Tantangan Politik Kebhinekaan

0
79
- Advertisement -

Kolom  Ruslan Ismail Mage

Segerombolan burung yang terbang melintasi langit Indonesia tiba-tiba bertasbih memuji Tuhan. “Maha Besar Engkau ya Allah telah menciptakan negeri se indah dan sekaya ini. Maha Kuasa Engkau ya Allah memindahkan surgamu ke negeri ini”. Lirik lagu Koes Plus yang berjudul Kolam Susu menjustifikasinya, “Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman*. Jamal Mirdad kembali membenarkan dalam lirik lagunya berjudul Nusantara, “Tiada lagi negeri seindah persada Nusantara. Hutan rimba menghijau tempat bersemayam burung margasatwa. Gunung api yang tinggi megah menambah semarak persadaku. Lembah ngarai dan sungai sungai mengukir keindahan abadi”.

Dibait kedua, “Penduduknya gagah tampan cantik molek tiada bandingnya. Terkenal manis budi bahasanya lemah lembut perangainya. Mereka saling menghomati saling menghargai hak asasi. Mereka bernaung di bawah pusaka Garuda Pancasila”. Lagu Koes Plus dan Jamal Mirdad di atas seharusnya menjadi pengingat bagi seluruh rakyat untuk terus merawat kebhinekaan kita tanpa syarat. Kebhinekaan adalah anugerah Tuhan dan menjadi kebanggaan bangsa Indonesia yang dikagumi bangsa-bangsa lain.

Bangga menjadi orang Indonesia, itu sudah pasti dan tidak perlu diragukan lagi. Rasa cinta tanah air tidak pernah akan bergeser sejengkal pun walau rupiah tidak mencintai kami (rakyat kecil walaupun sudah bekerja seharian baru cukup untuk tidak kelaparan besok harinya). Bangga menjadi orang Indonesia, karena pendiri bangsa ini menyiapkan konsep kenegaraan yang jelas, menitipkan filosofi hidup yang agung, menyiapkan navigasi penunjuk arah perjalanan bangsa ke depan, dan mewariskan ideologi negara yang luar biasa dahsyatnya mempersatukan Kebhinekaan.

Kalau sejarah perjalanan bangsa Indonesia mampu melewati beberapa badai, itu karena kekuatan “Pancasila” dengan lima silanya dan 36 butirnya. Namun pasca reformasi, badai itu bukannya meredah, justru dari hari ke hari pelan membentuk gelombang yang bisa saja menggulung menyapu bersih indahnya Kebhinekaan, kalau penguasa tidak mengantisipasinya dengan pendistribusian kebijakan secara adil yang berpihak kepada rakyat.

Ancaman Gerakan Separatisme

- Advertisement -

Pasca reformasi ada hal serius yang harus diwaspadai, yaitu gejala disintegrasi bangsa. Berbagai gerakan separatis yang ingin memisahkan diri dari Indonesia. Inilah tantangan terberat Politik Kebhinekaan untuk terus menjahit baju kebangsaan yang mulai terkoyak akibat adanya kecemburuan sosial. Ketidakpuasan beberapa daerah yang merasa diperlakukan tidak adil oleh kebijakan ekonomi pemerintah pusat, mulai menunjukkan taringnya. Bukan lagi sekedar berteriak meminta keadilan ekonomi, tetapi sudah menjadi gerakan yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. NKRI bukan lagi harga mati bagi sebagian daerah.

Dari beberapa literatur ditemukan data ada sejumlah daerah pernah menyuarakan gerakan merdeka lepas dari NKRI. Ancaman gerakan separatisme ini benar-benar membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa. Dikutip dari pikiran rakyat.com, berikut 10 kelompok yang pernah muncul menuntut memisahkan diri dari NKRI.

1. Borneo Merdeka. Pada tahun 2016, kelompok separatis baru yang dikenal dengan Borneo Merdeka mulai menampakkan diri. Gerakan ini berfokus pada upaya memisahkan Pulau Kalimantan dari NKRI sebagai bentuk protes atas kondisi ekonomi yang dinilai masih jauh dari sejahtera. Mereka merasa bahwa program pembangunan tidak banyak berpihak pada kepentingan masyarakat di Kalimantan. Meskipun kelompok ini sudah tidak terdengar lagi, potensi kembalinya gerakan ini tetap harus diwaspadai.

2. Gerakan Aceh Merdeka (GAM). GAM adalah salah satu gerakan separatis bersenjata yang cukup terkenal di Indonesia. Gerakan ini dimulai pada tahun 1976 dengan tujuan memisahkan Aceh dari Indonesia. Konflik antara GAM dan pemerintah Indonesia menyebabkan sekitar 15 ribu korban jiwa. Pada 15 Agustus 2005, pemerintah Indonesia dan GAM mencapai kesepakatan damai yang penting, di mana salah satu poinnya adalah pembentukan partai politik lokal di Aceh.

3. Bali Merdeka. Seruan untuk kemerdekaan Bali sebenarnya sudah ada sejak masa pemerintahan Presiden Soeharto, tetapi kembali mencuat pada tahun 2012 setelah terjadi bentrok di Kampung Bali, Lampung. Konflik ini melibatkan masyarakat Bali yang merasa sebagai kaum minoritas di Indonesia. Namun, gerakan ini tidak bertahan lama dan Bali tetap menjadi bagian dari NKRI

4. Minahasa Merdeka. Pada tahun 2006, masyarakat Minahasa di Sulawesi Utara sempat menyuarakan keinginan untuk memisahkan diri dari Indonesia. Gerakan ini muncul akibat kekecewaan masyarakat Minahasa terhadap pemerintah Indonesia, terutama terkait vonis tiga orang asal Minahasa dalam kasus di Kalimantan Tengah. Namun, gerakan ini tidak mendapatkan dukungan luas karena rasa nasionalisme yang masih kuat di kalangan masyarakat Minahasa.

5. Jamaah Ansharut Tauhid (JAT). JAT adalah organisasi Islam yang didirikan oleh Abu Bakar Ba’asyir di Solo. Kelompok ini merupakan pecahan dari Majelis Mujahidin Indonesia dan diindikasikan sebagai organisasi teroris oleh Amerika Serikat. JAT sempat menyatakan dukungan terhadap ISIS, meski dukungan ini kemudian menimbulkan perpecahan di antara anggotanya. Pada tahun 2014, sebagian besar anggota JAT yang menolak ISIS mendirikan organisasi baru.

6. Negara Islam Indonesia (NII). NII merupakan gerakan yang ingin menjadikan Indonesia sebagai negara Islam. Didirikan pada tahun 1949, NII mengakui syariat Islam sebagai dasar hukum negara. Gerakan ini sempat meluas ke berbagai wilayah seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan Aceh. Namun, setelah pendirinya, Sekarmaji Marijan Kartosuwirjo, ditangkap dan dieksekusi pada tahun 1962, NII perlahan-lahan terpecah. Meskipun demikian, kelompok ini masih dianggap eksis meski secara diam-diam.

7. Organisasi Papua Merdeka (OPM). OPM adalah gerakan separatis yang berdiri sejak tahun 1963 dengan tujuan memisahkan Papua dari Indonesia. Gerakan ini terdiri dari tiga elemen: kelompok bersenjata, kelompok protes di wilayah Papua, dan kelompok kecil pemimpin yang berbasis di luar negeri. Meskipun gerakan ini masih aktif, OPM dianggap sebagai organisasi separatis oleh pemerintah Indonesia.

8. Republik Maluku Selatan (RMS). RMS diproklamasikan pada tahun 1950 di Ambon, Maluku. Meskipun telah dikalahkan oleh militer Indonesia pada tahun yang sama, beberapa kelompok aktivis RMS masih aktif hingga tahun 2007, ketika beberapa aktivis berhasil menyusup dalam upacara kenegaraan di Ambon yang dihadiri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

9. Riau Merdeka. Gerakan Riau Merdeka pernah muncul sekitar tahun 1950-an dan kembali mencuat pada awal 2000-an. Gerakan ini menuntut pemisahan diri dari Indonesia karena merasa diperlakukan tidak adil, meskipun Riau adalah daerah yang kaya sumber daya alam. Pada tahun 2006, suara dari kelompok ini kembali terdengar ketika mereka merayakan ulang tahun organisasi mereka.

10. Sulawesi Merdeka. Pada tahun 1999, sekitar 20.000 mahasiswa menuntut dibentuknya negara Sulawesi Merdeka. Gerakan ini didorong oleh kekecewaan terhadap Partai Golkar dan pengangkatan Megawati Soekarnoputri sebagai presiden. Namun, gerakan ini cepat meredup dan tidak lagi terdengar.

Inilah tantangan terberat Politik Kebhinekaan. Membayangkannya saja tidak kuat apalagi kalau menjadi kenyataan. Walaikumsalam gerakan separatisme ini muncul tenggelam, tetapi pemimpin negeri ini harus tetap waspada. Untuk tetap merawat kebhinekaan, perlu ada gerakan presiden mengantisipasinya. Sesungguhnya akar permasalahan selama ini sudah jelas, tinggal bagaimana pemerintah pusat menyelesaikannys dengan pendekatan persuasif melalui kebijakan yang berpihak kepada rakyat di daerah yang ada gerakan separatismenya.

Penulis, Akademisi, inspirator kebangsaan, penulis buku-buku politik, demokrasi, dan kepemimpinan

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here