KEBUGIS adalah salah satu pilar Ormas paguyuban Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) yang telah menegakkan budaya Pangadereng, aktif melaksanakan berbagai kegiatan lokal domestik daerah dan nasional.
Menyebut nama KEBUGIS dan Sidenreng, tak terpisahkan dengan tanah kelahiran “ tau acca ” atau orang arif, cendekia, dan panrita, seperti Nene Mallomo, Prof. K.H. Ali Yafie, K.H. Abdul Muin atau Kali Sidenreng, Prof. Dr. M. Quraish Shihab, Prof. Dr. Salim Haji Said, Mohammad Alwi Hamu, Birokrat, Seniman, Budayawan dan lain lain.
Kami selalu mengutip dan menjadikan referensi salah satu pappaseng atau slogan dari Nene Mallomo: “Resopa Temmangingngi Namatinulu Malomo Naletei Pammase Dewata.” Artinya, hanya dengan ikhtiar kerja yang tekun yang mudah mendapatkan ridha dari Allah Swt.
KEBUGIS masih tergolong muda, lebih enam tahun tapi ia telah menyandang visi pangadereng untuk menjalin hubungan kekerabatan atau persaudaraan dengan berpedoman pada pesan waris leluhur ; Sipakatuwo-Sipakatau-Sipakalebbi-Sipakaraja-Sipamammase-mase.
Dua kata kunci utama dalam budaya Bugis-Makassar yang patut dipahami dan dipraktikkan di tanah Rantau yaitu : nilai Siri na Pesse.
Siri untuk saling bersinergi demi kemajuan, kebaikan, kemaslahatan, dan kesejahteraan bersama.
Dan Pesse meliputi rasa kepedulian/ solidaritas sosial untuk saling tolong-menolong antar-sesama dengan masalah kehidupan yang dialami masing masing.
Inilah esensi kita berpaguyuban untuk menekan ego individualistik, di antara sesama warga paguyuban, khusus dalam keluarga besar KEBUGIS.
Fiam Mustamin, Mantan Sekretaris Eksekutif BPP KKSS