuasa dan segera memeriksakan kehamilannya.

“Ada beberapa kondisi dimana para ahli kandungan tidak menyarankan ibu hamil dengan kondisi terntentu untuk berpuasa, yaitu : ibu hamil dengan hipertensi, ibu hamil dengan DM, gangguan nafsu makan (anoreksia atau bulimia), gangguan sistem pencernaan seperti dispepsia saat sebelum hamil dan diperberat pada saat hamil, riwayat batu ginjal, riwayat persalinan prematur, luaran persalinan buruk misalnya pada pasien dengan abortus habitualis, kurang gizi/asupan kaalori tidak mencukupi, dalam pengobatan teratur, ” ungkapnya.

Selain Dr. Ulul Albab, SpOG dari segi kandungan, webinar yang dipandu oleh Dr. Gilang Sukma Ramadhan dari Klinik Budhi Pratama ini juga menghadirkan dokter spesialis penyakit dalam, yakni Dr. Prasetyo Widhi Buwono, SpPD-KHOM, FINASIM yang membahas puasa bagi penyandang diabetes.

Dr. Pras begitu Dr. Prasetyo Widhi Buwono sering disapa memulai paparannya dengan mengungkapkan: “Berpuasa, selain merupakan salah satu kewajiban kita bagi seorang puslim, juga memiliki segudang manfaat. Pendapat ini didukung oleh beberapa penelitian modern. Prof. Nikoliev Polev tahun 1976, berkata, puasa 3-4 minggu dalam setahun memberi kesehatan sempurna sepanjang hidup. Peneliti modern lain, seperti Allan Cott, MD., dalam bukunya Why Fast mengatakan berpuasa membuat orang lebih muda, menurunkan tekanan darah, gula darah dan lemak darah, mengontrol nafsu seksual kita, menghambat proses penuaan, merupakan proses detoksifikasi, mengendorkan ketegangan jiwa, serta pengendalian diri akan lebih baik,” paparnya.

Menurut Riskesdas pada tahun 2018 prevalensi DM di Indonesia adalah 8,9%, terjadi kenaikan yang cukup signifikan apabila kita membandingkan hasil Riskesdas pada tahun 2013 yang prevalensinya hanyalah 6,5 %. Saat ini, Indonesia menempati urutan ke 7 negara dengan pasien diabetes terbanyak.

Menurut Dr. Pras, Diabetes dan Hipertensi merupakan penyakit kronik yang menjadi masalah kesehatan di Indonesia, yang mana kedua penyakit ini merupakan hulu dari penyakit katastropik yang membutuhkan biaya tinggi, padahal sebenarnya keduanya dapat dicegah. Salah satunya adalah dengan berpuasa Ramadhan. Namun, harap diingat bahwa penyandang diabetes perlu dilakukan penilaian apakah beresiko menjalankan ibadah puasa atau tidak.

“Pada penyadang DM yang beresiko tinggi untuk berpuasa perlu melakukan pemeriksaan gula darah berkala untuk menilai apakah ada hiperglikemi atau hipoglikemi, bagaimana gejalanya, dan penyesuaian obat-obatan rutin diabetes selama puasa. Hal ini perlu komunikasi aktif dokter-pasien agar pada penyandang DM dapat lebih aman dan sehat dalam menjalankan ibadah puasa.” ungkap Dr. Pras yang merupakan pemilik Budhi Pratama Restu Ibu Group ini.

Dr. Pras mengatakan, penyandang diabetes perlu dilakukan edukasi, konseling dan penilaian pre-Ramadhan yang mencakup stratifikasi faktor resiko. Edukasi pentingnya peran pemeriksaan gula darah mandiri, kapan pasien harus membatalkan puasanya, bagaimana menjalankan olah raga selama berpuasa Ramadhan, bagaimana merencanakan terapi gizi, asupan cairan selama puasa, pengaturan terapi DM selama puasa ramadhan.

Dalam pemaparannya, Dr. Pras mengutip tabel stratifikasi resiko puasa Ramadhan penyandang diabetes dari “IDF-DAR Diabetes and Ramadhan Practical Guidelines 2021”.

Dr. Pras menjelaskan, “Ada 14 poin yang bisa kita nilai mulai dari tipe diabetesnya apakah tipe 1 atau tipe 2, lamanya diabetes apakah diatas 10 tahun atau kurang, riwayat hipoglikemia sebelumnya, kendali gula darah yang idealnya hba1c <7.5, berapa lama waktu berpuasa berdasarkan lokasi atau negara yang ditinggali itu apakah lebih dari 16 jam atau tidak, tipe terapi diabetesnya apa, lalu dilihat apakah pasien mampu pemeriksaan glukosa mandiri dilihat disiplin tidaknya, ada atau tidaknya komplikasi akut selama beberapa bulan terakhir, komplikasi makrovaskular misalnya CHFatau PJK apakah stabil atau tidak, seringkali kita lupakan adanya komplikasi ginjal itu kita lihat bagaimana laju filtrasi glomerulus, jika pasien kondisi hamil kita llihat apakah gula darahnya terkontrol atau tidak, apabila pasien lansia kita liat fungsi kognisi, frailty dan resikonya, serta kita lihat juga apakah dia dalam pekerjaannya ada melakukan perkejaan fisik berat atau tidak, dan kita lihat pengalaman puasa sebelumnya.

Stratifikasi resiko ini diikuti dengan rekomendasi medis dan keagamaan, adapun rekomendasi keagamaan merupakan rekomendasi dari Mufti di Universitas Al-Azhar. Untuk resikonya terbagi menjadi Risiko Rendah (0-3 poin), Risiko Sedang (3,5-6 poin), dan Risiko Tinggi (>6 poin). Apabila puasa relative beresiko makan pasien disarankan untuk tidak berpuasa.

Lebih lanjut Dr. Pras menjelaskan “Puasa itu merupakan suatu keyakinan, dimana terkadang walupun pasien yang berisiko tinggi ada yang tetap ingin berpuasa, tentu perlu pendampingan dengan dokter secara ketat, serta bagaimana mengatur obatnya, asupan gizi, dan kedisiplinan pemeriksaan gula darah berkala secara mandiri. Dengan harapan pasien tetap dapat melakukan puasa walapun tidak penuh 30 hari.”

Adapun beberapa waktu pemantauan gula darah yang perlu diperahatikan selama berpuasa, yakni: Pertama, saat menjelang sahu. Pada saat itu perlu kita nilai apakah penyandang diabetes tersebut ada indikasi hiperglikemi yang mana nantinya penting untuk kita dalam penyesuaian dosis obat. Kemudian pagi hari untuk melihat apakah asupan kalorinya tinggi saat sahur. Kedua, saat tengah hari atau 5-6 jam berpuasa untuk kita nilai apakah mulai terjadi hipoglikemia. Dan Ketiga (terakhir), sebelum dan sesudah berbuka, untuk melihat terjadinya Hiperglikemia saat berbuka dan apakah asupan kalorinya pada waktu berbuka cukup tinggi. Namun pemeriksaan ini bukan hanya berdasarkan waktu saja, apabila sudah ada keluhan-keluhannya maka perlu dilakukan pemeriksaan gula darah.

Kapan penyandang diabetes dapat membatalkan puasanya? Menurut dokter yang akrab disapa Mas Pras ini mengatakan “Penyandang diabetes disarankan untuk berhenti puasa apabila bila gula darah <70mg/dl, namun apabila gula darahnya masih di rentang 70-90 perlu dimonitoring selama 1 jam kedepan untuk melihat apakah semakin turun atau tidak. Dan apabila ditemukan gula darah>300mg/dl makan pasien dianjurkan untuk berhenti berpuasa dan berbuka, karena ditakutkan terjadinya poliuri, dehidrasi dan komplikasi yang lebih berat.”

Selain dari stratifikasi resiko, tentu asupan kalori juga perlu diperhatikan saat puasa bagi penyandang diabetes. Adapun yang perlu diperhatikan saat berpuasa adalah jumlah energi (kalori) dari makanan yang dibutuhkan pada waktu puasa sama seperti bila tidak puasa, yang mana saat buka puasa: 40-50% kebutuhan energi sehari atau sebelum shalat Maghrib : Makanan ringan (10%), Sesudah shalat Maghrib : Makanan utama (30-40%), Sesudah shalat Tarawih: Makanan ringan (10%) dan pada saat sahur: Makanan utama (30-40%)

Wakil Ketua Umum PB IDI pada masanya ini juga mengatakan, “Dan juga untuk obat-obatan diabetes perlu perlu diperhatikan obat-obatan sulfonil urea, karena kemungkinan efek samping hipoglikemianya yang ditimbulkan cenderung lebih besar, sedangkan obat-obataan lain seperti metformin, DPP4, dan akarbose itu jarang ada dilakukan penyesuaian dosis dan konsultasi ke dokter yang menangani.”

“Keberhasilan kontrol gula darah tahun tidak menjamin puasa ramadhan tahun depan aman karena kita perlu waspadai komplikasi metabolik yg akan muncul kedepannya, makanya kita harus tetap disiplin dalam menjaga diabetes tetap stabil dan dipertahankan, sehingga untuk penyandang diabetes bisa lebih aman dan sehat melanjutkan puasa syawal dan puasa senin kamis lainnya sehingga komplikasi masa depan dapat dicegah,” ungkapnya.

Sebelum webinar ditutup, host Ns. Sarifudin, M.Si.,menyerahkan sertifikat kepada nara sumber dan moderator kemudian dilanjutkan dengan pemberian goodybag dari Kimia Farma dan Otsuka, dan 5 doorprize berupa gopay dari panitia. (Jamal L)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here