Saatnya Berempati dan Mengulurkan Tangan Kepada Saudara Kita di Sulawesi Barat

0
1120
- Advertisement -

Adalah H. Andi Mulhanan Tombolotutu ingin sedikit berbagi pengalaman kawannya bagaimana solidaritas masyarakat Sulawesi Barat saat gempa dan tsunami menerjang Palu, Donggala, Sigi, Sulawesi Tengah pada 2018.

Menurut mantan Wakil Walikota Palu ini, salah satu akses untuk tembus ke Kota Palu pasca tsunami adalah Jalan Trans Sulbar-Sulteng. Jalur ini sangat ramai dilalui para relawan yang akan memasuki Kota Palu, Sigi dan Donggala. Pengungsi yang hendak keluar mencari tempat yang lebih aman. jalur trans ini melintasi 4 wilayah Kabupaten di Sulbar yakni Polman, Majene, Mamuju, Mamuju Tengah dan Pasang Kayu. 

Kebetulan waktu itu seseorang kenalannya bergabung di Tim Logistik Soppeng Peduli berangkat ke Palu 4 hari pasca kejadian bersama 12 armada truk Logistik dan 6 unit mobil kecil yang mengangkut personil. 

Berangkatlah mereka sekitar pukul 23.00 dini hari dari Soppeng dan tiba di Kota Pasang Kayu. Besoknya sekitar pukul 01.30, jadi perjalanan yang ditempuh lebih dari 24 jam. Paginya lagi pukul 05.30 lanjut ke Kota Palu bersama ratusan iring-iringan kendaraan relawan yang juga membawa logistik serta beberapa kendaraan keluarga korban bencana yang mungkin hendak menjenguk keluarganya yang terdampak.

Menurut cerita warga setempat jarak tempuh Kota Pasang Kayu ke Kota Palu biasanya ditempuh hanya 2 jam tapi kami saat itu menempuhnya kurang lebih 6 jam karena padatnya iring-iringan kendaraan serta banyaknya jalan yang rusak akibat gempa dan tsunami. 

- Advertisement -

Singkat cerita, siang tiba di Kota Palu dan logistik telah diserahkan. Lepas Isya bertolak meninggkalkan Palu dan tiba kembali dini hari di Pasang Kayu, istirahat dan paginya pulang ke Soppeng. 

Sedikit cerita disini tampak bagaimana reaksi masyarakat Sulbar sebagai tetangga yang mendapat ujian dari Tuhan waktu itu.

Jadi disepanjang jalan Sulbar mulai Kabupaten Polman hingga Pasang Kayu, kita akan temui ratusan Posko Peduli yang dibentuk warga setempat untuk para relawan dan pengungsi yang melintas. Warga sekitaran Posko berkumpul dari anak-anak, laki perempuan, ibu-bapak, bahkan hingga orangtua. Ada Posko menggunakan Balai Desa/kecamatan, kantor-kantor pemerintahan, puskesmas, dan ada juga di halaman rumah warga. 

Posko-posko itu mirip ketika orang buat hajatan pakai tenda biru, terlihat asap mengepul dari tungku Ibu-ibu yang memasak makanan menggunakan kayu bakar. Berjejer kursi plastik dan meja-meja yang diatasanya tersedia hidangan nasi lengkap dengan lauknya, kue-kue, hingga minuman kopi dan teh. Luar biasanya adalah semua itu disuguhkan secara gratis untuk ratusan bahkan ribuan pelintas yang terdiri dari relawan yang hendak menuju atau balik dari lokasi bencana.

Para pengungsi bahkan siapapun yang melintas boleh mampir di posko tersebut yang buka 24 jam untuk sekedar beristirahat atau mengisi perut. Tak jarang beberapa posko yang kita temui, para warga berkumpul di tepi jalan bahkan membawa spanduk dan pelantang suara ketika ada yang melintas spanduk kecil dari kertas karton dibentangkan tertulis :

Posko Peduli Tsunami Palu. Singgah’ki Istirahat Disedikan Makan Minum Gratis 24 Jam.

Salah seorang juga diantaranya berteriak menggunakan pelantang suara meminta kita untuk mampir dengan kalimat seperti ini :

Izinkanki juga berpartisipasi membantu saudara’ta di sana, karena tidak bisaki berangkat ke lokasi bencana minimal membantu relawan.

Kalaupun kita tidak mampir di Posko tersebut, ketika mereka melihat jendela mobil terbuka mereka akan menyodorkan kotak berisi kue-kue, nasi, air mineral atau gelas plastik yang isinya kopi atau teh hangat.

Jika kita mampir di posko tersebut terlihat suka citanya menyambut kita bak kedatangan tamu VVIP, bahkan sampai grasak-grusuk mempersiapkan segalanya demi kenyamanan tamu. Namun jika kita tidak mampir terlihat ada sedikit rasa sedih yang mereka rasakan, tapi untuk menghormatinya minimal kita menerima paket yang disodorkan sebagai bekal diperjalanan. 

Satu lagi kemurahan hati masyarakat disepanjang jalur Sulbar yang dirasakan, apabila kendaraan kita bermasalah entah kehabisan bahan bakar atau ban bocor, Insya Allah warga dengan senang hati memberikan pertolongan mencarikan bengkel, warung penjual bensin bahkan untuk tambal ban mereka tidak mau menerima imbalan. 

Cerita perjalanan di atas mudah-mudahan  memberikan sedikit gambaran bagaimana reaksi masyarakat Sulbar saat saudaranya tertimpa musibah. Entah bagaimana banyak posko bisa terbentuk begitu saja, dari mana idenya, siapa penggeraknya. Tentu ini butuh pikiran, tenaga ekstra dan dana yang tidak sedikit untuk merealisasikannya.

Tapi itulah salah satu bentuk partisipasi, dukungan dan kepedulian mereka ketika saudaranya tertimpa musibah yang bagi kita luar biasa manfaatnya.

Kemarin Tuhan menurunkan cobaan kepada mereka saudara-saudara kita di Sulbar khususnya di Majene dan Mamuju. Kalau dulu mereka yang  antusias bergerak bersama menggalang Posko Peduli kini mereka yang membutuhkan uluran tangan kita.

Mari kita tunjukkan juga kepedulian kita, aksi kemanusiaan apa yang bisa kita lakukan untuk meringankan beban mereka. 

Kita yakin masing-masing dari kita memiliki sesuatu yang berarti untuk mereka, bukan hanya materi.

.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here