The Bright Spot in The Dark World Economy

0
487
- Advertisement -

Kolom Dr. H.M. Amir Uskara

Di sosmed, beredar viral pujian luar negeri terhadap Presiden Joko Widodo. Dari Eropa, Amerika, Afrika, Asia, dan Australia. Bahkan di Australia, terlihat massa berkumpul di sebuah lapangan, melambai-lambaikan bendera merah putih, sambil meneriakkan pujian kepada Indonesia di bawah Presiden Jokowi. Massa Aussie ini ingin punya pemimpin negara seperti Jokowi. Luar biasa!

Pujian dunia terhadap Indonesia, memang layak. Kenapa? Indonesia adalah salah satu dari sedikit negeri yang berhasil mengatasi problem ekonomi pasca pandemi. Di saat ratusan negara di dunia tertekan krisis ekonomi dan antri menjadi pasien IMF (International Monetary Fund), Indonesia justru mengalami “pertumbuhan” yang mengagumkan. Sehat, tidak membutuhkan “suntikan” IMF.

Lihat! BPS (Badan Pusat Statistik) mencatat, pertumbuhan ekonomi Indonesia pascapandemi sepanjang 2022 sebesar 5,31%. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022 yang mencapai 5,31% ini, jauh lebih tinggi dibandingkan realisasi pertumbuhan ekonomi 2021 yang hanya mencapai 3,69%.

Ini prestasi luar biasa. Menjadikan Indonesia sebagai juara pertumbuhan ekonomi di antara negara-negara G-20, melampaui AS dan Tiongkok. Dengan pertumbuhan ekonomi 5,31% tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan: Kini Indonesia menjadi ‘The Bright Spot’ di tengah guncangan ekonomi global saat ini. Dengan kata lain, Indonesia adalah “the bright spot in the dark world economy”.

- Advertisement -

“Alhamdulillah meski sejak tahun 2022 pertumbuhan ekonomi dunia sudah mulai diproyeksikan melambat, ekonomi Indonesia masih mencatatkan tren pertumbuhan yang sangat baik,” jelas Sri Mulyani dikutip dari akun instagramnya, Selasa (7/2/2023).

Sri Mulyani menjelaskan, sektor transportasi dan pergudangan yang sempat terkontraksi akibat pandemi, di tahun 2022 menjadi lapangan usaha dengan pertumbuhan tertinggi, mencapai 19,87% (year on year), diikuti oleh penyediaan akomodasi dan makan minum (food and beverage) yang mencapai 11,97% (yoy). Ini artinya, kata Sri Mulyani, sepanjang tahun 2022 pemulihan ekonomi kita berlangsung kuat dan masyarakat mulai bisa kembali berkativitas secara normal.

Yang menarik, secara kumulatif (c-to-c), Papua dan Maluku merupakan wilayah dengan pertumbuhan tertinggi, yaitu mencapai 8,65%; diikuti Sulawesi 7,05%; Jawa 5,31%; Bali dan Nusa Tenggara yang sangat sempat terpuruk karena pandemi tumbuh 5,08%; Kalimantan 4,94%, dan Sumatera 4,69%. Melihat pertumbuhan ekonomi yang bagus di wilayah non-Jawa tersebut, membuat kita yakin, pemerataan ekonomi yang diinisiasi pemerintahan Jokowi mulai tampak hasilnya.

Empat hal positif bisa dicatat dari pertumbuhan ekonomi tahun 2022 di atas. Pertama, pertumbuhan (5,31%) ini lebih besar dari target pemerintah yang mematok angka 5,2%. Kedua, pencapaian itu, lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya (3,69%). Ketiga, pertumbuhan 5,31% itu mengembalikan tren pertumbuhan ekonomi ke era sebelum Covid-19, rerata 5%. Dan keempat, konsumsi rumah tangga menjadi penopang pertumbuhan ekonomi. BPS menyebutkan, lebih dari separuh (51,87%) pertumbuhan ekonomi disumbang konsumsi rumah tangga yang naik 4,93%. Itu artinya, konsumsi masyarakat pulih seperti sebelum pandemi.

Betul, sebagian besar pertumbuhan konsumsi itu dinikmati kalangan menengah atas. Dalam perjalanannya, kalangan menengah bawah pun akan terdampak positif. Konsumsinya naik. Di samping empat hal tersebut di atas, pertumbuhan ekonomi juga terkerek naiknya investasi (29,08%) dan ekspor (24,49%).

Dari gambaran di atas, bangsa Indonesia tidak perlu khawatir menjadi pasien IMF kembali seperti akhir era Orde Baru. Pembangunan infrastruktur yang masif di seluruh Indonesia oleh Pemerintah Jokowi sudah menunjukkan keberhasilannya. Dengan masifnya pembangunan jalan tol di hampir semua pulau besar, ternyata berhasil menumbuhkan ekonomi lokal, baik yang berasal dari pertanian, indusri kecil di pedesaan, UMKM, maupun pariwisata bebasis keunikan alam.

Lebih jauh lagi, tekad pemerintah untuk menghentikan ekspor bahan tambang penting seperti nikel, bauksit, dan tembaga niscaya akan meningkatkan pertambahan nilai uang yang masuk ke kantong negara. Hilirisasi dan pelarangan ekspor hasil tambang seperti nikel, misalnya, sudah terbukti menaikkan pendapatan pemerintah dari sektor tambang nikel tersebut. Dari sebelumnya 15 milyar USD menjadi 300 milyar USD. Kenaikannya mencapai 200 persen. Terbayang, jika bahan tambang lain seperti bauksit (aluminium), timah, tembaga, diolah dulu (dengan smelter) di Indonesia, niscaya pendapatan negara akan naik tinggi.

Dari perspektif inilah, kita mengapresiasi kinerja pemerintahan Jokowi yang meletakkan dasar untuk menopang kemajuan Indonesia. Pembangunan infrastruktur dan kemandirian indusri adalah dua faktor penting – conditio sine qua non – untuk pijakan menuju Indonesia Emas.

Penulis, Ketua Fraksi PPP DPR RI/Wakil Ketua Komisi XI DPR

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here