Oleh Fiam Mustamin
Setiap rezim pemerintahan telah mendoktrin dalam Undang Undang Pers yang Bebas dan Bertanggung Jawab.
Pemahaman kebebasan itu diartikan adanya demokrasi yang independen yang tidak menjadi alat kekuasaan pemerintah dan politik tertentu.
Kebebasan tak terbatas dengan tanggung jawab untuk menyuarakan dan memperjuangkan kepentingan khalayak masyarakat.
Karena itu Pers didudukkan sebagai salah satu kekuatan pilar demokrasi, suara pers suara rakyat.
Sejarah panjang pers di Indonesia sudah dimùlai sejak Pra Kemerdekan dari era pergerakan menuju cita-cita Kesatuan Kebangsaan tahun 1908 Boedi Oetomo, 1928 Sumpah Pemuda dan Indonesia Merdeka.
Kala itu tampil tokoh-tokoh pergerakan yang bercita-cita untuk kemerdekaan melalui penerbitan surat kabar sampai terhentikan oleh penguasa penjajah Hindia Belanda. Mereka-mereka itu disebut sebagai Pejuang Pers. Mohtar Lubis dengan koran Indonesia Raya, Rosihan Anwar dengan Pedoman mengalami pembredelan oleh rezim Orde Lama karena daya kritisnya.
Pers yang Bersinergi
Ĺebih dari tiga windu dari tahun 1960-an kita tidak melahirkan penerbitan baru pers yang monumental antara lain seperti Kompas, Sinar Harapan, Merdeka, Pos Kota, Tempo, dan Media Indonesia.
Begitupun dengan penerbitan baru pers daerah yang stagnan setelah Waspada Medan, Singgalang Padang, Kedaulatan Yogya, Jawa Pos Surabaya, Pikiran Rakyat Bandung, Banjarmasin Pos, Kaltim Pos,
Pedoman Rakyat dan Fajar Makassar.
Orientasi penerbitan pers dalam rumpun surat Kabar, tabloid dan majalah telah bergeser yang orientasinya untuk menjalin mitra yang bersinergi yang saling memberi manfaat antara pemilik media dengan obyek nara sumber pengguna media itu.
Dengan posisi kemitraan ini maka Pers yang terbangun adalah Pers yang membangun persahabatan dengan kritis dan solutif. Adapiun Pers yang mengritik membabibuta akan sesat dan ditinggalkan pembacanya.
Pers yang Berdaulat, Bermartabat dan Bermasalahat
Cita-cita ideal ini yang mestinya menjadi landasan dalam membangun Pers Indonesia. Sejalan degan arah pembangunan bangsa dengan landasan Trisakti Bung Karno. Pers yang dikembangkan untuk tujuan ekonomi dan politik kekuasaan semata sifatnya temporer.
Karena itu Pers Indonesia perlu memiliki tiga visi dengan kedaulatan dan indepensesi, bermartabat dengan kebijakan kebenaran yang disyiarkan dan bermasalahat untuk rakyat bangsa dan negara.
Dengan kesadaran peran itu, maka Pers Indonesia menjadi bagian dari pilar untuk bersama membangun negara (building state) dan membangun bangsa (nation state).
Mengingat kemajuan, kecepatan dan aktualitas penyiaran teknologi elektronik dan digital sebagai media audio visual yang dapat diakses secara terbuka oleh publik tetap perlu terikat dalam satu visi kebangsasan dan tidak dilepas berjalan sendiri-sendiri tanpa kendali kontrol pengawasan.
Sampai kapan pun di akhir zaman media tulis cetak itu tak tergantikan peran dan nilai peradabannya.
Penulis adalah budayawan