Kardimin, Sang Lagenda “Pintu Besi” PSM Makassar

0
521
- Advertisement -

PINISI.co.id- Kalau ingin belajar ilmu manajemen perusahaan tercanggih dan terdahsyat, belajarlah kepada tim sepakbola. Pola kerjasama 11 orang pemain harus maksimal untuk bisa memenangkan sebuah pertandingan. Untuk menciptakan kerjasama yang baik, semua orang yang terlibat di dalamnya harus memiliki perasaan “kolektivitas” sosial yang sama. Sejenis perasaan yang memiliki nasib dan tanggungjawab serta nilai-nilai moral yang sama, tanpa mengedepankan ego dalam meraih target.

Dalam sebuah tim apa pun bentuknya, tidak boleh ada merasa lebih dibanding yang lainnya. Semua memiliki tanggungjawab yang sama dalam mencapai target yang telah di tetapkan bersama. Ini yang disebut tanggungjawab kolektif, artinya 11 orang dalam sebuah tim sepak bola bebannya sama, yaitu memenangkan pertandingan. Minimal 10 pemain minus kiper harus bersatupadu menjaga aliran distribusi bola tidak sampai ke gawang, terlebih menembus gawang.

Kalau 10 pemain gagal menjaga arus bola dari depan hingga sampai di depan gawang, tentu harapan tetakhir tidak kebobolan ada pada sang kiper. Dari titik inilah peran seorang kiper menjadi sangat krusial, karena 10 orang pemain lawan sejak menit pertama, pikirannya sudah fokus dan terus bergerak dari depannya untuk merobek jala gawangnya. Kalau tidak tangguh menerkam bola dan cekatan menghalau bola, ia akan terpental bersama bola masuk ke gawangnya.

Dalam konteks tulisan ini, saya menyebut seorang kiper di lapangan adalah “blind spot” dari ke 10 temannya. Maksudnya hanya seoramg kiper yang berdiri paling di belakang bisa leluasa mengamati pergerakan 10 orang temannya di depan, sehingga ia bisa melihat mana pergerakan pemain bertahan, gelandang dan penyerang yang kurang maksimal untuk dikoordinasikan.

Jadi sesungguhnya tugas kiper bukan hanya menjaga gawangnya tidak kebobolan, tetapi lebih dari itu kiper mengkoordinir pertahanan. Kiper adalah “mata dan telinga” di lapangan, dan mungkin sering melihat hal-hal yang tidak dilihat oleh pelatih. Kiper berkomunikasi dengan pemain bertahan dan gelandang untuk menempatkan mereka di posisi yang benar dan memberi mereka instruksi untuk mengubah formasi guna mencegah serangan dari tim lain.

- Advertisement -

PSM Makassar pernah memiliki salah seorang kiper yang bukan hanya cekatan menangkap dan menghalau bola tidak bersarang ke gawangnya, tetapi juga lihai mengkoordinir pertahanan. Pada era awal tahuan 80-an, penggemar sepak bola di Makassar pasti sangat familiar dengan penjaga gawang PSM bernama Kardimin.

Saking cekatan dan tangguhnya menjaga gawang PSM tidak kebobolan, sampai pekerja jurnalis dan publik penggemarnya menjulukinya sang “Pintu besi PSM”. Sepanjang pertahanan sang pintu besi terus berkomunukasi dengan pemain bertahan Yosep Wijaya dan Mustafa Umrellah untuk menjaga arus distribusi bola tidak menembus area pertahanan. Hasilnya PSM Makassar di eranya menjadi salah satu tim tangguh yang membahayakan bagi tim lain.

Kini sang legenda hidup pintu besi PSM Makassar tersebut masih tetap piawai mengolah dan menangkap bola. Namun bukan lagi bola sikulit bundar, tetapi bola silaturahmi dengan teman-teman sengkatan di PSM Makassar era tahun 80-an. Para pemain lagenda PSM itu sering tampil bersama ke lapangan memberi dukungan penuh kepada yuniornya untuk pantang menyerah membela panji-panji PSM Makassar.

*

Sehat selalu sang pintu besi PSM Makassar Kardimin Mage yang di tengah keluarga besar Mage’s family, kami memanggilnya kak Dimin atau Om Dimin. Dedikasinya di bawah mistar gawang PSM Makassar sudah tercatat dengan tinta emas dalam sejarah persepakbolaan di Makassar. Kami semua ponakannya selalu mendoakan tetap sehat, damai dan bahagia bersama seluruh keluarga. (RIM)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here