PINISI.co.id- Dirundung pandemi yang berkepanjangan, membuat banyak orang lupa kalau besok, 20 Mei adalah Hari Kebangkitan Nasional. Hal ini menjadi pokok pembahasan dalam web seminar (Webinar) yang bertajuk “Kebangkitan Nasional: Saatnya Berdikari dari Keterpurukan” yang digelar oleh Yayasan Gerakan Masyarakat Sadar Gizi, Komunitas Literasi Gizi (Koalizi) dan Departemen Kesehatan BPP Kerukunan Masyarakat Sulawesi-Selatan, Sabtu (16/5/20) sore.
Sejarah panjang peradaban dunia menunjukkan kemampuan bangsa-bangsa yang unggul untuk bangkit dari keterpurukan. Termasuk Kebangkitan Nasional bangsa Indonesia yang selalu dimotori oleh kalangan terdidik dan tercerahkan.
Webinar ini menghadirkan sudut pandang berbeda-beda dari para pembicara di antaranya pakar kesehatan, akademisi, jurnalis hingga lembaga pemerhati kesehatan di Indonesia.
Kegiatan yang dilangsungkan dalam rangka menyambut hari Kebangkitan Nasional ini dibuka oleh dr. Halik Malik, M.K.M selaku moderator. Kemudian dilanjutkan dengan sambutan dari dr. Zaenal Abidin SH,MH selaku penyelenggara diskusi.
Zaenal mengatakan, Boedi Oetomo yang dicetuskan oleh Soetomo, adalah pergerakan kalangan muda terdidik, saat itu usianya baru 20 tahun, tujuan Perkumpulan Boedi Oetomo, jauh melampaui zamannya. Semangat dan cita-cita mereka telah menyadarkan bangsa Indonesia akan nasib dan masa depan bangsa di tengah mendung penjajahan.
Situasi orang Jawa ketika itu dan tentu saja hampir seluruh Nusantara digambarkan oleh Zaenal “ke atas mereka menjadi budak dari pengusaha, dan ke bawah menjadi raja-raja kecil terhadap rakyat di bawahnya.”
Zaenal menjelaskan bahwa pikiran dan prinsip Soetomo ada 8 pokok diantaranya tentang “Persatuan Indonesia Paling Utama” terdapat pula tentang pendidikan dan kaderisasi.
“Cita-cita Boedi Oetomo melampaui zamannya dan tidak sama sekali mencantumkan tentang kesehatan dan dunia kedokteran padahal semua pendirinya adalah calon-calon dokter. Dengan kondisi saat ini didera berbagai masalah yang kemudian diperparah dengan Pandemi Covid 19,” papar Ketua Departemen Kesehatan BPP KKSS ini.
Sebelum menutup sambutan pengantarnya, Zaenal mengutip pernyataan Adi Sasono dalam bukunya, “Rakyat Bangkit Bangun Martabat.”:
“Jangan sampai keadaan sekarang terjadi di tahun-tahun mendatang: negara agraris, tapi jika ingin mencari orang miskin, kita teringat kaum tani. Jangan pula terjadi lagi, di sebuah bangsa pelaut atau bangsa maritim, tapi bila ingin melihat perkampungan kumuh yang penduduknya tidak bisa sekolahkan anaknya, kita teringat para nelayan. Kedua ironi tersebut, miskin dan tidak berpendidikan pada akhirnya sakit-sakitan,” ungkap Zaenal.
Ada lima narasumber yaitu Dr. Kurnia Akmal (Ketua IDI Cabang Lomok Timur/Founder Kampung Bahagia Indonesia), dan Dr. Mahesa Paranadipa, M.H. (Ketua Umum Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia/MHKI).
Serta Dr. Ardiansyah Bahar, MKM (Direktur LK2PK), Hasanuddin, S.IP., M.AP. (Dosen Universitas Bhayangkara Jakarta Raya) dan Anang Purwanto (Jurnalis Senior/Produser MNC Trijaya FM).
Isi seminar yang dipaparkan oleh para nara sumber ini terkait dengan kebangkitan bangsa Indonesia setelah pandemi menyerang. Pandemi Covid-19 menguji kualitas bangsa Indonesia setidaknya dalam tiga hal penting yakni kepemimpinan dalam krisis, solidaritas sosial, dan sistem kesehatan nasional.
Sistem kesehatan yang hidup, bergerak dinamis, terhubung antar subsistem kesehatan satu dengan lainnya dan juga tersambung dengan subsistem lain di luar sistem kesehatan, sebagai bagian dari subsistem kedaulatan nasional. Sementara, kepemimpinan nasional yang kokoh adalah kunci utama untuk melahirkan dan menggerakkan sis-tem kesehatan terbaik.
dr. Kurnia Akmal mengatakan, berdasarkan pengalamannya dari bencana di Lombok pada 2018. Masyarakat Lombok mampu bangkit kembali meskipun pada prosesnya tidak mudah. Akibat banyaknya dorongan dari warga yang berinisiatif untuk bergerak menghimpun semua sumber daya yang ada.
Ia mencontohkan sebuah gerakan personal yang menginisiasi Kampung Bahagia yang kemudian terus berkembang melibatkan begitu banyak pihak baik individu maupun komunitas atau lembaga.
“Bermula dari Posko Terpadu dan Kampung Bahagia Indonesia yang hanya menampung sekitar 150-an kepala keluarga berhasil menginspirasi lahirnya gerakan gerakan lain untuk bangkit dan pulih dari keterpurukan. Dinamakan Kampung Bahagia karena dilandasi oleh pemikiran bahwa untuk bangkit harus dimulai dengan cara pandang dan pemikiran positif, bahwa setiap badai pasti berlalu. Selalu ada alasan untuk tetap berbahagia di tengah musibah, karena adanya dukungan dari berbagai pihak,” jelas Kurnia.
Dari sudut pandang Sistem Kesehatan Nasional (SKN), dr. Mahesa Pranadipa mengemukakan bahwa saat ini SKN mengalami berbagai problem, seperti disharmoni peraturan perundang-undangan yang mengakibatkan terjadinya tumpeng tindih. Hal yang paling aktual saat ini adalah harmonisasi UU Wabah Penyakit Menular, UU Penaggulangan Bencana, dan UU Kekarantinaan Kesehatan.
“Penetapan PSBB sebagai kebijakan utama penanganan pandemi corona di Indonesia dianggap tidak menyelesaikan permasalahan, padahal dimungkinkan untuk karantina wilayah dengan skrining ketat dan deteksi cepat jika mengacu pada regulasi yang ada,” jelasnya.
Mahesa juga mengkritik tentang pemanfaatan teknologi dalam pelayanan kesehatan, yang tidak ditopang oleh regulasi yang tepat. Misalnya tentang rekam medis dan resep elektronik, serta masih rendahnya pengawasan terhadap logistik, Sumber Daya Manusia (SDM) dan pelayanan kesehatan.
Ia pun memberi beberapa rekomendasi untuk pembenahan sistem ketahanan kesehatan nasional yang sedang dicanangkan pemerintah. Seperti meningkatkan dasar hukum SKN dari Perpres menjadi UU.
“Undang-undang ini bisa dikategorikan sebagai Omnibus Law di bidang kesehatan, di dalam SKN tidak bisa terpisahkan dari aspek Pendidikan, oleh karenanya perlu sinergitas antara pelayanan dan Pendidikan di bidang kesehatan,” ujarnya.
Dari sudut pandang kesehatan masyarakat, dr. Ardiansyah Bahar turut menjelaskan bahwa pandemi Covid-19 merupakan domain dari pelayanan kesehatan masyarakat karena merupakan penyakit menular yang penanganannya membutuhkan pendekatan health protection.
Ia memberi contoh negara Vietnam, yang berhasil menekan penyebaran Covid-19, sebab masyarakat disiplin untuk menjaga kesehatan diri dan pemerintahnya sigap me-nyiapkan instrumen kesehatan warga.
“Kita dapat mengambil pelajaran dari Vietnam di mana koordinasi antara pemerintah dan masyarakat terjalin dengan baik. Selain arahan langkah-langkah kesehatan masyarakat, pemerintah menjaga persediaan kebutuhan dasar masyarakat seperti meningkatkan dan melengkapi rumah sakit regional,” ujarnya.
Dari sudut pandang kepemimpinan nasional serta pola komunikasi publik juga diungkap pada webinar yang dihadiri… ini. Menurut Dosen Universitas Bhayangkara Jakarta Raya, Hasanuddin, Kepemimpinan nasional merupakan kunci utama untuk bangsa ini bangkit dari krisis.
“Sejatinya, kebijakan yang telah dibuat pemimpin harus dilaksanakan secara sungguh-sungguh, jika ada pejabat yang mencoba membuat kebijakan yang berbeda harus dite-gur. Kebijakan bukan hanya sekedar kebijakan di atas kertas, tapi di dalamnya terkan-dung wibawa pemimpin, power pemimpin. Pemimpin harus tegas menindak siapapun yang melakukan hal berbeda,” ujarnya.
Sementara itu jurnalis senior, Anang Purwanto menuturkan, sebagai wartawan, ia dan rekannya kadang kala bingung dengan kebijakan pemerintah menangani Covid-19. Menurutnya pemerintah tidak konsisten dalam menangani pandemi bahkan pemerintah terkesan tidak siap menghadapi situasi ini.
“Bagaimana Presiden Jokowi menetapkan kebijakan dan beberapa menteri yang ikut berebut berbicara ternyata memperlihatkan adanya perbedaan sikap diantara mereka, hal ini malah menjadi masalah kemudian,” tuturnya.
Namun, dia tetap mengapresiasi kinerja pemerintahan yang menurutnya menunjukkan perkembangan.
“Sejauh ini pemerintah sudah jauh lebih baik dalam komunikasi publik, lebih transpar-an, dan responsif,” tambahnya.
[Man, lebih lengkap hasil diskusi dapat dilihat di www.sadargizi.com]