PINISI.co.id- Jaksa Agung Dr. Burhanuddin, S.H. MH., menghadiri pembukaan The 14th United Nations Congress on Crime Prevention and Criminal Justice (Kongres Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Pencegahan Kejahatan dan Peradilan Pidana Ke-14) Kyoto Jepang secara virtual dari Auditorium Gedung Menara Kartika Adhyaksa Kebayoran Baru Jakarta.
Acara Kongres Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Pencegahan Kejahatan dan Peradilan Pidana Ke-14 Kyoto Jepang yang akan berlangsung selama 7 hingga 12 Maret 2021 ini dibuka oleh Presiden Kongres ke-14 sekaligus menjabat sebagai Menteri Kehakiman Jepang Mrs. Yoko Kamikawa dan diisi dengan sambutan oleh Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guteres, dan Jaksa Agung Jepang Kenji Sochi.
Hadir pula secara langsung perwakilan Kekaisaran Jepang Princess Komado, Perwakilan Youth Forum, Presiden UNGA, Presiden ECOSOC dan 193 (seratus sembilan puluh tiga) delegasi negara anggota PBB yang hadir secara virtual, termasuk delegasi Negara Republik Indonesia yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Prof. Mohammad Mahfud MD.
Dalam sesi Segmen Tingkat Tinggi (High Level Segment), Mahfud MD. menyampaikan National Statement (Pernyataan Nasional) Negara Republik Indonesia yang secara umum menyatakan bahwa sejak Kongres Pencegahan Kejahatan Pertama pada tahun 1955, kejahatan terus berkembang dan semakin meningkat secara transnasional, terorganisir, dan kompleks. Apalagi kita hidup dalam situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya. COVID-19 telah menjadi salah satu tantangan terbesar yang dihadapi umat manusia dan mempengaruhi semua aspek kehidupan, termasuk sistem peradilan pidana.
“Kita perlu memastikan bahwa sistem peradilan pidana terus berkembang meskipun ada tantangan-tantangan tersebut. Indonesia telah beradaptasi dan menjawab tantangan ini dengan persidangan online yang memberikan layanan keadilan sekaligus menjamin kesehatan dan keselamatan masyarakat,” kata Mahfud MD.
Selain itu, kita perlu mengingat dalam pikiran kita bersama bahwa kurang dari satu dekade lagi untuk mencapai agenda pembangunan berkelanjutan 2030.
Mahfud MD menjelaskan sejalan dengan SDGs Goals 16, komitmen kami terhadap reformasi peradilan diintegrasikan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024. Melalui rencana ini, Indonesia menetapkan tujuan untuk sistem peradilan yang efektif, transparan, dan akuntabel yang mudah diakses dan terjangkau. Masalah keadilan restoratif juga dipertimbangkan sebagai salah satu strategi utama dalam Rencana ini.
Indonesia juga telah mengadopsi Rencana Aksi Nasional untuk mencegah dan melawan kekerasan ekstremisme yang kondusif untuk terorisme. Dalam hal ini, Indonesia akan terus bekerja sama dengan negara lain untuk menetapkan norma dan standar internasional untuk melindungi anak-anak yang terkait dengan teroris dan kelompok ekstremis sadis.
“Sebagai negara kepulauan, Indonesia sangat percaya bahwa dunia internasional harus memprioritaskan upaya memerangi penangkapan ikan secara illegal, penangkapan ikan yang tidak dilaporkan dan yang belum ada peraturannya. Usaha kita tersebut membutuhkan langkah-langkah penegakan hukum yang tegas, karena hal ini terkait erat dengan bentuk kejahatan lintas negara lainnya, seperti penyelundupan orang, perdagangan manusia, eksploitasi tenaga kerja, dan perdagangan narkoba,” jelas Mahfud MD.
Oleh karena itu, Mahfud MD menawarkan tiga poin penting, yaitu: Pertama, tidak ada kebijakan “satu ukuran cocok untuk semua” untuk mencegah dan memberantas kejahatan.
Kejahatan dapat memiliki konteks dan nuansa berbeda yang membutuhkan pendekatan berbeda. Perbedaan seperti akar penyebab kejahatan dan sistem hukum. Diserahkan kepada masing-masing Negara untuk membuat penyesuaian yang diperlukan berdasarkan situasi domestik mereka dengan memperhatikan kewajiban internasional yang ditentukan oleh Konvensi tertentu dan norma internasional.
Kedua, kita harus berusaha keras untuk mencapai Agenda Pengembangan Berkelanjutan di bawah kerangka CCPCJ.
Pembangunan berkelanjutan dan supremasi hukum saling terkait dan saling memperkuat. Kerja bersama kita dalam pencegahan kejahatan dan peradilan pidana akan membantu mencapai Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030. Begitu pula sebaliknya, pencapaian pembangunan berkelanjutan adalah kunci bagi negara untuk mencegah dan memberantas kejahatan secara efektif.
Ketiga, pentingnya kerja sama internasional. Dalam konteks ini, kejahatan lintas negara membutuhkan kerja sama internasional yang kuat. Koordinasi yang lebih baik serta peningkatan kapasitas yang disesuaikan dengan kebutuhan dan bantuan teknis sangat penting, dengan tetap mempertimbangkan dimensi spesifik dari pencegahan dan penegakan hukum yang efektif dari masing-masing Negara Pihak.
Mahfud MD juga mendorong semua Negara Anggota untuk meningkatkan persatuan dan kerja sama diantara kita dan pemangku kepentingan terkait lainnya dan untuk memastikan bahwa anak-anak kita tidak akan menanggung beban dari kelambanan kita dalam dekade berikutnya. Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. (Syam)