Kolom Fiam Mustamin
SOMPE saat kini beda dengan sompe masa dulu.
Sekurang-kurangnnya ada tiga motivasi dan alasan mengapa melakukan Sompe, berlayar meninggalkan kampung halaman.
Pertama, untuk mencari penghidupan baru, kemudian bermukim tetap ditempat dimana perahunya berlabuh atau terdampar.
Kedua, pergi menjauh menghindari konflik dengan penguasa setempatan yang sewenang-wenang dari seorang raja yang dihormati.
Meninggalkan kampung sekeluarga/ maleke dapureng pergi meninggakan kampung/isalai raja itu.
Ketiga, karena tidak mau takluk dengan orang asing yang menjajah negerinya, ini dilakukan oleh bangsawan Gowa bersama sekutunya dari Luwu, Mandar dan Wajo di abad ke 16. Menolak perjanjan
Bungaya dan meneruskan peperangan melawan VOC Belanda di Mataram Jawa, Madura, Banten dan Sumbawa.
Demikian juga dilakukan oleh bangsawan Luwu Opu Daeng ri Lakke untuk pencarian kehidupan baru di rantauan.
Dari jejak migrasi itu, bisa dibaca adanya di semenanjung Malaya, Thailand, Temasik, Malaka, Selangor, Johor, Riau Lingga.
Opu bersaudara berjaya menjadi penguasa yang Dipertuan Muda/ Perdana Menteri Dg Marewa di Riau Lingga 1726, Daeng Parani di Kedah Siak 1733, Daeng Celak di Johor 1745, Daeng Manambung di Pontianak Menpawa dan Daeng Kamase di Sambas.
Sompe di Era Abad Ke 21
PERSEBARAN warga di abad ini sudah meluas yang tidak terbatasi dengan adanya sarana transportasi cepat.
Hadirnya teknologi digital yang dapat menghubungkan manusia sejagad dalam hitungam waktu per detik saja.
Model sompe pun dengan sendirinya beradaptasi dengan kondisi saat ini.
Makna sompe bisa dipersepsikan dengan suatu mengembaraan pengkajian ilmu untuk kehidupan dunia dan akhirat yang dapat ditelusuri dari manapun sumbernya.
Tidak harus meninggalkan tempat tinggal dan terpisah dengan keluarga.
Kemudian keberadaan Saleh yang sedang menuntut ilmu di Amerika Serikat sepertinya ia berada tidak jauh disekitar kita, Saleh yang aktif dengan kegiatannya yang selalu diposting.
Saat ini Saleh telah menyelesaikan studi Master of Interreligous Studies, Pluralisme dan Toleransi Umat Beragama di Indonesia : Studi Tentang Pemikiran Prof. Dr. Nasaruddin Umar di Connicult Hartford University di tahun kedua yang dilanjutkan ke tingkat Doktor dengan konsentrasi : Diaspora Muslim Indonesia di New York.
Sebentar lagi di tahun 2026, Saleh akan kembali ke tanah air untuk membaktikan ilmunya ke masyarakat melalui Perguruan Tinggi atau di Lembaga lain.
Keberangkatan Saleh bersama isteri dan putrinya tergolong tindakan berani dan nekad, bagaimana ia melakukan itu. Hal ini yang menarik ditelusuri, tanpa Saleh menjelaskan alasannya.
Saleh memiliki pemikiran menerawang (mannawa nawa) yang dilakoni cukup lama untuk menembus impiannya ke benua Amerika yang menjadi impian banyak orang untuk kemajuan menuntut ilmu.
Dengan itu ia terus melakukan persiapan diri untuk impian yang dinawai nawai itu dan dengan upaya menjalin komunikasi dengan siapa yang perlu dihubungi.
Sepertinya hal itu dilakukan bertahun tahun, menyiapkan bekal/ bokong yang namanya menabung, bukan karena bea siwa dari pemerintah dan sponsor dari pengusaha.
Modal utamanya dengan laku simpati/ massaro mase, petuah dari tetua orang Bugis.
Saya meyakini Saleh begitu kukuh dengan impiannya ( reso temmangingi natinulu) begitu pesan leluhur to panrita/to accana Sidenreng, La Pala Nene Mallomo menjadi pemacu keteguhannya.
Legolego Ciliwung 17 Februari 2023