Kolom Imam Shamsi Ali Al-Kajangi
Rasulullah SAW sebagai “rahmah” (kasih sayang) terefleksi dalam perjuangan beliau yang tak mengenal lelah dalam menyampaikan petunjuk hidup. Beliau bahkan rela menghadapi tantangan, siksaan, bahkan upaya pembunuhan demi perjuangan untuk keselamatan manusia dunia-akhirat. Perjuangan untuk keselamatan (salvation) itu ada pada satu kata: hidayah.
Rasulullah yang dikenal sebagai “rahmah bagi seluruh semesta“ secara mendasar salah satunya dapat dimaknai sebagai jalan hidayah bagi seluruh alam semesta. Rasulullah itu adalah pembawa petunjuk Allah ke seluruh alam. Hidayah yang dibawa beliau adalah bentuk kerahmatan yang nyata. Dengan hidayah itulah pintu-pintu rahmah terbuka luas. Tanpa hidayah tidak mungkin kerahmatan Allah akan diperoleh oleh siapa pun. Dan rahmah terbesar adalah selamat dari api neraka dan masuk ke dalam syurgaNya Allah.
Seperti yang disebutkan terdahulu hidayah Allah mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Baik pada tataran personal (individu) maupun pada tataran sosial (kolektif). Dan pastinya juga mencakup semua sisi kehidupan; fisikal-material, intelektual-pemikiran, dan kerohaniaan (spiritualitas).
Pada catatan kali ini saya akan mengelaborasi singkat bagaimana hidayah menuntun manusia dalam kehidupan kolektifnya. Bahwa Rasulullah telah diutus untuk melakukan transformasi kehidupan publik manusia. Dan dengan hidayah itu Rasulullah membentuk (design) Komunitas yang istimewa dan terbaik (khaer Ummah).
Urgensi jama’ah (komunitas) dalam Islam
Hidup berjamaah (kolektif) dalam Islam memiliki urgensi yang sangat besar. Panggilan Allah kepada umat ini pada ghalibnya dengan bentuk kolektif (jama’). “يا ايها الذين امنوا” (hai orang-orang yang beriman) adalah bentuk panggilan yang berulang-ulang dalam Al-Quran.
Bahkan ketika umat ini diperintah untuk membangun kebersamaan (persatuan) Allah memanggil mereka secara kolektif: “واعتصموا بحبل الله جميعا” (berpegang teguhlah kalian kepada tali (agama) Allah) secara bersama-sama”. Yang diseru adalah jamaah (jamii’an) untuk perpegang taguh kepada tali (hablun) agama yang tunggal.
Bahkan dengan tegas Rasulullah menyatakan: “يد الله فوق الجماعة” (pertolongan Allah itu bersama Jama’ah). Sedemikian pentingnya jamaah/komunitas ini sehingga di saat bepergian pun harus membentuk jamaah itu (urgensi memilih pemimpin dalam perjalanan).
Poin yang ingin saya sampaikan adalah jangan sampai ada di antara umat ini yang membatasi petunjuk Islam kepada sekedar mengatur aspek-aspek kehidupan pribadi (individual) yang sempit. Pembatasan semacam ini sejak lama di propagandakan oleh kaum sekuler. Bahwa Islam itu otoritasnya hanya pada sisi kehidupan pribadi yang sempit. Anda Muslim ketika Sholat. Tapi Islam tidak perlu menuntun kehidupan anda dalam melakukan aktifitas di pasar.
Cara pandang seperti ini sangat berbahaya. Karena selain mempersempit peranan agama dalam kehidupan, juga menghasilkan karakter manusia-manusia yang double standard. Muslim (dalam arti menjadi orang baik) di Masjid. Tapi di pasar tidak malu-malu melakukan penipuan dan pembohongan. Bahkan Islam dan hal-hal yang berkaitan dengan agama jadi jalan kejahatan. Menipu dengan menjajakan kata halal bahkan Syariah itu sendiri.
Maka hidayah Islam itu mengatur juga aspek-aspek kehidupan jama’i umat. Tentu dengan tabiatnya yang tidak teknis sifatnya. Karena dalam urusan teknis dunia Rasulullah telah menggariskan: “kalian lebih tahu dalam urusan duniamu” (hadits). Namun Islam memberikan acuan-acuan moralitas yang mendasar.
Dalam dunia bisnis misalnya dunia mengalami perkembangan yang sangat luar biasa. Online business tidak pernah diatur secara teknis oleh syariah. Tapi secara moral acuan umum Islam sangat jelas dan tegas. Penipuan dan kebohongan, transaksi ribawi, dan seterusnya harus dihindari.
Karakteristik kehidupan jamaah (komunitas).
Urusan Komunitas dalam Al-Quran dapat ditemukan di beberapa tempat. Kali ini saya ingin mengutip secara khusus dari dua tempat dalam Al-Quran. Satu, Surah Ali Imran ayat 101 – 110. Dan dua, keseluruhan Surah As-Shof. Di kedua tempat ini Allab merincikan karakteristik-karakteristik komunitas istimewa itu. Komunitas istimewa atau terbaik ini yang lebih dikenal dengan “khaer Ummah” itu.
Komunitas yang berlandaskan nilai-nilai ketuhanan (Rabbani).
Karakteristik Komunitas Istimewa atau terbaik yang dibangun Rasulullah adalah Komunitas yang Rabbani. Komunitas yang terbangun dan mendasarkan segala aspek kehidupan publiknya pada keimanan dan ketakwaan. Allah menegaskan: “Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kalian kepada Allah dengan ketakwaan yang sesungguhnya. Dan janganlah mati kecuali dalam keadaan Muslim” (Ali Imran: 101).
Di surah As-Shof Allah mengingatkan pentingnya “tasbih” (mensucikan) Allah hanya kepada Allah pemilik langit dan bumi. Bertasbih bermakna bahwa dalam menjalani kehidupan hendaknya “kebesaran“ Allah selalu menjadi pijakan dan acuan.
Hal inilah yang dalam konteks keindonesiaan kita disebut “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Pasal pertama Pancasila yang selalu menjadi rujukan bagi semua pasal-pasal Pancasila. Sekaligus mengingatkan bahwa Indonesia hanya akan menjadi besar dan kuat ketika nilai-nilai dan ajaran ketuhanan itu diambil secara serius dan sungguh-sungguh.
Itu pulalah yang menjadi poin penting dalam kaitan keinginan menjadikan Indonesia Emas. Tanpa Ketuhanan yang Sungguh-Sungguh dan jujur Indonesia Emas itu selamanya akan sekedar menjadi slogan yang kosong.
Al-Qur’an menegaskan: “sekiranya penduduk negeri itu beriman dan bertakwa niscaya Kami (Allah) akan bukakan keberkahan dari langit dan bumi”. Menegaskan bahwa keberkahan bumi itu akan diberikan ketika keberkahan langit kita ketuk secara sungguh-sungguh.
Karenanya sekali lagi jangan sampai atas nama dan hawa nafsu pembangunan nilai-nilai Rabbani (Ketuhanan) diabaikan. Lebih runyam lagi kalau atas nama membangun lalu nilai-nilai agama dipandang seolah jadi penghambat. Karenanya jilbab misalnya ingin dilepaskan hanya karena ada acara penaikan bendera RI… aneh tapi nyata! (Bersambung…).
Bellevue hospital, 17 September 2024
* Presiden Nusantara Foundation